Stop Bullying, Islam Solusi Tuntas




Oleh : Nita Karlina

Kasus bullying seakan tak pernah redup, selalu terjadi dengan beragam bentuknya. Ada saja tingkah laku para pelajar hingga menyakiti temannya dengan sesuka hatinya tanpa melihat bahaya yang akan terjadi. Bukan hanya pelajar SMP atau SMA, tetapi mereka yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar pun menjadi pelaku bulliying. Mirisnya hingga membuat korban meninggal dunia.

Sebagaimana kasus Aldelia Rahma (11), siswi SDN 10 Durian Jantung, Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar), meninggal dunia usai tubuhnya mengalami luka bakar 80 persen. Bahkan akibat luka bakar yang diderita menyebabkan korban mengalami gizi buruk. Aldelia meninggal dunia pada Selasa (21/5) di RSUP M Djamil Padang, usai dirawat pihak keluarga selama 4 bulan. (Detik.com 24/05/2024)

Adelia terbakar karena ulah temannya saat ia dimintai wali kelas untuk membakar sampah. Awal dari kejadian tersebut adalah guru di SD Negeri 10 Durian Jantung tersebut meminta para siswa untuk bergotong-royong membersihkan kelas. Di luar kelas sang guru menghidupkan api untuk membakar sampah yang dikumpulkan siswa. Beberapa siswa berada di dekat api untuk melemparkan sampah.

Namun ada satu siswa laki-laki yang diduga sengaja menyiramkan bensin ke badan korban. Hal itu membuat siswa yang berada di dekatnya panik. Korban juga sempat berlari ke kamar mandi namun pintu kamar mandi sedang terkunci. Setelah itu korban berlari ke ruang kelas dengan api yang masih menyala di bajunya. Terkuak pula bahwa Aldelia kerap dibully oleh temannya, hal ini diungkap oleh kakak sepupu Aldelia.

Kasus perundungan atau bulliying pada dasarnya memang dapat terjadi di mana saja, baik itu di lingkungan masyarakat, di lingkungan kantor, lingkungan kampus, di lingkungan sekolah, bahkan sampai di lingkungan sosial media. Bentuknya pun beragam ada yang verbal ( hinaan atau cemoohan) dan ada juga yang melukai fisik.

Kasus perundungan yang melukai fisik akan menimbulkan kesalahan fatal, dapat menyebabkan korban cidera, cacat bahkan kematian. Sedangkan secara psikis akan menimbulkan duka dan air mata. Juga berdampak pada penurunan kemampuan akademis, mogok sekolah, menutup diri, depresi dan bahkan bunuh diri.

Pendidikan merupakan faktor penting terbentuknya pemahaman atau wawasan tentang ilmu pengetahuan seseorang. Pendidikan juga merupakan sarana untuk mengubah perilaku yang buruk agar menjadi lebih baik. Namun pada faktanya terdapat banyak sekali peristiwa perundungan atau kekerasan yang terjadi di bangku pendidikan, baik terhadap teman atau adik kelasnya sendiri.

Begitu mengerikan dampak dari bulliying itu sendiri, namun mengapa kasus tersebut tak dapat di hentikan? Bahkan kasusnya cenderung meningkat. Sebagaimana data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat adanya temuan kasus perundungan yang semakin meningkat kisaran 30-60 kasus per tahun. Bahkan, Indonesia menduduki peringkat kelima dalam kasus perundungan ( Chatnews.id, 12/11/2022)

Jika kita analisis sesungguhnya kasus bulliying terjadi akibat dari penerapan sistem sekuler hari ini. Di mana mereka di beri kebebasan untuk berbicara dan bertingkah laku semaunya. Sekulerisme menjauhkan mereka dari agamanya, mereka tidak mengerti lagi antara benar dan salah. Serta pendidikan hari ini yang kurang dalam hal pengawasan terhadap muridnya. Maka, wajar jika kasus serupa sering kita dapati di tengah – tengah masyarakat.

Pendidikan yang ada hari ini tidak dapat menjamin terbentuknya individu yang bertakwa, taat dan berperilaku baik, berbanding lurus dengan visi dan misi sekolah. Pendidikan saat ini hanya berorientasi pada nilai akademik, materi, eksistensi, tanpa memperhatikan aspek agama. Akibatnya anak – anak semakin brutal walaupun sedang berada dalam jalur pendidikan. 

