Pemberantasan Judol dalam Sistem Sekuler Kapitalisme Sungguh Mimpi Belaka




Oleh: Akah Sumiati



Polda Metro Jaya telah menangkap 11 orang terkait judi online (judol) yang melibatkan beberapa oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) pada Jumat (1-11-2024). Pada 3 November 2024, polisi kembali menangkap dua tersangka baru dalam kasus judol tersebut.Total tersangka menjadi 16 orang. Satu diantaranya merupakan pegawai Kemkomdigi, sedangkan satu orang lainnya merupakan masyarakat biasa.

Menanggapi hal ini, Menkomdigi Meutya Hafid menyatakan pihaknya berkomitmen mendukung penuh arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas segala bentuk aktivitas ilegal, termasuk judol. Ia juga mengingatkan bahwa seluruh ASN di lingkungan Kemkomdigi telah meneken pakta integritas memerangi judol sehingga mereka diharapkan untuk mematuhinya. Ia juga mengapresiasi kinerja Polri yang bertindak cepat menangkap oknum-oknum pegawai di lingkungan Kemkomdigi yang terlibat judol. Menurutnya, penegakan hukum akan dilakukan secara tegas dan tanpa pandang bulu terhadap siapa pun yang terlibat.

Pelaku judol bukan hanya dari kalangan masyarakat biasa saja namun, para pejabat pun banyak yang terlibat dalam praktik kemaksiatan ini. Mirisnya pelaku jodul juga bukan hanya orang dewasa, anak kecilpun kini terlibat. Berdasarkan catatan PPATK (26-7-2024), ada 168 juta transaksi judol dengan total akumulasi perputaran dana mencapai Rp327 triliun sepanjang 2023. Secara total, akumulasi perputaran dana transaksi judol mencapai Rp517 triliun sejak 2017.

Semua ini menunjukkan bahwa perkara judol bukanlah perkara yang spele, melainkan berbahaya, bahkan sifatnya sudah sistemis. Kasus judol tidak ubahnya lingkaran setan. Era digital yang menjanjikan beragam kemudahan teknologi dan informasi nyatanya bagai pisau bermata dua. Teknologi telah disalahgunakan oleh manusia akibat paradigma kehidupan serba bebas yang menganggap segala sesuatu serba boleh.

Memang benar dalam sistem yang tegak di Indonesia saat ini terdapat aturan hukum yang mengatur judi. Hal ini sebagaimana dalam KUHP Baru atau UU 1/2023 menurut ketentuan Pasal 426 ayat (1) bahwa pelaku judi dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI (Rp2 miliar). Juga Pasal 427 bahwa orang yang menggunakan kesempatan main judi yang diadakan tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak kategori III (Rp50 juta).

Adapun mengenai sanksi bagi pelaku judol secara spesifik diatur dalam UU ITE (UU 1/2024), yakni dalam Pasal 45 ayat (3) yang menerangkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/denda paling banyak Rp 10 miliar.

Meski demikian, nyatanya sanksi dalam hukum positif Indonesia tidak mampu membuat pelaku judi jera. Buktinya pelaku judol semakin hari semakin bertambah hingga membuat masyarakat resah.

Sungguh memalukan dan memilukan, ketika negri yang mayoritas muslim menjadi "surga" bagi judol. Namun tak heran, karna sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Dimana aturan agama dikesampinggkan namun kesenangan dan kebahagiaan diutamakan, halal haram tak jadi acuan. Maka sebanyak apapun aturan yang dibuat oleh sistem kapitalisme sekuler saat ini, tidak akan membuat para pelaku kemaksiatan dan pelaku judol jera.

Maka sudah saatnya kita kembali pada sistem Islam. Sistem yang melindungi masyarakatnya dari segala kemaksiatan termasuk judol yang jelas-jelas Allah haramkan.

Allah Taala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berqurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan setan.Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka berhentilah kamu dari (mengerjakan pekerjaan itu)."(TQS.Al-Maidah [5]:90-91).

Dalam ayat tersebut Allah memposisikan judi sebagai perbuatan setan, Allah juga memerintahkan umat islam untuk menjauhi perbuatan perbuatan yang merugikan, bahkan menjauhi perbuatan tersebut sebagi keberuntungan.

Dalam Islam negara akan melindungi rakyatnya dari segala kemaksiatan termasuk judol. Jika ada yang melakukan kemaksiatan seperti judol, maka negara akan memberikan sansi tegas terhadap pelaku judi berupa ta’zir. Ta’zir yang diberikan beragam bentuknya, di antaranya adalah hukuman cambuk bagi pelaku judi, hukuman maksimalnya, misalnya untuk bandar judi, adalah hukuman mati.

Negara juga akan memblokir situs-situs perjudian dan melakukan perlindungan dalam dunia digital. Dengan terus mengembangkan teknologi, negara akan membuat sistem yang langsung dapat mendeteksi aplikasi yang berbau judi. Selain itu, negara akan memberikan edukasi pada umat tentang haramnya perjudian dengan menguatkan keimanan.

Namun, semua itu hanya bisa terwujud dalam sistem islam kaffah dalam naungan khilafah ala minhajin nubuwwah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak