Hari Anak Sedunia : di Mana Hak Hidup Anak Palestina?



Oleh: Saffana Afra (Aktivis Mahasiswa)



Hari Anak Sedunia, yang diperingati setiap tanggal 20 November, seringkali dijadikan momen untuk merayakan pencapaian internasional dalam perlindungan hak anak. Namun, di balik peringatan ini, tergambar jelas standar ganda yang diterapkan oleh negara-negara Barat terkait hak-hak anak.
Hari Anak Sedunia yang diinisiasi oleh lembaga internasional di bawah PBB seakan hanya kedok untuk menutupi ketidakpedulian mereka terhadap nasib dan masa depan 2 milyar anak usia 0-15 tahun di seluruh dunia. Meskipun mereka sering berkoar terhadap kepeduliannya, kenyataannya banyak dari negara-negara ini justru tidak menaruh perhatian yang cukup terhadap nasib dan masa depan anak yang hidup di bawah garis kemiskinan, kekerasan, dan peperangan.

Banyak negara Barat mengklaim sebagai pelindung hak anak, dengan berbagai konvensi internasional yang mereka sepakati untuk mengamankan hak-hak dasar anak, seperti hak atas pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari eksploitasi. Namun, dalam praktiknya, mereka cenderung gagal atau bahkan sengaja mengabaikan perlindungan hak-hak anak di berbagai wilayah dunia, terutama yang tengah dilanda perang dan ketidakstabilan politik. Misalnya, dalam konteks negara-negara yang terlibat dalam konflik militer, anak-anak sering kali menjadi korban dari kebijakan luar negeri yang tidak memprioritaskan kesejahteraan mereka. Suatu pengkhianatan besar yang dilakukan dunia terhadap hak anak di seluruh dunia.

Pengkhianatan nyata tampak pada nasib anak-anak Palestina hari ini. Dalam beberapa dekade terakhir, anak-anak Palestina telah menjadi korban kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang parah. Jangankan hak-hak atas makanan, pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan perlindungan atas kekerasan, hak hidup saja mereka tak mendapatkan jaminan. Betapa banyak anak-anak Palestina yang menjadi korban penjajahan Zionis Yahudi, bahkan banyak yang menjadi korban ketika masih dalam kandungan. Penjajahan Zionis Yahudi telah menempatkan anak-anak Palestina dalam situasi yang sangat memprihatinkan, di mana banyak dari mereka yang menjadi korban pembunuhan, penyiksaan, dan penghancuran rumah.

Kenyataan ini semakin memperjelas bahwa bagi banyak negara besar yang mengklaim memperjuangkan hak anak, namun kepentingan politik dan ekonomi sering kali lebih diutamakan daripada keselamatan dan hak dasar anak-anak di wilayah konflik. Pada akhirnya, dalam banyak kasus, hak-hak anak sering kali dikorbankan demi mencapai tujuan ekonomi atau geopolitik. Inilah yang disebut sebagai standar ganda, di mana prinsip-prinsip hak asasi manusia sering kali hanya berlaku di wilayah tertentu, sementara di tempat lain mereka diabaikan begitu saja. Ini mencerminkan kegagalan besar dari sistem yang ada, yang tidak mampu memberikan perlindungan yang sebenarnya bagi anak-anak di berbagai belahan dunia.

Kehidupan anak-anak di negara-negara yang dilanda konflik tidak hanya terjadi di Palestina. Negara-negara Muslim lainnya juga mengalami situasi yang serupa. Di banyak negara Muslim, anak-anak hidup dalam kondisi yang sangat buruk, terjebak dalam perang saudara, kemiskinan, dan ketidakstabilan politik. Penguasa di negeri-negeri Muslim sering kali gagal memenuhi hak-hak dasar anak, baik karena ketidakmampuan ekonomi, sistem pemerintahan yang lemah, maupun karena pengaruh besar negara-negara Barat yang terus mengeksploitasi mereka. Di banyak wilayah konflik seperti Suriah, Yaman, dan Afghanistan, anak-anak menjadi korban utama dari ketidakpedulian dan pengabaian hak-hak mereka.
Nyata keselamatan anak-anak kalah penting dengan agenda dan tujuan negara yang hari ini tegak dengan nasionalisme. Kepentingan ekonomi negara dan jabatan jauh lebih menjadi prioritas daripada nasib anak-anaknya di berbagai wilayah konflik lainnya. Juga buah dari pengkhianatan penguasa di negeri-negeri muslim. Ini adalah buah sistem kapitalisme sekularisme.

Berbeda dari sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan hari ini, Islam sebagai agama yang di dalamnya juga mengatur tentang sistem kehidupan memandang anak adalah calon generasi masa datang yang harus dijaga keselamatannya dan kesejahteraannya, juga hak-hak lainnya. Dalam pandangan Islam, anak adalah aset yang sangat berharga, yang keberadaannya harus dijaga, dipelihara, dan dipenuhi hak-haknya secara penuh. Islam mengajarkan bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan, pendidikan, perawatan kesehatan, dan hak hidup yang layak.

Islam memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana negara dan masyarakat harus melindungi hak anak. Negara sebagai pelaksana syariat Islam memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung perkembangan mereka secara maksimal. Oleh karena itu negara harus memenuhi hak anak sesuai tuntunan Islam dan hal itu hanya bisa diwujudkan dengan adanya Khilafah sebagai institusi yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh.

Dalam Khilafah, negara bukan hanya berfungsi sebagai penguasa, tetapi juga sebagai ra'in (periayah) yang menjaga rakyatnya, termasuk anak-anak, dari segala bentuk ancaman dan kesulitan. Salah satu prioritas utama dalam Khilafah adalah menciptakan sistem perlindungan yang komprehensif bagi anak-anak, di mana setiap hak mereka—baik hak hidup, pendidikan, nafkah, keamanan, maupun perlindungan terhadap eksploitasi—akan dipenuhi dengan sepenuhnya.
Khilafah memiliki sumber daya yang besar yang mampu menjamin kesejahteraan dan keselamatan anak. Sumber daya besar yang dimiliki oleh negara dapat dimanfaatkan untuk mendirikan lembaga-lembaga yang mendukung kesejahteraan anak, termasuk lembaga pendidikan, rumah sakit, dan pusat perlindungan anak.

Penerapan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam setiap aspek kehidupan akan memperkuat institusi keluarga, masyarakat, dan negara dalam menjaga hak anak. Dengan sistem pemerintahan yang menerapkan syariat Islam, negara akan menjadi garda terdepan dalam perlindungan anak-anak.

Hanya Islam yang menjamin pemenuhan hak anak yang hakiki, mulai dari hak hidup dan berkembang, hak nafkah, keamanan, pendidikan, penjagaan nasab, dll). Ini bisa diwujudkan ketika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah yang memperkuat fungsi keluarga, lingkungan masyarakat dan negara. Hanya dengan penerapan Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, kita dapat memastikan bahwa hak-hak anak dijaga dengan penuh tanggung jawab, sehingga masa depan anak-anak di seluruh dunia bisa terjamin dengan lebih baik.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak