Ramadhan di Gaza Kian Tegang, di Manakah Suara Para Pejuang?




Oleh: N. Vera Khairunnisa



Di sepuluh terakhir bulan Ramadhan, biasanya umat Islam semangat berburu Lailatul Qadar dengan meningkatkan amal ibadah. Bahkan, tidak sedikit juga yang melakukan i'tikaf di Masjid. Namun sungguh ironis pemandangan di Palestina. Ketegangan di Yerusalem justru semakin meningkat selama bulan Ramadan. Pasukan Israel menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa. Dalam penyerbuan tersebut, dua toa atau pengeras suara masjid yang ada di ruang Salat Qibli dicopot oleh pasukan Angkatan Bersenjata Israel (IDF), Roya News melaporkan. (tribunnews. com, 13/03/25)

Sementara itu, gelombang serangan udara yang mengakhiri gencatan senjata di Gaza menandai eskalasi besar dalam konflik Israel-Palestina. Serangan yang telah menewaskan lebih dari 400 warga Gaza itu diperingatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai serangan permulaan. (cnbcindonesia, 19/03/25)

Meski kondisi di Palestina kian memprihatinkan, namun perhatian masyarakat sepertinya makin berkurang karena tertutup beragam persoalan di dalam negeri. Sejak awal tahun hingga kini, masyarakat dikejutkan dengan beragam kebijakan yang semakin menyulitkan rakyat. Semakin terungkapnya berbagai masalah korupsi, kriminalitas yang kian brutal, berita tentang masyarakat dan generasi yang kian tidak bermoral, semua itu menyita perhatian masyarakat.

Oleh karena itu, kita tidak boleh berhenti untuk terus menyuarakan persoalan Palestina. Menyampaikan tentang solusi hakiki persoalan Palestina yaitu tegaknya kepemimpinan Islam. Bagi Palestina, kepemimpinan Islam akan membebaskannya dari penjajahan. Khilafah akan mengirimkan pasukan untuk berjihad melawan musuh yaitu pasukan Zionis. Tanpa kepemimpinan Islam atau Khilafah, Palestina tidak memiliki pelindung.

Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).

Di sisi lain, bagi kaum muslim di Indonesia, juga di negeri-negeri muslim, tegaknya Khilafah akan menjadikan semua manusia diurus dengan syariat Islam, aturan terbaik dari Allah swt. Penegakkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan ini akan mampu menyelesaikan beragam persoalan yang ada di dalam negeri, menjamin kesejahteraan dan keberkahan serta menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Hal ini sejalan dengan informasi bahwa Allah menjanjikan turunnya keberkahan dari langit dan bumi, ketika tegaknya Din Islam dalam kehidupan diwujudkan oleh penduduk negeri yang beriman dan bertakwa,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا ‏يَكْسِبُونَ

 “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’râf [7]: 96).

Allah Subhanahu wa taala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

”Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiyâ’ [21]: 107).

Selain kebutuhan yang sangat mendesak untuk menyelesaikan beragam persoalan, baik di dalam maupun di luar negeri, tegaknya kepemimpinan Islam adalah suatu kewajiban dalam Islam. Dalil-dalil jelas menunjukkan kewajiban tersebut. Rasulullah SAW. bersabda:

“Dahulu, Bani Israil dipimpin dan diurus oleh para nabi. Jika para nabi itu telah wafat, mereka digantikan oleh nabi yang baru. Sungguh, setelah aku tidak ada lagi seorang nabi, tetapi akan ada para khalifah yang banyak.” (HR Bukhari dan Muslim).

Imam Al-Qurthubi menyebutnya sebagai ‘a’dzamul waajibat, yaitu kewajiban paling agung. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjulukinya sebagai taajul furuudh ‘mahkota kewajiban’. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Imam Al-Ghazali bahwa Khilafah adalah mahkota kewajiban. Dalam keterangannya, Imam Al-Ghazali menyatakan, “Disebut mahkota karena tempatnya di atas. Ia adalah fardu kifayah tertinggi umat Islam.” 

Oleh karena itu, umat harus berjuang untuk mewujudkan tegaknya kepemimpinan Islam tersebut. Agar perjuangan yang dilakukan tidak sia-sia dan bermodal semangat semata, maka umat membutuhkan adanya jamaah dakwah Islam ideologis yang akan mengarahkan umat berjuang meneladani jalan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak