Palestina Membutuhkan Tentara, Bukan Seruan dan Kutukan




Oleh: Nurleni (Guru)



Sungguh ini adalah kebiadaban yang nyata, serangan terhadap saudara kita di Palestina terus terjadi, bahkan semakin brutal dan tidak manusiawi, saudara kita dibantai tanpa henti.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puan Maharani menyuarakan keinginannya untuk menghentikan perang di Palestina dan daerah konflik lainnya. Pidato itu disampaikan di hadapan puluhan delegasi negara-negara Afrika dalam Forum Parlementer Indonesia Afrika (IAPF) 2024 di Nusa Dua, Bali, Minggu (1/9/2024).

IAPF merupakan forum parlemen Indonesia dengan negara-negara Afrika.
Retno juga menegaskan peran parlemen untuk memobilisasi tekanan publik internasional dalam upaya mengakhiri genosida di Palestina.

Seruan demi seruan sudah lama di gaungkan oleh berbagai pejabat atau penguasa diberbagai negeri muslim baik itu secara personal maupun atas nama kekuasaannya. Bahkan dilakukan oleh mahkamah level internasional. Namun semuanya tidak mampu menghentikan serangan zionis ke Palestina. Justru semakin brutal, tidak beradab, dan tidak manusiawi, bahkan Rafah sebagai benteng terakhir pun dihancurkan.

Jadi, jika fakta sudah jelas menunjukkan demikian namun para pejabat dan penguasa negeri muslim hanya sekedar melakukan seruan maka bisa dikatakan ini adalah seruan rasa pencitraan.

Secara fakta pendudukan zionis di Palestina atas bantuan dan dukungan dari barat sebagai negara pemegang ideologi kapitalisme. Maka mereka akan terus dipelihara untuk menjaga kepentingan di tanah kaum muslimin.

Sejatinya hakikat permasalahan Palestina wajib diketahui agar solusi yang dilakukan benar. Salah satunya bahwa Palestina adalah negeri milik umat Islam, yang dirampas oleh zionis maka solusinya adalah dengan merebut kembali.

Tugas membebaskan Palestina ini adalah urusan kaum muslimin dimanapun berada.
Inilah yang dilakukan oleh Sholahuddin al Ayyubi ketika merebut kembali Palestina dari pasukan salib, begitupun Sultan Abdul Hamid II melindungi tanah Palestina dengan maksimal dan optimal dari Theodor Herzl yang bermimpi mendirikan negara zionis di Palestina.

Seharusnya ini yang dilakukan seorang muslim yang diberi amanah kekuasaan untuk menolong saudara seakidah di Palestina. Namun ini tidak dilakukan oleh penguasa kita hari ini, mereka sibuk dengan kepentingannya masing-masing.

Mereka melakukan seruan dan kecaman hentikan genosida, namun bermanis muka didepan zionis bahkan membuka hubungan diplomatik. Kalaupun bukan antek negara kapitalisme penguasa muslim harus tunduk dengan perjanjian internasional.

Selain itu perasaan nasionalisme terus ditanamkan oleh Barat, kaum muslimin di sekat-sekat menjadi beberapa negara bagian, sehingga menimbulkan sikap tidak peduli.

Hukum syariat terhadap penjajahan jelas dengan melakukan jihad fiisabilillah untuk mengusir mereka dari wilayah kaum muslimin.

Selain itu Islam membangun kekuatan ukhuwah atas dasar akidah tidak memandang suku, etnis, ras. Selama mereka bersyahadat maka mereka adalah saudara sesama muslim.

Islam punya metode sendiri dalam menyelesaikan masalah ini, tentunya tidak butuh forum-forum internasional yang penuh formalitas.

Solusi strategis agar semuanya bisa dilakukan adalah dengan tegaknya daulah Islam yang akan menjalankan politik luar negeri dengan jihad fii sabilillah, negara berperan penting menanamkan sikap ukhwah Islamiyah, membina umat untuk memiliki kepribadian Islam yakni pola pikir dan pola jiwa karena dengan inilah setiap muslim akan selalu menyeru pada kebenaran melalui berbagai cara sampai Palestina bisa dibebaskan.

Tegaknya khilafah inilah harus menjadi kesadaran umum, dan rasa butuh ditengah kaum muslimin di manapun berada.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak