Oleh: Siti Maisaroh
Dunia terus berduka, kaum muslimin masih memiliki tanggung jawab akan nasib saudaranya. Karena jumlah korban tewas perang Israel dan Hamas di Jalur Gaza, terus meningkat. Serangan-serangan Israel ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga saat ini, telah menewaskan 50.846 warga Palestina. Perang sempat terhenti ketika dua belah pihak sepakat memberlakukan gencatan senjata. Namun, Israel kembali melancarkan serangan udara ke Gaza pada Selasa (18/3/2025) yang meruntuhkan kesepakatan itu. Akibatnya, korban warga sipil Palestina terus berjatuhan (Kompas.com, 10/4/2025).
Realita ini menunjukkan bahwa gencatan senjata hanyalah solusi sementara, yang tidak mampu menghentikan penderitaan rakyat Palestina. Selama akar masalah, yakni penjajahan Zionis atas tanah Palestina, tidak diselesaikan, maka konflik ini akan terus berulang.
Penting untuk disadari bahwa Palestina tidak hanya membutuhkan jeda dari serangan, tetapi pembebasan total dari penjajahan. Hal ini tidak akan tercapai hanya melalui diplomasi, resolusi internasional, atau gencatan senjata yang mudah dilanggar. Dibutuhkan langkah nyata yang lebih besar, yaitu jihad fi sabilillah yang hanya akan terjadi jika umat Islam bersatu.
Umat Wajib Bersatu
Sejak kaum muslimin tidak lagi bersatu dalam naungan khilafah, kaum muslim tersekat-sekat oleh paham nasionalisme, yakni paham yang menanamkan cinta pada bangsa dan tanah airnya namun berlepas tangan dengan nasib saudaranya yang berbeda bangsa dan negara.
Paham nasionalisme adalah ide yang sengaja ditanamkan dibenak kaum muslimin oleh Inggris dan sekutunya untuk menghancurkan daulah Islam. Sampai saat ini, paham ini pula yang menghambat persatuan umat.
Hingga kaum muslimin terkotak-kotak oleh kepentingan negaranya masing-masing, tidak bisa berbuat lebih untuk menolong saudara yang berbeda bangsa kecuali sebatas bantuan logistik dan obat-obatan atau solusi lain yang tidak solutif, seperti evakuasi korban ke negara lain misalnya.
Sejarah mencatat, umat Islam mampu membebaskan Baitul Maqdis di masa lalu melalui kekuatan jihad yang dipimpin oleh pemimpin yang berpegang teguh pada Islam. Salah satu contohnya adalah keberhasilan Shalahuddin Al-Ayyubi membebaskan Yerusalem dari penjajahan pasukan Salib. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari persatuan umat Islam di bawah satu kepemimpinan yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh.
Saat ini, umat Islam membutuhkan hal yang sama. Persatuan umat Islam di seluruh dunia adalah kunci untuk melindungi Palestina dari penjajahan dan penderitaan yang berkepanjangan. Dengan persatuan ini, jihad untuk membebaskan Palestina bukan lagi sekadar seruan, tetapi langkah nyata yang dilakukan secara terorganisir dan terencana.
Persatuan tersebut juga akan memastikan bahwa generasi Palestina dapat mengenyam pendidikan, hidup dalam keamanan, dan tumbuh menjadi generasi yang berkepribadian Islam.
Gencatan senjata bukanlah solusi yang mampu menghentikan penderitaan rakyat Palestina. Solusi hakiki hanya dapat tercapai jika umat Islam bersatu dan melawan penjajahan Zionis melalui kekuatan jihad yang terorganisir. Untuk itu, umat Islam harus menyadari pentingnya persatuan yang kokoh dan solid. Inilah satu-satunya jalan untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan di Palestina dan memastikan masa depan yang cerah bagi rakyatnya.
Allah SWT berfirman: “Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama seluruhnya hanya untuk Allah.” (QS. Al-Baqarah: 193)
Umat muslim akan kuat jika bersatu dalam perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama. Bahkan fatwa ulama untuk aksi jihad melawan Israel hanya akan terwujud jika kaum muslim bersatu, dan hal ini hanya bisa dilakukan jika kaum muslim menerapkan sistem Islam secara keseluruhan dalam naungan khilafah.
Waallahu a'lam bishowab.
