Oleh : Ummu Dara (Pegiat Literasi)
Dilansir Lensa Purwakarta, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) secara resmi mengumumkan pola Penerimaan Peserta Didik Baru diubah. Awalnya dengan menggunakan metode PPDB atau jalur zonasi kini menjadi SPMB.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, mengatakan pihaknya telah memperkenalkan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) sebagai ganti sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
"Kami meyakinkan ini tidak hanya sekedar berganti nama, melainkan memang ada hal baru dalam kebijakan kami. Kami ingin keluar dari stigma PPDB zonasi, karena jalur yg digunakan tidak hanya zonasi,namun ada empat hal" ujar Menteri Mu'ti.
Mendikdasmen menguraikan bahwa nantinya terdapat empat jalur penerimaan murid baru dalam SPMB, yakni meliputi jalur domisili, jalur afirmasi, jalur prestasi, dan jalur mutasi.
Aturan baru ini akan diterapkan pada tahun ajaran baru, yakni tahun ajaran 2025/2026. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir lagi terhadap penerimaan siswa baru ini.
Sudah bukan rahasia lagi setiap ganti menteri selalu ganti kebijakan dan sudah terbukti juga bergantinya kebijakan ini selalu akan menimbulkan polemik yang berkepanjangan dan pada akhirnya sekolah, guru dan siswa yang akan mengalami dampak langsung dari kebijakan ini. Pendidikan bukan semakin terarah dan berkualitas tapi semakin carut marut dan membingungkan, sehingga kualitas pendidikan menjadi stagnan bahkan semakin mundur.
Mirisnya, ketersediaan fasilitas lembaga pendidikan di seluruh negeri ini masih belum merata, baik secara kualitas dan kuantitas sehingga belum bisa diakses dengan mudah oleh seluruh warga negara, terlebih dengan lemahnya kualitas keimanan baik dikalangan orang tua ataupun para panitia penerimaan sekolah yang cenderung untuk menghalalkan segala cara dalam melalui proses penerimaan siswa baru.
Ketidakjelasan sistem pendidikan ini membuktikan ketidakseriusan negara dalam meriayah pendidikan rakyatnya. Pendidikan seperti dijadikan lahan percobaan, jika cocok dipakai dan jika tidak cocok diganti lagi. Sehingga pada akhirnya tujuan pendidikan yang hakiki menciptakan generasi unggul dan berkepribadian Islam tidak akan terwujud dalam sistem pendidikan sekuler saat ini.
Padahal Islam memandang pendidikan merupakan perkara sangat vital yang memiliki peran strategis yang tidak bisa diukur hanya dari dimensi keuntungan materi. Oleh karenanya negara akan menyelenggarakan pendidikan dengan segenap kemampuan, berapapun biayanya, seberapa jauh jaraknya yang harus ditempuh akan diupayakan pemenuhannya oleh negara. Negara bertanggung jawab atas rakyatnya, seperti sabda Rasulullah saw, "Imam adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya"
Dengan demikian solusi hakiki dalam polemik ini adalah kembali kepada penerapan syariat Islam secara menyeluruh.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini
