Negara dalam Genggaman Taipan, Kepentingan Siapa yang Diutamakan?


Oleh: Nettyhera


Presiden Prabowo mengundang sejumlah taipan ke Istana dengan alasan meminta pandangan kritis dan pengalaman investasi agar aset-aset negara dapat dikelola dengan lebih baik. Namun, pertemuan ini justru mengundang tanda tanya besar. Mengapa negara yang seharusnya berdaulat justru meminta arahan dari segelintir konglomerat? Apakah ini demi kepentingan rakyat atau justru demi mengamankan kepentingan bisnis mereka?

Bukan rahasia lagi bahwa para taipan ini memiliki rekam jejak yang kontroversial. Kasus Rempang, reklamasi PIK2, hingga proyek IKN menunjukkan bagaimana kepentingan segelintir pemodal sering kali bertentangan dengan kepentingan masyarakat luas. Rakyat dipinggirkan, lahan mereka digusur, dan kebijakan ekonomi lebih banyak menguntungkan kelompok elite. Kini, dengan semakin eratnya hubungan pemerintah dan taipan, muncul kekhawatiran bahwa kebijakan negara ke depan akan semakin pro-kapitalis, bukan pro-rakyat.

Fakta ini semakin menegaskan bahwa sistem demokrasi kapitalisme memang memberikan ruang besar bagi para pemilik modal untuk mengendalikan kebijakan negara. Negara tidak lagi berdiri sebagai pengayom rakyat, melainkan sebagai fasilitator kepentingan bisnis. Regulasi dibuat untuk memastikan investasi berjalan lancar, meskipun itu berarti mengorbankan hak-hak masyarakat kecil.

Sebaliknya, Islam memiliki paradigma kepemimpinan yang berbeda. Dalam sistem Islam, penguasa adalah raa’in (pengurus rakyat) dan junnah (pelindung rakyat). Negara tidak tunduk kepada kepentingan korporasi, tetapi memastikan bahwa seluruh kebijakan yang diambil semata-mata untuk kesejahteraan rakyat. Pengelolaan aset negara dilakukan dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan, tanpa harus menggadaikan kedaulatan kepada segelintir elite ekonomi.

Sistem ekonomi Islam juga memastikan bahwa sumber daya negara tidak dikuasai oleh individu atau korporasi tertentu. Kekayaan alam, tanah, dan aset strategis dikelola langsung oleh negara untuk kemaslahatan umat, bukan diserahkan kepada investor yang hanya mengejar keuntungan. Dengan sistem ini, negara memiliki kemandirian ekonomi dan tidak perlu bergantung pada taipan atau kapitalis asing.

Inilah saatnya umat menyadari bahwa sistem demokrasi kapitalisme hanya menjadikan rakyat sebagai objek eksploitasi. Kedaulatan negara semakin tergerus, dan kebijakan yang lahir lebih berpihak pada korporasi daripada rakyat. Kita perlu kembali kepada sistem Islam, yang menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama dan memastikan bahwa negara benar-benar berdaulat, bukan sekadar pelayan bagi para taipan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak