Oleh : Rina Setiawati
(Pemerhati Remaja)
Serangan zionis Yahudi terhadap Palestina bukanlah sesuatu yang baru terjadi belakangan ini. Tercatat sejak tahun 1897 yang bermula dari gagasan Theodor Herzl, bapak zionis internasional yang menginginkan pendirian negara Yahudi. Melalui Herzl, zionis mencoba meminta wilayah Palestina kepada Khalifah Sultan Abdul Hamid II tetapi beliau menolak mentah-mentah. Tak pantang menyerah, mereka melakukan berbagai strategi hingga runtuhnya Khilafah Utsmani pada tahun 1924 dan terjadi eksondus besar-besaran komunitas Yahudi dari berbagai wilayah di dunia ke Palestina.
Hal tersebut berlanjut hingga puncaknya tahun 1948 negara Israel dideklarasikan atas sokongan Inggris dan PBB. Hingga saat ini zionis Yahudi terus melakukan pembantaian bahkan genosida kepada warga Palestina hingga Rafah yang menjadi benteng terakhir kaum muslimin turut dihancurkan.
Hal tersebut mengundang perhatian publik. Tidak hanya masyarakat muslim yang bersuara, masyarakat non muslim ikut menyuarakan aspirasinya dengan landasan kemanusiaan. Berbagai cara mulai dari aksi bela Palestina, pengumpulan dana, protes massal melalui sosial media, pemboikotan produk yang mendukung gerakan zionis yahudi hingga kecaman dari para penguasa negeri dilakukan hingga saat ini.
Ketua DPR RI, Puan maharani dalam pidatonya di forum Parlementer Indonesia Afrika (IAPF) 2024 di Nusa Dua, Bali menyuarakan keinginannya utuk menghentikan perang di Palestina. Puan mengingatkan peran parlemen untuk berkontribusi dalam menyelesaikan persoalan global dengan menolak cara kekerasan dalam menghasilkan perdamaian termasuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Hal yang sama juga diutarakan oleh Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi. Dalam kasus Palestina, parlemen memegang peran penting dalam menggunakan jaringan parlemen untuk memobilisasi tekanan publik internasional untuk mengakhiri agresi dan genosida di Palestina, ujar Retno.
Semua hal yang dilakukan untuk membela palestina sampai detik ini belum dapat mengurangi atau bahkan menghentikan serangan zionis ke Palestina. Justru pada kenyataannya serangan yang dilakukan zionis semakin brutal, tidak beradab dan tidak manusiawi. Alih-alih membaik, kondisi Palestina kian hari semakin memburuk. Aksi, boikot, seruan bahkan kecaman yang dilakukan oleh penguasa negeri sejatinya tidak menjadi solusi untuk Palestina. Bahkan seruan dan kecaman tersebut sejatinya terlalu klise dan tidak lebih dari sekedar pencitraan.
Apabila ditelisik lebih jauh, sejatinya konflik Palestina dengan zionis Yahudi adalah pendudukan dan perampasan negara oleh musuh Islam. Para penjajah negara-negara Barat telah bersekongkol melahirkan negara ilegal Israel. Maka sangatlah tidak mungkin apabila negara Barat netral bahkan berpihak dalam menyelesaikan masalah Palestina. Faktanya sampai saat ini berbagai kecaman yang dilayangkan oleh dunia internasional, termasuk PBB selaku organisasi global hanyalah menjadi angin lalu.
Dengan demikian, solusi Palestina juga mustahil bersumber dari sistem demokrasi kapitalisme ini. Hegemoni sistem kapitalisme saat ini membuat negara kapitalis bisa meletakkan penguasa anteknya di negeri muslim, sehingga sekalipun bibir penguasa-penguasa muslim itu mengucapkan kecaman dan seruan untuk menghentikan genosida, namun sikap mereka justru bermanis muka di depan zionis.
Mereka justru membuka hubungan diplomatik dan hubungan normalisasi dengan zionis. Disisi lain, penguasa muslim harus tunduk pada hukum maupun perjanjian internasional yang membuat mereka mencukupkan diri dengan hanya memberi seruan dan kecaman.
Kekejaman terhadap palestina dapat diselesaikan secara tuntas hanya dengan solusi islam.
Solusi tercepat untuk menuntaskan krisis Palestina adalah bantuan berupa pasukan militer oleh negeri-negeri muslim yang terdekat. Jadi sikap yang seharusnya dipilih oleh pejabat atau penguasa negeri muslim adalah mengirimkan tentara atau pasukan ke Palestina untuk memerangi dan mengusir zionis bukan hanya kecaman belaka. Tindakan tersebut juga dilakukan oleh Panglima Salahuddin Al Ayyubi ketika merebut kembali Palestina dari pasukan salib.
Pengiriman pasukan militer hanya dapat terjadi apabila negara menerapkan sistem islam secara kaffah. Negara dalam hal ini berperan penting dalam menanamkan sikap umat terhadap saudara sesama muslim, terlebih yang dijajah seperti palestina. Negara akan membina setiap rakyatnya untuk memiliki kesadaran politik islam melalui sistem pendidikan berbasis aqidah islam.
Sistem pendidikan islam memiliki 2 tujuan salah satu diantaranya yaitu membangun kepribadian islam yakni pola pikir (aqliyah) dan jiwa (nafsiyah). Dengan kepribadian islam inilah, setiap muslim akan memahami kewajiban melakukan dakwah dan jihad untuk melawan penjajah hingga akhirnya palestina bisa dibebaskan dari Zionis secara hakiki. Inilah solusi tuntas islam melakukan tindakan untuk kemerdekaan Palestina bukan hanya dengan memberi kecaman sebagai pencitraan.
Wallahu alam bish-shawab
Tags
Opini
