Oleh: Salis F. Rohmah
Lucunya politik di negeri ini. Seolah drama penuh sandiwara saja. Bagaimana tidak? Koalisi politik yang ada sering gonta-ganti
seperti tak punya idealisme sendiri. Kebohongan menjadi makanan sehari-hari. Panggung sandiwara politik terpajang nyata dapat dilihat oleh masyarakat yang mengamati.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno bahkan mengomentari pilkada 2024 dengan berbohong dan ingkar janji menjadi perkara yang biasa.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) ini meyakini, prinsip utama politik adalah mendapat keuntungan pribadi dan kelompok. Tujuannya, mendapat kekuasaan dengan cara apapun.
Mendekati Pilkada tahun ini, hawa tidak nyaman juga dirasakan hubungan PKS-Anies yang pecah kongsi. "Kesimpulan politik kita itu sederhana. Jangan pernah baper. Jangan dibawa ke hati. Hari ini lawan besok bisa kawan,” kata Adi (dikutip liputan6.com).
Adi mengungkap, apa yang terjadi di Pilkada hari ini adalah fenomena demokrasi elit. Sebab, yang bisa menentukan seseorang bisa maju adalah murni kehendak elit partai.
Beginilah sejatinya wajah asli demokrasi. Demokrasi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat hanya teori yang tak pernah teraplikasi. Sejatinya kaum elit saja yang diwadahi oleh demokrasi.
Demokrasi dengan paradigma kapitalistik jelas menjadikan kekuasaan sebagai tujuan berpolitik. Karena dengan kekuasaan itulah aturan dapat dibuat agar kepentingan pribadi maupun kelompok dapat dipertahankan. Kepentingan yang mengarah pada keuntungan duniawi selalu menjadi incaran. Akhirnya balik lagi kaum elit berduit yang sejatinya sedang melanggengkan kuasanya.
Ironinya lagi segala macam cara dapat dilakukan. Teman jadi lawan, idealisme dicampakkan bahkan hukum yang sudah ada pun diotak-atik demi meraih tujuan kekuasaan. Tak dapat dipungkiri akhirnya cara mainnya pun mengikuti sistem yang sudah seperti lingkaran setan. Wajar bila money politik, ingkar janji dan kebohongan menjadi hal yang wajar.
Pilkada demi pilkada masih saja sama. Figur yang diusung pun tak memenuhi integritas. Demi kemenangan, figur yang dinilai disukai rakyat saja yang menjadi calon kepala daerah. Sehingga jauh dari kapabilitas apalagi integritas. Lagi-lagi money politik akhirnya yang berbicara.
Paradigma yang jauh berbeda jika Islam yang menjadi idealisme berpolitik. Islam menetapkan kekuasaan adalah amanah. Amanah tersebut nantinya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Maka baik rakyat atau pun penguasa harus bijak dalam memegang amanah tersebut. Rakyat yang diberi kuasa untuk memilih harus memilih calon pemimpin yang berintegritas menjalankan aturan. Sedangkan penguasa wajib menjalankan aturan sesuai Al Qur'an dan Sunnah Nabi dalam mengatur masyarakat. Penguasa wajib berusaha mengayomi rakyatnya hingga kesejahteraan dan problematika masyarakat dapat diselesaikan dengan Islam.
Ya, sejatinya Islam adalah solusi bagi persoalan hidup manusia. Walaupun turunnya sudah ribuan tahun yang lalu sejak Nabi Muhammad SAW diutus. Namun Islam diturunkan sempurna menjadi pedoman hidup bagi orang beriman. Tidak hanya masalah ruhaniyah saja bahkan Nabi jelas telah mencontohkan bagaimana berpolitik sesuai wahyu Sang Pemilik Kehidupan. Dengan diterapkan Islam secara sempurnalah wajah Islam rahmatan lil 'alamin agar terlihat.
Maka jelas, tidak ada harapan pada paradigma politik demokrasi yang hanya melanggengkan ideologi sekuler kapitalisme. Sudah banyak sekali contoh yang menunjukkan jahatnya sistem ini serta banyaknya rakyat yang menjadi tumbal. Keserakahan kapitalisme tidak akan pernah habis walau isi dunia dikerok sekalipun. Untuk itu perubahan hakiki harus segera diwujudkan dengan mencampakkan demokrasi dan kembali kepada politik Islam kaffah.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini
