Refleksi Hari Guru Dunia: Perlu Revitalisasi Guru


Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)

Guru merupakan profesi mulia yang patut menjadi kebanggaan. Namun beragam fakta angkat bicara terkait keberadaan guru yang tidak lagi dianggap sebagai harta berharga.


Peran Guru Terdestruksi Sistem Rusak

Hari Guru Sedunia yang diperingati setiap 5 Oktober menjadi momentum penting untuk memperbaiki nasib dan masa depan guru. Peringatan tahun ini mengangkat tema 'Valuing Teacher Voices: Towards a new social contract for education’ (menghargai suara guru: menuju kontrak sosial baru untuk pendidikan)'. Tema tersebut diangkat untuk menyoroti pentingnya peran seorang guru dalam sistem pendidikan. Kekuatan dan kecerdasan guru sangat diperlukan agar peran guru dapat memberikan pembinaan dan memanfaatkan potensi terbaik dari setiap anak didiknya.

Peringatan Hari Guru Sedunia telah dicanangkan sejak 1994. Peringatan tersebut merupakan bentuk refleksi penandatanganan Rekomendasi UNESCO/ILO 1966 tentang Status Guru (kompas.com, 5-10-2024). Dengan peringatan tersebut, diharapkan peran guru mampu diperbaiki dan lebih baik lagi. Akan tetapi, peringatan tersebut tidak berbuah manis bagi sebagian besar guru di dunia. Tugasnya yang berat tidak didukung sepenuhnya melalui berbagai regulasi negara. Tengok saja kasus kekerasan yang kian santer terjadi di dunia pendidikan. Guru mestinya mampu menjadi pusat teladan bagi siswa, baik pola pikir maupun pola tindakan. Namun sistem pendidikan yang kini diadopsi justru membuahkan tindakan kekerasan guru yang acapkali dilayangkan pada siswanya.

Memang betul, peraturan terkait perlindungan kekerasan terhadap siswa di lingkup dunia pendidikan telah diatur dalam Permendikbud Nomor 46/2023 terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Namun, penerapannya belum mampu optimal terlaksana. Penerapan yang ada hanya sekedar menggugurkan kewajiban tanpa ada sistem sanksi tegas yang dapat digunakan sebagai pijakan.

Betapa pentingnya tugas dan peran seorang guru. Namun sayang, fakta yang ada jauh panggang dari api. Peran guru dipandang sebelah mata. Apresiasi terhadap jasa guru sangat minim. Dibalik semua peliknya persoalan generasi, anak didik dan kurikulum pendidikan, guru terus berkutat dengan masalah yang kian rumit. Gaji yang tidak layak, dan beragam tekanan yang tinggi yang dialami sebagian besar guru, menjadikan guru tidak mampu optimal menjalankan perannya sebagai pendidik. Apresiasi terhadap guru pun masih berada di bawah standar kelayakan. Guru hanya dianggap sebagai faktor produksi bukan tenaga profesional yang mestinya dihargai. Wajar saja, nasib generasi saat ini berada di ujung tanduk. Keburukan dan kemalangan terus menimpa tanpa solusi pasti.

Inilah dampak diterapkannya sistem sekularisme yang kian brutal. Profesi guru hilang jatidirinya. Sehingga banyak guru yang lupa akan tugasnya sebagai bagian yang harus digugu lan ditiru (baca: menjadi teladan). Kekerasan fisik dan seksual, hingga perbuatan niradab lainnya dipertontonkan oleh sosok guru yang mestinya menjadi teladan generasi.
Revitalisasi peran guru dalam sistem destruksi, hanyalah angan-angan yang berbuah ilusi. Mustahil terjadi. Karena setiap pondasi berpikir disandarkan pada landasan lemah dan menjauhkan aturan agama dari kehidupan. Aturan agama ditinggalkan demi sebuah kebebasan. Hingga akhirnya berujung pada kezaliman.


Strategi Islam dalam Optimasi Peran Pendidik

Islam memiliki sistem pendidikan yang mampu melahirkan guru yang berkualitas, berkepribadian Islam, memiliki kemampuan dan profesionalisme yang baik, serta mampu mendidik siswanya dengan baik. Strategi ini hanya mampu disajikan dalam sistem pendidikan yang menjadikan akidah Islam sebagai pondasi utama. Inilah sistem Islam yang berinstitusikan khilafah. Satu-satunya sistem yang menjanjikan harapan dan solusi berbagai masalah, termasuk masalah pendidikan.
Nasehat indah dari Imam Syafi'i terkait pentingnya ilmu dan para penuntut ilmu.
"Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan".

Sejarah Islam mencatat apiknya masa pendidikan pada masa penerapan hukum syariat Islam. Islam menempatkan para pendidik dan setiap orang yang mengajarkan ilmu sebagai golongan mulia dan terhormat. Karena dengan ilmu pengajaran yang mumpuni, akan terlahir generasi tangguh penuh iman serta mampu membawa negara menuju gemilangnya peradaban.

Islam juga sangat menghormati dan memuliakan peran guru. Salah satunya dengan memberikan gaji yang tinggi. Misalnya, pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, guru digaji hingga 15 dinar/bulan (1 dinar = 4,25 gram emas) setiap bulannya. Berdasarkan harga emas saat ini (per Oktober 2024), yakni 1 gram emas adalah Rp1,321 juta, maka gaji guru Rp 83,640 juta per bulan. Fantastis. Dengan gaji dan apresiasi yang layak, peran guru akan optimal dalam mendidik generasi.

Sistem Islam-lah satu-satunya sistem yang mampu menjadikan guru sebagai tonggak mulianya peradaban. Revitalisasi peran guru niscaya terwujud dalam pondasi hukum syarak yang utuh dan menyeluruh. Peran guru dikembalikan sebagai aspek vital suatu negara yang mampu membawa kemajuan bagi generasi dan kehidupan.
Wallahu'alam bisshowwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak