Maraknya Predator Anak, Bukti Kapitalisme Sistem Rusak




Oleh : Ummu Hayyan, S.P.



Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi mengecam tindakan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap anak berinisial DCN (7) di Banyuwangi, Jawa Timur. Dia memastikan bahwa Kementerian PPPA akan mengawal proses hukum kasus tersebut, sekaligus memberikan pendampingan terhadap keluarga korban. “Kami mengutuk keras kekerasan yang diduga menimpa DCN. Dari awal kejadian, kami sudah ada pendampingan di sana, ada psikolog,” ujar Arifah kepada wartawan. (Minggu, 17/11/2024)
KOMPAS.com.

Rabu, 13 November 2024 telah terjadi peristiwa tragis yang menimpa gadis cilik berusia 7 tahun kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah, Banyuwangi. Dia menjadi korban rudapaksa, korban pencurian (kalung dan gelang emas diambil pelaku), hingga korban pembunuhan. Peristiwa tragis itu terjadi setelah korban pulang sekolah. www.detik.com.
Selain di Banyuwangi, Polres Aceh Utara menangkap tiga pelaku pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap A (14 tahun) warga kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara, Senin, 11 November 2024. Kemudian di NTT,  seorang petani di Kabupaten Ende, NTT, MJA (40 tahun), ditangkap polisi atas dugaan kasus pemerkosaan terhadap seorang anak di bawah umur berinisial  Z (16). regional.kompas.com.
Tak hanya perempuan, anak-anak laki-laki pun rentan menjadi korban pelecehan seksual. Sebanyak 171 kasus dalam 11 bulan terakhir misalnya, terjadi di Jawa Barat.

Tak Ada Ruang Aman untuk Anak

Maraknya predator anak membuktikan bahwa negeri ini gagal memberikan perlindungan serta ruang hidup yang aman dan nyaman bagi anak. Padahal, anak yang masih dalam proses tumbuh kembang seharusnya mendapatkan penjagaan dan perlindungan, baik dari keluarga, masyarakat hingga negara. 

Ada banyak faktor yang menyebabkan predator anak masih berkeliaran di negeri ini. Mulai dari lemahnya keimanan individu masyarakat buruknya standar interaksi yang terjalin di antara masyarakat, hingga peran negara yang minim dalam melindungi warga negaranya. 

Harus diakui, bahwa tidak ada satupun pihak yang memberi dukungan terhadap pembentukan kepribadian Islam atau kepribadian mulia individu masyarakat hari ini. Keluarga hari ini telah menjadi keluarga yang pragmatis yang fokus memenuhi kebutuhan keluarga di tengah sulitnya perekonomian. Ibu yang seharusnya menjadi pendidik generasi ikut menyibukkan diri mencari nafkah hingga melalaikan peran strategisnya tersebut. Demikian pula, lingkungan masyarakat telah teracuni oleh cara pandang hidup sekuler liberal. Peran agama diabaikan dalam kehidupan sehingga standar kebahagiaan berputar pada materi dan kesenangan jasadiyah. 

Perilaku maksiat yang melanggar aturan Allah pun di normalkan sedikit demi sedikit. Tak ada budaya saling menasehati hingga muncul individu-individu masyarakat yang biasa bermaksiat yang pada umumnya diawali dengan maksiat-maksiat kecil yang dibiarkan. Sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan tidak hanya menjadi cara pandang hidup keluarga dan masyarakat, cara pandang ini juga telah diadopsi oleh negara. Alhasil, aturan bernegara lahir dari akal manusia yang sarat dengan kekacauan dan konflik. 

Islam Menjamin Ruang Aman untuk Anak

Tak dapat dipungkiri, Negara memang menunjukkan keprihatinan terhadap maraknya kasus predator anak, namun solusi yang ditawarkan bahkan yang sudah berjalan tidak mampu menyelesaikan persoalan ini. Sebab, pada dasarnya solusi-solusi tersebut tetap didasari oleh sekulerisme. 
Padahal, yang mampu memahami hakikat persoalan manusia dan memberikan solusi yang solutif dan shahih hanyalah pencipta manusia, Allah SWT. Karena itu, aturan Allah lah yang seharusnya dijadikan sandaran dalam menyelesaikan problem manusia. Undang-undang TPKS yang digadang-gadang mampu menyelesaikan kasus kekerasan terhadap anak, nyatanya hingga hari ini belum menunjukkan hasil. Bahkan, tampak Undang-undang ini tidak mampu memberi efek jera terhadap pelaku. Undang-undang ini juga hanya melindungi korban, namun gagal mencegah munculnya pelaku-pelaku predator baru. 

Bukan tanpa alasan, negara yang berasaskan sekularisme menerapkan sistem pendidikan yang membentuk generasi liberal dan materialistik. Atas nama kebebasan, negara juga membiarkan media menayangkan hal-hal yang tidak pantas dan bisa memicu siapa saja memuaskan naluri melestarikan keturunannya atau naluri seksual dengan cara apapun. 

Oleh karena itu, persoalan ini harus dipandang sebagai persoalan sistemik yang membutuhkan solusi sistemik. Yakni, hadirnya negara yang memiliki paradigma shahih dalam menyolusi persoalan umat manusia. Negara tersebut adalah negara khilafah. 

Penerapan sistem pendidikan Islam tersistem dengan memadukan tiga peran pokok pembentukan kepribadian mulia individu masyarakat, yaitu keluarga, masyarakat, dan negara.
Pada pilar keluarga, orang tua berperan penting mendidik anak dengan panduan Islam. Materi tentang jalan menuju iman dan Syariah Islam kaffah harus dipahami oleh anak. Hingga anak paham hakikat kehidupan dan tujuan hidupnya di dunia. Dengan begitu, mereka akan memahami bahwa satu-satunya aturan yang layak dijadikan rujukan dalam beramal adalah aturan Islam semata. 
Hal ini didukung oleh sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang diterapkan dalam khilafah. Sistem pendidikan Islam akan membentuk kepribadian Islam dalam diri rakyat. Penerapan aturan Islam kaffah dalam kehidupan, akan membentuk masyarakat Islami, yakni masyarakat yang memelihara budaya amar ma'ruf dan nahi mungkar.  Alhasil, kemaksiatan sekecil apapun yang nampak di kehidupan umum akan mendapat perhatian masyarakat untuk dinasehati atau dilaporkan pada pihak yang berwenang. Media dalam Islam juga tidak boleh menayangkan hal-hal yang berbau pornografi dan yang melanggar syariat lainnya. 

Syariat Islam telah menentukan batasan baik/buruk dan halal/ haram dalam berperilaku. Inilah yang akan menjadi pegangan masyarakat dalam melakukan amar ma'ruf nahi mungkar.
Selain itu, negara dalam sistem Islam kaffah menerapkan aturan tegas dan sistem sanksi yang bisa memberikan efek jera bagi pelaku kriminal sebagaimana pedofil. Dengan aturan Islam yang komprehensif yang diterapkan di bawah institusi khilafah, maka negara akan mampu melindungi anak dan memberikan keamanan bagi mereka karena masyarakat bersih dari tindak kriminal.
Wallaahu a'lam bish shawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak