Tragedi Penembakan WNI di Perairan Tanjung Rhu: Cermin Lemahnya Perlindungan bagi Pekerja Migran




Oleh : Wahyuni M. (Aliansi Penulis Rindu Islam)



Kabar duka kembali datang dari perairan Malaysia. Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi korban penembakan di perairan Tanjung Rhu, Selangor, pada Jumat dini hari (24/1), sekitar pukul 03.00 waktu setempat. Insiden tragis ini menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap pekerja migran Indonesia yang kerap terjadi tanpa kepastian hukum dan perlindungan yang memadai.

Peristiwa ini sekali lagi memunculkan pertanyaan besar. Sejauh mana pemerintah mampu melindungi warganya yang mencari nafkah di negeri orang? Kasus-kasus penindasan, pelecehan, hingga kematian pekerja migran sering kali berlalu tanpa penyelesaian tuntas. Hal ini tentu mencerminkan lemahnya upaya diplomasi dan perlindungan hukum. Kejadian ini bukan sekadar insiden tunggal, melainkan bagian dari masalah sistemik yang terus menghantui pekerja migran Indonesia di luar negeri.

Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, mengungkapkan bahwa kasus penembakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia umumnya menimpa mereka yang dianggap ilegal atau tidak berdokumen. Berdasarkan pengalamannya dalam mendampingi para korban, ia menjelaskan bahwa aparat Malaysia kerap melakukan aksi penembakan di lokasi terpencil, seperti tengah laut atau kawasan perkebunan demi menghindari keberadaan saksi. Dari berbagai kesaksian yang pernah ia tangani, tindakan penembakan tersebut sering kali dilakukan tanpa peringatan atau terjadi secara spontan, meskipun seharusnya ada prosedur keamanan yang ketat sebelum melepaskan tembakan.

Kasus penembakan lima WNI di perairan Selangor pun dinilai oleh Migrant Care sebagai bentuk pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing). Wahyu menekankan bahwa penegakan hukum seharusnya dilakukan dengan pendekatan yang lebih manusiawi. Bahkan jika para PMI dianggap melawan, tindakan kekerasan tidaklah diperlukan, mengingat mereka tidak bersenjata. Justru aparat yang memiliki senjata semestinya lebih mengutamakan pendekatan persuasif. Kalaupun terpaksa menggunakan senjata demi membela diri, tindakan tersebut seharusnya bertujuan untuk melumpuhkan, bukan menghilangkan nyawa seseorang.

Kejadian ini semakin memperpanjang deretan kasus kematian Pekerja Migran Indonesia (PMI). Berdasarkan data Migrant Care, dalam kurun waktu 20 tahun (2005—2025), terdapat 75 kasus penembakan terhadap PMI yang dilakukan oleh aparat bersenjata Malaysia. Sayangnya, pemerintah dinilai belum menunjukkan ketegasan dalam menangani kasus-kasus tersebut, meskipun penggunaan kekerasan bersenjata jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

Banyaknya PMI yang bekerja di luar negeri tidak lepas dari kegagalan negara dalam menciptakan kesejahteraan di dalam negeri. Jika masalah ini tidak diselesaikan dari akar penyebabnya, jumlah PMI yang berangkat tanpa dokumen resmi akan terus meningkat. Seharusnya negara bisa menjamin kesejahteraan rakyat agar mereka tidak perlu mencari nafkah di luar negeri dengan risiko yang besar, termasuk kehilangan nyawa.

Perlindungan terhadap PMI bukan sekadar menyediakan bantuan hukum atau memulangkan mereka ke Indonesia. Isu ini sangat kompleks dan tidak bisa diselesaikan hanya dengan membentuk satu kementerian. Masalah ini berkaitan dengan banyak hal, seperti kebijakan ekonomi, ketersediaan lapangan kerja, sindikat perdagangan manusia, sistem ketenagakerjaan yang semakin bebas, dan lemahnya penegakan hukum.

Sistem ekonomi kapitalistik yang saat ini diterapkan justru membuat kekayaan alam dikuasai segelintir orang, sementara rakyat hanya mendapatkan dampak buruk seperti bencana dan kerusakan lingkungan. Minimnya lapangan kerja di dalam negeri pun mendorong masyarakat untuk mencari nafkah di luar negeri. Selain itu, lemahnya penegakan hukum terhadap sindikat perdagangan manusia membuat kasus ini terus berulang. Ditambah lagi, kebijakan ketenagakerjaan yang semakin liberal dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja justru memperburuk kondisi buruh. Akibatnya, bekerja di luar negeri tampak lebih menguntungkan, meskipun risikonya sangat besar.

Jika pemerintah benar-benar ingin melindungi PMI, seharusnya ada kebijakan untuk membatasi jumlah mereka yang dikirim ke luar negeri dan memperbanyak lapangan kerja di dalam negeri. Namun, yang terjadi justru sebaliknya—PMI terus dikirim ke luar negeri demi kepentingan ekonomi negara. Pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi lebih mengutamakan pemasukan devisa daripada keselamatan warganya.

Pandangan kapitalis ini membuat negara gagal melindungi PMI. Rakyat tidak lagi dipandang sebagai kelompok yang harus dilindungi dan disejahterakan, melainkan sebagai pekerja yang bisa memberikan keuntungan melalui remitansi. Selama pola pikir ini masih digunakan, perlindungan terhadap PMI akan selalu lemah.

Berkebalikan dengan pandangan dalam Islam. Islam menetapkan paradigma bahwa setiap warga negara adalah pihak yang harus dilayani dalam sistem politik ekonomi Islam. Dalam buku _Politik Ekonomi Islam_ halaman 37, Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah menjelaskan bahwa negara bertanggung jawab memastikan setiap individu mendapatkan kebutuhan dasar mereka, seperti sandang, pangan, dan papan. Selain itu, setiap warga negara juga berhak menerima pelayanan dari negara, termasuk kemudahan dalam memperoleh pekerjaan melalui kebijakan ekonomi yang diterapkan.

Penguasa juga adalah pelindung rakyat. Ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’Alayh dll.)

Negara wajib melindungi nyawa rakyatnya, sebagaimana sabda Rasul, “Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai 3987, Tirmidzi 1455).

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah dalam kitab _Muqaddimah ad-Dustûr_ Pasal 153 menjelaskan, “Di antara urusan penting yang termasuk bagian dari tugas ri’ayah adalah menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negara yang memiliki kemampuan, tetapi tidak mendapatkan pekerjaan."

Negara dengan sistem Islam akan menjamin perlindungan terbaik bagi setiap warga negaranya dengan memastikan setiap individu dapat hidup dalam kesejahteraan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak