DARURAT KDRT MENDERA, SEKULERISME RUSAK BANGUNAN KELUARGA



 
                   Oleh : Ummu Aqeela
 
Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) sedang jadi perhatian publik, usai kasus yang dialami oleh mantan atlet anggar Cut Intan Nabila terkuak lewat media sosial pribadinya. Perempuan lainnya yang menjadi korban KDRT ikut mengadu nasibnya dengan meminta bantuan sebuah akun agar memviralkannya di media sosial.
"KALAU SUDAH SEPERTI INI, KORBAN HARUS MINTA BANTUAN KMN LAGI GUYS???," tulis akun @jkt.spot di Instagram pada Rabu malam, 14 Agustus 2024.
 
Dari pesan yang diterima akun tersebut terungkap tentang seorang istri PNS yang ditendang dan dipukul berkali-kali saat sedang memangku anaknya. Setelah menendang dan memukul, korban pindah posisi di samping, kemudian memukuli tangann istrinya.
 
Korban KDRT ini menginformasikan kejadian sudah sering dialaminya. Ia juga sudah membuat pengaduan ke instansi terkait dari tahun lalu. Namun sampai sekarang perempuan yang masih dirahasiakan identitasnya tersebut belum mendapat keadilan dan perlindungan. (Liputan6, 15 Agustus 2024)
 
Tindakan KDRT, seperti memukul, menampar, dan sebagainya, biasanya diawali pertengkaran yang dipicu banyak hal, misalnya masalah ekonomi, hubungan suami istri yang tidak harmonis, adanya orang ketiga, dan lainnya. Kaum feminis dengan ide kesetaranan gendernya memandang bahwa akar masalah KDRT adalah adanya ketaksetaraan laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Posisi laki-laki sebagai pemimpin bagi perempuan dipandang menjadikan perempuan sebagai pihak yang lemah sehingga menjadi korban kekerasan laki-laki.
 
Tentu ini cara berpikir yang salah. Apakah kepemimpinan laki-laki menjadikan mereka bisa melakukan kekerasan dan semena-mena terhadap perempuan? Jika demikian halnya, bagaimana dengan kepemimpinan lainnya, seperti kepemimpinan organisasi, perusahaan atau bahkan negara? Apakah ini berarti setiap pemimpin pasti akan melakukan tindakan otoriter terhadap yang dipimpinnya? Jelas tidak.
 
Jika telusuri secara mendalam, kekerasan yang terjadi pada perempuan, baik di rumah tangga, tempat kerja, atau dimana pun, sebenarnya muncul karena tidak adanya perlindungan terhadap perempuan, baik oleh negara, masyarakat, maupun kelurga. Hal ini muncul karena tidak adanya pemahaman yang jelas tentang hak-hak dan kawajiban negara, masyarakat, ataupun anggota keluarga.
 
Muncul dan berkembangnya sistem sekulerisme kapitalisme di tengah umat mengakibatkan kaum muslim kehilangan gambaran nyata tentang kehidupan Islam yang sesungguhnya. Akhirnya, posisi Islam yang seharusnya menjadi acuan atau landasan berpikir dan bertingkah laku, digantikan oleh pemikiran kapitalisme.
 
Corak kehidupan sekularisme kapitalisme ini juga membuat kaum muslim bingung menyelesaikan permasalahan yang muncul di tengah mereka. Corak hidup ini hanya mengagungkan nilai-nilai kemanusiaan yang semu, tidak memiliki nilai-nilai dan tolok ukur yang jelas dan baku sebagai pijakan untuk menilai sesuatu dan perbuatan.
 
Berbeda dengan sistem Islam, Islam sudah memberikan seperangkat aturan dalam rangka memuliakan perempuan sekaligus berbagai bentuk larangan melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan. Dalam Islam perempuan benar-benar terjaga dan terjamin kemuliaannya, penghargaan dan kemuliaan itu terwujud dalam pengaturan hak dan kewajiban bagi perempuan, sehingga seorang laki-laki tidak dibenarkan mengklaim dirinya memiliki derajat lebih tinggi dibandingkan perempuan, terkecuali ia mengunggulinya dalam segi ketakwaan.
 
Adanya perbedaan peran dan kehidupan antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga adalah wujud harmonisasi dan sinergi antara laki-laki dan perempuan dalam memainkan peran masing-masing sesuai fitrah yang Allah tetapkan. Aturan beserta potensi yang diberikan Allah kepada hambanya sudah tepat dan tidak perlu dikacaukan lagi dengan ide kesetaraan gender yang diagungkan para feminis.
 
Islam memerintahkan kepada pasangan suami istri agar saling menghargai dan menghormati, istri menaati suaminya karena suami merupakan qowwam atau pemimpin dalam rumah tangga sedangkan suami mencintai dan menggauli istrinya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Dengan inilah akan tercipta rumah tangga yang harmonis bervisi akhirat. 
 
Menumpuknya persoalan keluarga jelas membutuhkan solusi solutif. Sayangnya, solusi ini terbukti mustahil ditemukan dalam naungan sistem sekuler saat ini. Sistem ini justru menjadi biang kerok rusaknya bangunan keluarga. Solusi solutif ini niscaya hanya akan ditemui dalam naungan sistem Islam.
 
Penerapan sistem Islam secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan akan menjamin terwujudnya berbagai hal penting dalam kehidupan manusia, seperti keadilan, keamanan, ketenteraman dan kesejahteraan, serta terjaganya keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Sebab, Islam merupakan sistem hidup yang sesuai dengan fitrah, menenteramkan hati, dan memuaskan akal manusia.
 
Wallahu’alam bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak