Oleh. Fatinah Rusydayanti
(Aktivis Muslimah)
Ada-ada saja kebijakan yang dibuat pemerintah saat ini. Menjelang habisnya masa jabatan, pemerintah malah membuat kebijakan pemberian alat kontrasepsi untuk pelajar dan remaja. Bukankah masih banyak masalah penting yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah?
Pada 26 Juli 2024, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). PP ini terdiri dari 1072 pasal, ditambah penjelasannya, dengan total 172 halaman.
Dilansir dari sehatnegeriku (26-7-2024), secara lebih rinci, Menteri Kesehatan, Budi menjabarkan ketentuan teknis yang diatur dalam 1.072 pasal, meliputi penyelenggaraan upaya kesehatan, aspek teknis pelayanan kesehatan, pengelolaan tenaga medis dan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, serta teknis perbekalan kesehatan serta ketahanan kefarmasian alat kesehatan.
Sejumlah reaksi penolakan mengemuka akhir-akhir ini. Mulai dari masyarakat biasa, organisasi kemasyarakatan hingga tokoh masyarakat mulai melayangkan kritik. Bahkan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menilai PP tersebut tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama. Dia menekankan pentingnya konseling khususnya edukasi mengenai kesehatan reproduksi melalui pendekatan norma agama dan nilai pekerti luhur yang dianut budaya ketimuran di nusantara.
Merespon dari kritik dan penolakan dari masyarakat, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, menjelaskan penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil. Syahril juga menambahkan agar masyarakat tidak salah persepsi dalam menginterpretasikan PP tersebut, aturan itu akan diperjelas dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai aturan turunan dari PP tersebut.
Sementara itu menurut KH. M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, MSI (Founder Institut Mu’amalah Indonesia), tidak ada satu pun pasal yang menyatakan pemberian alat kontrasepsi hanya untuk remaja yang sudah menikah. Oleh karena itu, solusinya bukanlah mengeluarkan Permenkes yang merinci PP 28/2024, melainkan membatalkan PP 28/2024 (tempo, 1-8-2024).
Bercermin dari Negara Sekuler
Negara-negara maju yang telah lama membebaskan alat kontrasepsi bagi remaja, ternyata memiliki segudang masalah. Amerika Serikat adalah negara dengan tingkat kehamilan tertinggi pada usia remaja. Berdasarkan fakta yang dipaparkan di laman prochoicewisconsin.org, tingkat kehamilan akibat kecelakaan pada 1000 wanita berusia 15-19 tahun bisa mencapai 75,4 persen, yang tentu saja kehamilan tanpa rencana itu ternyata berdampak negatif. Merasa tidak siap, baik dari segi jasmani dan rohani banyak yang memutuskan untuk melakukan aborsi secara ilegal.
Tentu praktik aborsi tersembunyi ini tidak bisa dikatakan sebuah penyelesaian masalah. Karena hingga saat ini, banyak sekali remaja putri yang meregang nyawa akibat kesalahan prosedur aborsi. Belum lagi dengan angka penyakit menular seksual yang cukup tinggi pada remaja.
Negara lain, Jepang misalnya, yang menjadi salah satu negara dengan minimum usia untuk legal berhubungan seks yang cukup muda, yakni 13 tahun yang kemudian pada tahun 2017 dinaikkan menjadi 16 tahun. Saat ini kesulitan dalam menangani angka kriminal predator anak. Tak kalah Inggris juga menjadi salah satu negara dengan tingkat kehamilan anak luar nikah oleh gadis bawah umur juga menjadi satu epidemi yang semakin menjadi-jadi di negara tersebut (opa.hhs.gov, 2020)
Masih banyak negara maju lainnya yang juga mengalami hal serupa. Mereka mengklaim hal tersebut terjadi karena kurangnya edukasi terkait seks pada remaja. Padahal negara-negara tersebut telah menerapkan pendidikan seksual pada kurikulum pendidikannya, namun juga ternyata tidak dapat membendung masalah seks pada remaja. Berbagai upaya edukasi juga terus digencarkan dengan berbagai inovasi, yang terkadang menimbulkan masalah baru lagi, seperti menurunnya tingkat kelahiran pada negara Jepang, Korea Selatan, Cina dan Amerika Serikat.
Pandangan Islam
Zina merupakan salah satu bentuk dosa besar, sehingga Islam juga punya upaya untuk mencegahnya. Pendidikan seks dalam Islam dilakukan dengan preventif, yaitu dengan proses pencegahan misal pemisahan komunitas perempuan dan laki-laki dalam ranah pribadi, larangan berkhalwat (berdua-duaan) antara laki - laki dan perempuan yang bukan mahram, menjaga pandangan, aturan berpakaian, dan lain-lain. Hal ini harus dibangun atas landasan akidah, sehingga setiap individu secara sadar memahami bahwa untuk memenuhi naluri seksualnya (gharizah nau) haruslah dengan cara yang dibenarkan syariat.
Adapun negara wajib mewujudkan kemaslahatan masyarakat dan menjaga agama merupakan kewajiban dalam Agama yang seharusnya diterapkan oleh negara dan tidak boleh dilalaikan sedikit pun. Negara berperan sebagai ra’in yang mengurusi setiap urusan masyarakat termasuk dalam membina moral.
Negara menerapkan langkah preventif dan juga sanksi yang tegas dalam upaya membentuk generasi yang mulia. Pertama, dalam hal edukasi, haruslah mengembalikan hakikat pendidikan yang sejatinya yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan yang diridai Allah Swt. Pelajar dibentuk agar memiliki kepribadian Islam yakni pemikiran dan tindakannya senantiasa dikaitkan dengan hakikatnya sebagai hamba Allah, sehingga mampu untuk mengaitkan segala perbuatannya dengan halal dan haram.
Kedua, dalam pergaulan, suasana yang terbangun adalah lingkungan yang islami. Adanya pemisahan komunitas laki-laki dan perempuan dalam ranah pribadi difasilitasi oleh negara, negara juga mengawasi perilaku masyarakat. Suasana amar ma'ruf nahi mungkar dibangun di lingkungan masyarakat, sehingga ada aktivitas saling menasehati yang terbangun di antara masyarakat. Negara juga memastikan konten media yang beredar. Media digunakan untuk edukasi pada masyarakat, sehingga konten yang terindikasi mengajak pada maksiat tidak akan diizinkan beredar.
Ketiga, jikalau masih ada yang tetap melanggar maka sanksi tegas akan berlaku. Dalam kitab Nizhamul al-Uqubat, pelaku zina yang belum menikah akan dicambuk 100 kali dan bagi yang sudah menikah maka akan dihukum rajam sebagimana dalam QS An-Nur ayat 2.
Islam merupakan sistem sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan secara menyeluruh, yang telah terbukti kejayaannya secara historis. Akan tetapi lengkapnya pengaturan sistem Islam ini tidak akan bisa sempurna dengan hanya dijalankan oleh individu semata, melainkan harus diterapkan menyeluruh oleh tiga pilar yakni individu, masyarakat dan negara.
Wallahu a’lam bishawab.
