Oleh: Nai Haryati, M.Tr.Bns., CIRBD.
(Praktisi, Pengamat Politik dan Ekonomi)
Kerusuhan sosial terburuk melanda Inggris selama 13 tahun terakhir yang terjadi di bulan ini. Aktivis sayap kanan mengadakan demonstrasi "Enough is Enough" setelah pembunuhan tiga gadis di Southport. Kericuhan menyebar dengan cepat ibarat api yang melalap padang rumput kering. Kerusuhan dan bentrok antara demonstran dan polisi pecah di Southport, Hartlepool, Manchester, London, Aldershot, Sunderland, Liverpool, Belfast, Hull, Stoke-on-Trent, Bristol, Middlesbrough, Bolton, Rotherham, dan Weymouth (bbc.com, 7/8/2024).
Rentetan kejadian berawal dari hoaks pembunuhan korban Southport yang dilakukan oleh imigran muslim. Setelah dilakukan penelusuran terungkap bahwa pelakunya adalah remaja bernama Axel Rudakubana, yang lahir di Cardiff dan tinggal di desa Banks, beberapa kilometer di utara Southport, diketahui bahwa identitas pelaku bukan seorang muslim.
Hoaks yang mencuat teramplifikasi oleh ekstrimis sayap kanan dan menjadi bola liar di media sosial sehingga menyulut emosional dan pecahnya kerusuhan. Kejadian ini menyebabkan korban luka, perusakan masjid di Southport dan penyerangan tempat imigran pencari suaka di Middlesbrough.
Demonisasi dan Kebencian Barat Ibarat Api dalam Sekam
Menurut Sara Khan dalam wawancaranya bersama majalah _The Guardian_ , kejadian ini terjadi disebabkan oleh narasi hasutan dan kebencian terhadap imigran yang disuarakan para politisi Partai Konservatif. Narasi kebencian ini menyuburkan ekstremisme di akar rumput, diusung dan disebarkan secara bebas oleh orang-orang yang terhasut pandangan xenophobis, pandangan yang anti orang-orang dari negara lain termasuk para imigran.
Dalam situasi seperti ini, melempar bola panas mengatasnamakan anti imigran akan mudah terbeli. Ini terjadi selama bertahun-tahun di mana demonisasi terjadi kepada kaum pendatang, kelompok muslim, dan kelas pekerja. Hal ini ibarat api dalam sekam, jika terkipasi oleh hoaks dan arus mis-informasi maka partai sayap kanan dan pendukungnya akan tersulut emosi dan pecahlah kerusuhan.
Menurut aktivis muslimah Iffah Ainur Rohmah, setidaknya ada 3 hal yang melandasi sikap kebencian tersebut. *Pertama*, kekhawatiran tergesernya dominasi orang-orang berkulit putih yang mendapatkan keistimewaan yang luar biasa sebagai kelompok dominan dalam politik di negara-negara Barat. *Kedua*, mereka punya trauma sejarah. Kalangan Barat tidak bisa memungkiri bahwa Islam dulu pernah menjadi penguasa dunia dan Islam memimpin dunia dengan sebuah kepemimpinan yang sangat membanggakan, mereka takut kepemimpinan Islam akan kembali menguasai mereka dan meruntuhkan hegemoni mereka. *Ketiga*, pertarungan global hari ini antara Barat dan Timur menghasilkan kerusakan dan kehancuran. Lahirnya kembali sistem alternatif sebagai raksasa baru sebagai penguasa dunia yaitu kekuatan Islam politik sangat ditakuti dan diantisipasi oleh Barat.
Peradaban Barat Gagal Menjaga Diversitas
Para imigran datang untuk mencari penghidupan yang layak atau suaka karena gejolak politik di negara asalnya. Gejolak terjadi diakibatkan negara-negara kapitalis yang mengobrak-abrik dan mengacaukan kondisi tatanan politik dan ekonomi negara mereka.
Kondisi diperparah dengan sikap para elit politis Barat yang memelihara isu xenophobia dan anti-muslim untuk meraup simpati dan suara publik dengan dalih ketimpangan pemerataan ekonomi akibat terambil oleh para pendatang. Politik adu domba dengan menghadirkan permusuhan yang mengakar antara bangsa Eropa dengan muslim secara historis berusaha dimunculkan. Hal ini menimbulkan kebencian dan penghinaan terhadap Islam dan simbol-simbolnya.
