Oleh: Nahra Arhan, Pelajar Kota Bogor
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah segala bentuk ancaman, pelecehan, dan kekerasan antara dua orang yang terikat dalam hubungan pernikahan atau anggota keluarga lain, misalnya anak.
Siapa pun berpeluang menjadi pelaku atau korban KDRT walaupun kenyataannya sebagian besar korbannya adalah wanita. Di sisi lain, pria juga bisa menjadi korban kekerasan, terutama pria dalam hubungan sesama jenis. Situasi ini bisa menjadi lebih sulit bagi pria karena mereka tidak ingin disebut lebih lemah dari pasangannya.
Ancaman dengan senjata yang berujung pada kematian adalah risiko terbesar yang dapat muncul jika KDRT tidak dihentikan. Tanda akibat kekerasan fisik dalam rumah tangga dapat terlihat dengan mudah, misalnya berupa luka dan memar.
Kekerasan dalam rumah tangga yang menyerang psikologis akan meninggalkan luka batin dan rasa tidak percaya diri, yang sampai memicu trauma, stres, atau depresi. Ada kalanya korban KDRT bahkan tidak sadar bahwa dirinya sedang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Beruntunnya kasus KDRT pada akhir-akhir ini tentu disebabkan oleh banyak faktor. Bagaimanapun, alam hidup sekularisme telah menjadi lahan subur bagi masyarakat untuk berbuat tanpa terikat aturan Allah Ta'ala. Ini tidak perlu dibantah lagi.
Memang benar, tindak kriminal kepada sesama anggota keluarga bisa saja berawal dari buruknya pola interaksi di antara mereka. Mereka mungkin tidak dekat satu sama lain, meski bisa juga justru karena interaksinya sangat/terlalu dekat.
Namun, satu hal yang pasti, interaksi tersebut tidak bisa berpijak sebatas pada landasan perasaan maupun interaksi kemanusiaan. Interaksi tersebut haruslah berlandaskan kesadaran akan hubungan dengan Sang Khalik, Allah Taala.
Tanpa melibatkan keberadaan Allah, interaksi tersebut akan mudah menimbulkan rasa kecewa dan terluka. Tidak heran jika peluang bagi dampak berikutnya adalah tindak kriminal kepada sesama anggota keluarga. Ini karena berharap kepada manusia tentu jauh berbeda dengan harapan kepada Allah.
Allah berfirman, “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (QS Al-Ankabut [29]: 41).
Ditengah sistem sekular-kapitalis ini semestinya kita lebih banyak bermuhasabah, terutama kepada sesama anggota keluarga yang tidak lain adalah orang-orang terdekat kita. Islam telah memberikan penuntun perihal interaksi sahih di tengah keluarga ini.
Dalam hadits disebutkan, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku orang yang paling baik kepada keluargaku.” (HR Tirmidzi).
Demikianlah semestinya prinsip interaksi di tengah anggota keluarga, yakni dalam rangka mewujudkan interaksi yang sahih berdasarkan aturan Islam. Tidak semestinya hubungan antaranggota keluarga dibangun atas landasan manfaat ataupun materi. Interaksi seperti ini tidak akan bertahan lama, tetapi cepat atau lambat malah bisa merenggangkan hubungan keluarga.
Selain interaksi sahih tersebut, suatu keluarga muslim juga membutuhkan lingkungan tempat tinggal yang kondusif sehingga tidak memicu konflik sosial maupun pergaulan yang tidak sehat bahkan membahayakan perempuan dan anak. Misalnya, lingkungan tempat tinggal yang lekat dengan pergaulan bebas, atau malah pusatnya pelanggaran hukum syarak seperti maraknya praktik kemusyrikan, lokalisasi prostitusi, banyak yang minum khamar, termasuk kental dengan berbagai muamalah yang tidak syar’i (riba, perjudian, dan pinjol).
Langkah berikutnya yang paling efektif tentu dengan tegaknya negara yang menerapkan aturan Islam kafah, sebagaimana Khilafah Islamiah. Di sini, Khilafah berwenang menjamin sistem keamanan warga, juga melindungi hak hidup mereka, sehingga meminimalkan terjadinya tindak kriminalitas di tengah masyarakat.
Khilafah berperan penting untuk menjaga suasana hidup masyarakat yang ideal dan kondusif berdasarkan syariat Islam sehingga menyuburkan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Khilafah juga membina warga dengan akidah Islam sehingga membuahkan ketakwaan dan ketaatan.
Tags
Opini
