Tanggung Jawab Negara yang Dipertanyakan dalam Keamanan Obat dan Pangan



Oleh : Wahyuni M. (Aliansi Penulis Rindu Islam)



Jajanan La Tiao asal China ditarik dari pasaran oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Pengambilan langkah ini merupakan respons atas laporan kejadian luar biasa keracunan pangan (KLBKP) yang menimpa anak-anak di sejumlah wilayah di Indonesia, antara lain Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Pamekasan, hingga Riau. Adapun korban keracunan mayoritas anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar (SD). Biasanya jajanan ini didapat dari oleh-oleh atau bawaan langsung dari China.

BPOM telah melakukan uji laboratorium terhadap produk-produk yang diduga menyebabkan KLBK. Setelah dilakukan uji laboratorium, ada empat jenis jajanan La Tiao yang terdeteksi mengandung bakteri bacillus cereus. Bakteri itu dapat memicu sejumlah keluhan akibat cemaran, yakni mual, diare, muntah, hingga sesak napas. Saat ini terdapat 73 produk La Tiao yang beredar di dalam negeri. Keempat merek latiao yang terbukti terkontaminasi bakteri adalah Luvmi Hot Spicy Latiao, C&J Candy Joy Latiao, KK Boy Latiao, dan Lianggui Latiao. Selain menguji sampel produk, BPOM juga memeriksa gudang importir dan distributor produk. BPOM menemukan adanya pelanggaran Cara Peredaran Pangan Olahan yang Baik (CperPOB) oleh importir dan distributor.

Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/11/2024) mengimbau agar masyarakat memeriksa keamanan produk makanan yang akan dikonsumsi. Ia pun memberikan tips untuk memilah produk pangan dengan metode cek KLIK, yakni cek kemasan, label, izin edar, dan kadaluarsa.

Masih teringat dengan jelas di bulan yang sama ratusan anak telah menjadi korban kasus gagal ginjal akut yang diduga akibat konsumsi obat sirup dengan bahan kimia di luar ambang batas dalam kurun waktu satu bulan. Diduga kuat penyebab kasus tersebut akibat obat sirup yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas aman.

Diketahui, per 7 November 2022, ada 69 obat sirup milik 3 perusahaan farmasi yang ditarik dari peredaran oleh BPOM. Sebanyak 49 obat sirup produksi dari PT Yarindo Farmatama, 14 obat sirup produksi dari PT Universal Pharmaceutical Industries, dan 6 obat sirup milik PT Afi Farma. Sebab, ketiga perusahaan itu telah melakukan pelanggaran di bidang produksi sirup obat berdasarkan hasil investigasi dan intensifikasi pengawasan BPOM melalui inspeksi, perluasan sampling, dan pengujian sampel produk.

Kejadian Berulang

Hal ini menunjukkan lemahnya jaminan keamanan pangan dan obat. Hingga Februari 2023, terdapat 326 kasus gagal ginjal akut yang tersebar di 27 provinsi di Indonesi. Dari jumlah itu, 204 anak meninggal, sisanya sembuh. Pada saat itu pemerintah, dalam hal ini Kemenkes, Kemendag, serta BPOM saling melempar tanggung jawab dalam merespons kasus gagal ginjal akut yang mengorbankan nyawa ratusan anak. Menurut Kemenkes, pengawasan bahan obat-obatan bukan berada di kementeriannya, melainkan di BPOM. Ia juga menegaskan bahwa permasalahan dugaan penipuan pasokan bahan baku obat bukan merupakan wewenang Kemenkes.

Memastikan keamanan pangan dan obat yang beredar adalah tanggung jawab negara, termasuk produk yang berasal dari luar negeri. Namun dalam negara yang menjalankan sistem sekuler kapitalis, hal ini bisa terabaikan mengingat peran negara bukan sebagai pengurus rakyat.

Sayangnya dari dua kasus kejadian luar biasa yakni gagal ginjal akut dan keracunan La Tiao, negara belum juga berbenah sedangkan yang menjadi korban adalah anak-anak, generasi masa depan bangsa. Negara harusnya belajar dari keteledoran pada kasus-kasus KLB sebelumnya. Negara juga harus bertanggung jawab jika terjadi keracunan atau sesuatu yang menyebabkan nyawa anak-anak terancam karena produk obat dan pangan yang beredar. Ini karena memastikan dan menjamin keamanan obat dan pangan adalah kewajiban negara sebagai pengurus rakyat.

Negara dalam Islam memiliki mafhum ra’awiyah dalam semua urusan termasuk dalam obat dan pangan, baik dalam produksi maupun peredaran. Negara memiliki kewenangan melakukan pengawasan dan pengontrolan uji kelayakan, mulai dari bahan yang diimpor, komposisinya, produksinya, dan distribusinya. Meski pihak yang memproduksi adalah industri swasta atau individu, negara tetap harus melakukan pengawasan demi menjamin keamanan kesehatan masyarakat. Jika tidak dilakukan, inilah yang dinamakan kelalaian dan lepas tangan dari tanggung jawab. Prinsip halal dan thayyib akan menjadi panduan negara dalam memastikan keamananan pangan dan obat.

Salah satu mekanisme Negara Islam dalam memastikan keamanan pangan dan obat, yakni dengan adanya pengawasan oleh peran al-hisbah, yakni lembaga negara yang melakukan pengawasan dan pengontrolan pangan dalam rangka mencegah pelaku industri berlaku curang, menipu, mengurangi takaran atau timbangan, serta memastikan kualitas produk obat dan pangan tetap layak dan aman dikonsumsi.

Negara juga akan menindak tegas pelaku industri dan siapa saja yang menyalahi ketentuan peredaran obat dan pangan yang sesuai standar pangan Islam, yaitu halal, tayib, dan aman. Dengan kebijakan yang terintegrasi dan sistemis, negara dapat melakukan pencegahan dan penanganan dalam menjamin terpenuhinya produk obat dan pangan untuk masyarakat yang pasti halal, thayib, dan aman.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak