Derita Anak akibat Disfungsi Keluarga





Mengenaskan, empat balita terpanggang si jago merah di sebuah rumah di Kelurahan Punggolaka, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara pada Senin (6/5/2025). Saat kejadian, empat balita tersebut ditinggalkan sendirian oleh ibunya yang sedang pergi bersama pacarnya. Diketahui orang tua keempat balita itu, telah berpisah.

Akibat dari kebakaran tersebut dua balita meninggal di TKP, satu lainnya menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit, sedangkan satu balita lagi masih kondisi kritis dalam perawatan intensif.

Peristiwa kebakaran yang memakan korban empat balita masih dalam penyelidikan aparat kepolisian. Kuat dugaan kelalaian menjadi penyebab utama, mengingat tidak ada satu pun orang dewasa yang menjaga korban saat kejadian tersebut.

Sungguh memprihatinkan, balita yang seharusnya masih dalam pengawasan dan perlindungan orang tua, justru menjadi korban dari kelalaian orang tua yang seharusnya tidak dilakukan.

Kasus ini merupakan fenomena disfungsi keluarga. Penjagaan dan pengawasan ketat terhadap anak, terlebih ada usia yang mereka belum sempurna akalnya menjadi bagian dari tanggung jawab orang tua yang mengasuhnya.

Namun, disfungsi keluarga meniscayakan ketidakberdayaan keluarga dalam melaksanakan peran sejatinya sebagai tempat ternyaman dan teraman bagi anak.

Secara teknis, keluarga yang memiliki anak kecil atau balita di rumah, harus dipastikan keamanannya. Barang-barang yang berbahaya seperti pisau dapur, gunting, korek api, dan zat yang beracun seperti sabun, obat nyamuk cair, juga benda pecah belah lainnya sebaiknya dijauhkan dari jangkauan anak-anak. 

Akan tetapi upaya penjagaan anak tidak sebatas teknis. Lebih dari itu, perlindungan anak harus diiringi dengan paradigma bahwa anak adalah amanah dari Allah Taala.

Mirisnya, sistem sekuler kapitalis yang tegak hari ini telah membuat kehidupan serba sulit yang berdampak pada fenomena individualistis dan materialistis makin kuat di tengah masyarakat. Sehingga tidak mudah bagi orang tua menitipkan anak ke kerabat atau tetangga, walaupun hanya sebentar. 

Belum lagi adanya ancaman tindak kejahatan seperti predator seksual yang mayoritas dilakukan oleh orang terdekat. Kalaupun anak dititipkan di tempat penitipan anak karena orang tua bekerja, nyatanya tidak semua orang tua mampu membayar jasa penitipan.

Inilah buruknya sistem sekuler. Sekularisme menjadikan negara abai dalam edukasi mengenai pendidikan keluarga dan hakikat perlindungan anak yang merupakan amanah dari Allah Swt.. Apalagi kasus terbakarnya balita merupakan bagian dari persoalan yang menimpa anak lainnya seperti kekerasan seksual, pembunuhan, perdagangan orang, dan sebagainya.

Realitas di atas menunjukkan bahwa persoalan tersebut berkaitan juga dengan masalah ekonomi, pendidikan yang jauh dari akidah, kesehatan yang tidak memadai, PHK, pergaulan bebas, materialistis, dan individualistis. Inilah kenapa disfungsi keluarga tidak terlepas dari aspek sistemis. 

Karena itulah, menyelamatkan anak dari kehidupan sekularisme harus segera dilakukan. Pasalnya, anak hidup di alam sistem sekuler tidak mendapatkan kehidupan yang kondusif, baik hak hidup maupun perlindungan nyawa. 

Sekularisme telah menyalahi fitrah penciptaan bahwa Allah menciptakan manusia sebaik-baiknya dan memiliki tujuan kehidupan yaitu untuk beribadah kepada Allah Taala.

Kembali pada Islam adalah pilihan tepat karena Islam sebagai aturan kehidupan menjadi solusi dalam melindungi anak. Islam menempatkan peran keluarga sangat penting dalam kehidupan, melindungi, tumbuh kembang, pengasuhan, dan pendidikan agar anak memiliki pemikiran yang benar.

Dalam pengasuhan, negara (khilafah) akan memfasilitasi dan mengakomodasinya dalam bentuk sistem pendidikan baik bagi pasangan yang mau menikah maupun keluarga muda. 

Tak hanya itu, negara akan mengedukasi individu masyarakat terkait peran ibu, pengaturan rumah tangga kepada wanita yang sudah balig, dan pendidikan calon pemimpin keluarga bagi para laki-laki balig. 

Khilafah mengkondisikan hubungan kekeluargaan yang harmonis dan turut menjaga agar hubungan anggota masyarakat berada dalam kerangka ukhuwah islamiah, sehingga hubungan di antara individu menjadi sesuatu yang tulus dan semangat tolong-menolong.

Anak sebagaimana orang dewasa, memerlukan pemenuhan kebutuhan primer seperti sandang, pangan, dan papan. Mereka pun berhak mendapatkan fasilitas publik dari negara seperti kesehatan dan pendidikan. 

Untuk itu, negara memberikan hak hidup dan kesejahteraan melalui pemenuhan hak hadanah dan kafalah, serta kebutuhan pokok, sekunder, dan publik bagi anak-anak. Negara (khilafah) menjamin kelancaran jalur nafkah dengan menyediakan lapangan pekerjaan bagi ayah/suami.

Semua ini akan bisa terwujud jika negeri ini menerapkan aturan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Namun, sebaliknya hak anak akan terampas jika sistem yang ditegakkan adalah sistem buatan manusia, sekularisme kapitalisme. 

Dengan demikian, penerapan Islam secara menyeluruh merupakan kebutuhan mendesak yang harus segera diwujudkan.

Nining Sarimanah 
Bandung

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak