Oleh : Rahma Al-Tafunnisa
Globalisasi saat ini telah merambah cepat ke seluruh pelosok dunia, tak terkecuali Indonesia yang merupakan negara berkembang. Perkembangan teknologi yang semakin pesat menimbulkan dampak adanya globalisasi informasi, mode, serta menjamurnya perangkat media masa dan elektronik, seperti televisi, internet dan alat komunikasi yang mengakibatkan perubahan prilaku dan gaya hidup masyarakat Indonensia.
Seperti yang disampaikan Dr. Entin Jumantini, selaku peneliti dibidang modernitas khususnya di lingkungan siswa, Dr. Entin mengatakan bahwa siswa dengan anggaran yang tinggi justru mengalokasikan lebih banyak dana untuk kebutuhan pengeluaran lainnya yang lebih bersifat tersier dan kesenangan semata, seperti menonton bioskop, menonton konser, belanja, serta bertamasya. Sehingga pada akhirnya, perilaku konsumsi pada siswa kurang memperhatikan skala proiritas dan cenderung tidak rasional.
Terkait perilaku konsumsi siswa, pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini berimplikasi pada kemampuan siswa mengelola informasi guna membuat keputusan ekonomi yang cerdas dan terindikasi dari kemampuan meracik sumber daya yang dimiliki untuk menciptakan benefit. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Entin Jumantini mengangkat masalah tentang pengaruh modernitas individu, lingkungan sosial, dan literasi ekonomi terhadap gaya hidup dan implikasinya pada perilaku konsumsi siswa dengan subjek penelitian berupa siswa SMK Bidang Studi Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung.
Penelitian ini bertujuan mempelajari, mengukur, dan menganalisis pengaruh modernitas individu dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei, sedangkan teknik analisis data yang digunakan berupa analisis model persamaan struktural atau Structural Equation Modelling (SEM). Dalam disertasinya ini, Dr. Entin Jumantini menyarankan terhadap perilaku seseorang yang diantaranya bahwa segera memperbaiki sikap dan mulai menanamkan nilai-nilai ekonomi dan menjadi konsumen yang cerdas dan kritis, sehingga pola konsumsi yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan.
Pelaku seperti di atas baru terlihat dari lingkungan siswa/pelajar. Mereka lebih senang membelanjakan uang mereka untuk hal-hal yang bersifat tersier. Belum lagi kita melihat perilaku konsumtif dalam lingkungan masyarakat, seperti kita lihat kehidupan para artis yang otomatis ditiru oleh kebanyakan orang. Gaya hidup serba mewah dan mahal yang membuat mereka lalai akan hakikat mereka diciptakan di dunia ini. Mereka hanya fokus pada bagaimana caranya memuaskan hawa nafsu mereka, tanpa berpikir perilaku boros yang dapat melalaikan mereka.
Lihat saja bagaimana masyarakat sekarang dalam meniru, dari makanan yang serba mewah, pakaian yang harus bermerek, tas mahal yang tak tertandingi harganya, serta kendaraan yang bergonta-ganti setiap tahunnya. Inilah perilaku konsumtif yang berlebihan, dan perilaku ini sangat tidak disukai oleh Rasulullah. Bahkan Rasulullah sangat menganjurkan umatnya untuk hidup sederhana. Seperti sabdanya "Rasulullah Saw. tidak pernah merasakan kenyang karena makan roti atau kenyang karena makan daging, kecuali jika sedang menjamu tamu (maka beliau makan sampai kenyang)" (HR. Tirmidzi). Bahkan terkadang kebanyakan orang tidak memedulikan bagaimana cara mendapatkan keinginan mereka, apakah dengan cara yang halal atau haram.
Padahal Rasulullah sudah mengingatkan dalam sabdanya "Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak peduli lagi dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram." (H.R. Bukhari). Begitu mengerikan hidup dalam sistem Kapitalis sekarang ini. Manusia berlomba-lomba untuk memenuhi gaya hidup, bukan justru berlomba-lomba untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
Pangkal dari persoalan ini adalah paham Kapitalisme sekularisme yang ada di tengah-tengah masyarakat. Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama (Islam) dari kehidupan. Sekularisme mengajarkan bahwa aturan agama hanya berlaku pada ranah individu, khususnya ibadah mahdah saja. Sebaliknya, aturan-aturan agama harus dijauhkan dari ranah sosial, ekonomi, politik, pemerintahan, hukum dll.
Paham sekularisme pula yang menjadikan perilaku manusia khususnya remaja ini lepas dari nilai-nilai Islam. Yang menjadi arus justru gaya hidup permasif (serba boleh tanpa mengenal halal dan haram) dan gaya hedonis (ingin enak dan senangnya saja). Jadilah kebebasan berperilaku yang menimbulkan persoalan. Seperti zina, hubungan di luar nikah, hingga terkait suka mengkonsumsi barang namun tidak dipakai, dengan dalih hanya menjadikan barang tersebut sebagai atribut atau pajangan semata. Ini efek dari gaya hidup yang liberal, semua diperbolehkan dalam sistem ini.
Dari sinilah relevansi sangat nyata pentingnya Islam diperjuangkan, karena melihat kondisi negeri ini yang begitu memprihatinkan. Fakta di atas yang kami paparkan hanya berkaitan dengan gaya hidup yang berbentuk mengkonsumsi barang secara berlebihan, yang mana Islam tidak menyukai perkara berlebihan. Belum lagi fakta-fakta yang lainnya terkait seks bebas, narkoba, kekerasan terhadap perempuan, liberalisasi migas, dan kerusakan-kerusakan lainnya yang mengharuskan Islam menyelesaikan seluruh permasalahan yang ada.
Sampai kapan kita harus terjebak pada euforia yang disuguhkan sistem ini. Pemuda kita yang sedang asik dan terlena dengan gaya hidup mereka, bukannya justru menjadi agen perubahan yang bisa mengubah dunia menjadi lebih baik. Oleh karena itu, diharapkan akan muncul ruh dan semangat yang bergelora untuk memperjuangkan Islam demi kebaikan bersama. Kaum muslimin harus kembali menjalankan peranannya sebagai ibu pendidik generasi dan pengatur rumah tangga, juga tidak mengabaikan peran di tengah umat dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar (QS at Taubah :71).
Wallahu a'lam bi ash-shawab