Peran guru pun sangat kurang dalam hal ini, menyebabkan terjadinya perundungan di bangku sekolah. Pengawasan yang seharusnya di lakukan dengan ketat di lalaikan, sehingga terjadi kasus perundungan. Sangat memprihatinkan melihat kinerja guru hari ini yang seharusnya membimbing, mengajar, mengawasi dan mencetak generasi yang berakhlak mulia dan berprestasi, namun tidak di lakukannya dengan baik.

Tak hanya itu, peran keluarga pun sangat berpengaruh besar dalam kasus ini. Di mana seharusnya orang tua adalah madrasah utama bagi anak – anaknya. Menanamkan ajaran agama sejak dini, mengawasi, dan memberikan pendidikan terbaik untuk anaknya. Namun sistem saat ini menjauhkan orang tua dari anaknya sendiri. Tuntutan ekonomi terkadang membuat mereka harus banting tulang, ayah dan ibu bekerja, akibatnya anakpun terabaikan, tak di perhatikan pergaulannya, perkataannya serta tingkah lakunya. Di biarkan begitu saja hingga mengakibatkan sikap arogan pada anak. 

Berbeda dengan Islam yang memiliki solusi tuntas terhadap seluruh permasalahan, termaksud masalah bulliying terhadap anak. Islam adalah agama yang paripurna yang mampu menjaga setiap keamanan masyarakatnya. Mekanisme perlindungan dilakukan secara sistemik, melalui penerapan berbagai aturan, di antaranya yaitu:

Pertama, ketahanan keluarga. Dalam Islam keluarga adalah benteng terkuat dalam menjaga anak – anaknya. Setiap anggota keluarga di wajibkan menuntut ilmu agama agar mengerti tentang bagaimana bersikap dan bertingkah laku. Setiap anggota keluarga wajib melakukan kewajibannya masing – masing agar tidak terhambat fungsi madrasatul ula. 

Kedua, penerapan sistem pendidikan. Negara wajib menetapkan kurikulum pendidikan berdasarkan akidah Islam yang akan melahirkan individu bertakwa. Individu yang mampu melaksanakan seluruh kewajiban yang diberikan Allah dan terjaga dari kemaksiatan apapun yang dilarang Allah. Fungsi pendidikan itu sendiri agar mengasah pengetahuan dan dapat menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak. 

Ketiga, penerapan sistem sosial. Negara wajib menerapkan sistem sosial yang akan menjamin interaksi antara laki laki dan perempuan. Dengan adanya landasan keimanan yang kuat maka mereka di wajibkan untuk saling nasehat menasehati atau beramal ma’ruf nahi mungkar, karena itu merupakan ibadah. Ketika sistem sosial Islam diterapkan tidak akan muncul gejolak yang memicu kasus bulliying, sebab anak - anak mudah meniru apa yang dia lihat. 

Keempat, pengaturan media massa. Berita dan informasi yang disampaikan media hanyalah konten yang membina ketakwaan dan menumbuhkan ketaatan. Apapun yang akan melemahkan keimanan dan mendorong terjadinya pelanggaran hukum syara akan dilarang keras. Sebab perilaku anak sangat mudah meniru apa yang dia tonton atau yang dia lihat. Maka segala bentuk media yang berbau negatif akan di hilangkan.

Kelima, penerapan sistem sanksi. Negara menjatuhkan hukuman tegas terhadap para pelaku kejahatan, termasuk orang-orang yang melakukan kekerasan atau perundungan terhadap anak. Hukuman yang tegas akan membuat jera orang yang terlanjur terjerumus pada kejahatan dan akan mencegah orang lain melakukan kemaksiatan tersebut. Dalam kasus ini berarti kelalaian guru pada saat mengawasi anak muridnya. 

Maka, berharap kasus perundungan selesai pada sistem hari ini sangat mustahil. Sebab tak ada aspek pendukung untuk berhenti jika kita melihat dari segala sisi. Mulai dari pendidikannya, lingkungan masyarakatnya, serta peran negara dalam mengayomi rakyatnya sangat jauh dari keamanan dan kenyamanan. Maka saatnya menyuarakan kebenaran bahwa sistem hari tidak baik - baik saja, perlu perubahan jika ingin negara ini kembali aman dan tentram yaitu kembali pada hukum Islam yang telah terbukti selama kurang lebih 1300 tahun lamanya. Wallahualam bishowwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak