Oleh Ummu Nusaibah
Akhir-akhir ini begitu banyak berita berseliweran di media sosial terkait hilangnya nurani seorang ibu kepada anaknya. Ramai pemberitaan tentang perempuan-perempuan yang menyandang status ibu yang tidak layak untuk disebut sebagai ibu karena sikap mereka yang jauh dari sikap welas asih/penyayang, lembut, melindungi, menjaga dan lain sebagainya. Kita disuguhkan oleh berita yang membuat hati siapapun menjadi pilu, marah, kecewa dengan sikap yang dilakukan perempuan tersebut.
Sebut saja, seorang ibu muda tega membunuh anak tirinya disebuah rumah di kawasan Pontianak Kalimantan Barat pada sabtu siang hari(24/08/2024). Polisi mengungkapkan bahwa korban bernama Nizam Ahmad Alfahri (6) dibunuh oleh ibu tirinya sendiri. Kondisi korban begitu mengenaskan terbungkus dalam karung pada Kamis malam(22/08/2024). Diduga pelakunya adalah ibu tiri sang korban, karena merasa cemburu karena ayah korban lebih perhatian kepada korban dibandingkan adiknya.
Tidak berapa lama, ramai kembali berita mengenai seorang remaja perempuan di Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep dirudapaksa oleh J Kepala Sekolahnya sendiri. Tragisnya, sang ibu kandung lah yang mengantarkan remaja tersebut kepada J sehingga perbuatan nista tersebut terjadi. Sang Ibu dengan tega mengantarkan sang anak ke jurang kehancuran. Kembali kita mengurut dada melihat hal ini terjadi lagi. Predikat Ibu saat ini benar-benar buruk karena faktanya banyak ibu-ibu yang kehilangan hati nurani dan fitrahnya karena melakukan kejahatan dan kemaksiatan.
Sungguh realitas ini benar-benar diluar nalar. Ibu yang seharusnya menyayangi, mendidik, menjaga dan melindungi anak-anaknya justru menjadi pelaku kejahatan bagi anak-anaknya. Hal ini menunjukan hilangnya nurani seorang ibu, bahkan nurani tersebut telah mati.
Banyak faktor mengapa seorang ibu tega bertindak keji terhadap anaknya, diantaranya adalah tidak adanya ketakwaan pada diri sang ibu. Secara etimologi, takwa adalah hati-hati, waspada, mawas diri dan memelihara keimanan. Maksudnya adalah seorang manusia (apalagi seorang ibu) mestilah senantiasa waspada dan mawas diri, menjaga keimanan dan menjaga dirinya dari kemurkaan dan azab Allah. Jika iman sudah tak ada, manusia berbuat sesuka hati, hawa nafsu yang berkuasa. Sehingga apapun dilakukan tak peduli sang anak kehilangan nyawa ataupun kehormatannya.
Kehidupan kita saat ini jauh dari aturan Ilahi. Sekularisme begitu mendarah daging dikehidupan masyarakat. Sekularisme menjauhkan individu dari ketaatan kepada Allah. Tentu hal ini berdampak pada kehidupan bermasyarakat. Halal dan haram tidak lagi menjadi standar kehidupan. Manusia berbuat sesuka hati. Orang menjadi mudah berbuat keji demi materi dan memenuhi hawa nafsu. Sehingga ada ibu yang tega menjual anaknya demi materi dan ada ibu melukai anaknya.
Negara pun turut berperan memberikan sanksi yang membuat pelaku kejahatan tidak jera dan mengulangi kejahatannya. Akhirnya orang tidak takut melakukan kejahatan karena sanksi yang diberikan tidak membuatnya jera. Sehingga kejahatan terus terjadi seolah tak ada habisnya.
Inilah potret kehidupan negeri yang jauh dari aturan Ilahi. Aturan kehidupan diserahkan kepada manusia yang serba lemah, terbatas, segala sesuatu dinilainya dengan materi membuat manusia berbuat sekehendak hawa nafsunya dan mendatangkan kerusakan untuk dirinya dan oranglain. Berbeda dengan Islam, kedaulatan ada di tangan Syara. Allah yang berhak membuat hukum, bukan manusia.
Oleh karena itu sudah selayaknya kita sebagai manusia membutuhkan sang Pencipta sebagai al Khaliq dan al Mudabbir (Pencipta dan Pengatur) Mengembalikan aturan kepada Tuhan Semesta Alam yaitu Allah SWT, yang membawa kebaikan bagi seluruh alam. Wallahu'alam bis ash shawab.
Tags
Opini