Gelombang anti imigran yang meluas menyasar kaum muslim pendatang di dunia barat adalah manifestasi dari ketidakmampuan mengatasi diversitas ras dan keragaman strata ekonomi warga negaranya. Kapitalisme menyebabkan kesenjangan di lapisan masyarakat antara si kaya dan si miskin. Akibat keserakahan sistem ini menyebabkan ketidakadilan dan kecemburuan sosial yang memicu terjadinya chaos dan xenophobia terhadap para imigran pendatang.
Kegagalan peradaban Barat mengelola konflik-konflik rasial, anti minoritas dan anti imigran menunjukan rapuhnya pengaturan kehidupan sosial dalam kapitalisme, apalagi isu-isu ini digoreng dan ditunggangi oleh para politisi untuk kepentingan kelompoknya. Hal ini wajar terjadi karena asas Kapitalisme adalah Sekulerisme (fashluddin 'anil hayah) memisahkan agama dari kehidupan, aturan bersumber dari akal manusia yang lemah dan terbatas.
Pengelolaan Diversitas dalam Islam
Dunia butuh kepada sistem kehidupan yang mampu mengatasi konflik dan problematika yang kompleks di tengah mereka. Arah pandang harus tertuju kepada Islam yang terbukti secara historis dan empiris memposisikan diversitas dengan kacamata keadilan dan memuliakan fitrah manusia.
Secara historis kaum muslim selama 13 abad hidup dengan berbagai etnis, ras dan agama. Bahkan Eropa ketika dibawah naungan peradaban Islam Andalusia mampu menaungi kehidupan masyarakat tiga agama. Kejayaan Islam di Andalusia berlangsung sekitar abad 7-10 Masehi, Andalusia berkembang menjadi pusat peradaban Islam dengan toleransi agama yang tinggi dan menciptakan zaman keemasan Islam di Spanyol. Umat Muslim, Yahudi, dan Kristen hidup berdampingan dengan damai. Hal ini terjadi karena Islam menjadikan pondasi ideologi Islam dengan memenuhi hak-hak mereka sebagai warga negara.
Rasulullah saw. memberikan contoh terbaik tentang keberagaman. Contoh paling nyata adalah saat beliau saw. berhasil mempersatukan kaum Muhajirin sebagai pendatang dan Anshar dengan ikatan persaudaraan Islam. Beliau membebaskan Makkah dari kemusyrikan, serta menyatukan seluruh jazirah Arab dengan Islam.
Will Durant dalam _The Story of Civilization_ mengatakan bahwa agama Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri- negeri. Islam pun telah memiliki cita-cita mereka, menguasai akhlaknya, membentuk kehidupannya, dan membangkitkan harapan di tengah-tengah mereka yang meringankan urusan kehidupan maupun kesusahan mereka. Agama Islam telah menyatukan mereka dan melunakkan hatinya walaupun ada perbedaan pendapat maupun latar belakang politik di antara mereka.
Islam berhasil merekat dan mempersatukan bangsa dengan landasan perintah berbuat makruf kepada sesama manusia. Kedudukan manusia di hadapan Islam adalah sama, sebagaimana termaktub dalam Al-Quran Surat Al Hujurat ayat 13, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Perbedaan yang terjadi sebagai bukti kebesaran Allah swt. memiliki tujuan agar manusia saling mengenal, bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau keturunan, karena sesungguhnya kebanggaan itu hanya dinilai dari segi ketakwaan.
Amplifikasi isu anti-muslim dan xenophobia tentu tidak akan terjadi jika Islam menjadi tuntunan dalam kehidupan. Maka penerapan sistem Islam dalam kehidupan seharusnya memuncaki setiap keinginan dan cita- cita kaum muslim, arah pandang kehidupan akan berporos kepada ulluwul himmah ini. Sudah saat nya semua upaya kita arahkan untuk menegakkan kembali peradaban mulia ini sebagai hujjah di hadapan Allah SWT atas peran kita sebagai hamba dan wujud ketaatan tertinggi. Wallahu a’lam bishshawab.
Tags
Opini
