Oleh: Hamnah B. Lin
Dilansir oleh kgnow.com tanggal 15/06/2024, Gelombang PHK kembali menerjang industri manufaktur di Indonesia, terutama sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, makanan dan minuman. Ribuan pekerja kehilangan pekerjaan di tengah situasi ekonomi yang belum stabil. Bagaimana nasib para pekerja dan dampaknya terhadap ekonomi Indonesia?
Sejak awal 2024, 13.800 pekerja di industri tekstil di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur di-PHK. Misalnya PT Sepatu Bata Tbk menutup pabrik di Purwakarta, PHK 200 pekerja. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menyebut total 5.000 pekerja di berbagai sektor industri yang melakukan PHK karyawan sejak Januari 2024. Hal ini juga berdampak kepada Klaim Jaminan Hari Tua atau JHT di BPJS Ketenagakerjaan meningkat, dengan 892.000 klaim dan Rp 13,55 triliun pembayaran JHT per April 2024.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan PHK massal di indonesia:
Pertama, indikasi penurunan permintaan pasar global: Akibatnya permintaan produk Indonesia di pasar dunia menurun. Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Chandra Wahjudi mencontohkan pabrik sepatu dan alas kaki terdampak penurunan permintaan ini, sehingga ekspor ke Eropa berkurang.
Kedua adalah perkembangan teknologi: Peralihan ke otomasi produksi, seperti di Tokopedia dan TikTok, menyebabkan PHK.
Penyebab ketiga adalah kondisi ekonomi:
Di sisi eksternal: ekonomi dunia fluktuatif, ketegangan geopolitik (Rusia-Ukraina, Israel-Palestina). Sementara dari sisi internal: daya beli masyarakat turun akibat pandemi dan inflasi tinggi dan berbagai kebijakan pemerintah yang memberatkan masyarakat dan pengusaha. PHK massal ini juga akan berdampak kepada masyarakat secara langsung. Apalagi beban bagi pekerja dan keluarga, terutama di masa tahun ajaran baru. Walhasil akan memperparah angka kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia. Jika tidak ada penanganan khusus kondisi ini bisa memicu potensi krisis, apalagi jika nilai tukar rupiah terus melemah. Gelombang PHK menjadi indikator rapuhnya ekonomi Indonesia.
Betapa korban PHK semakin meluas, banyak keluarga yang kehilangan mata pencaharian, semakin banyak rakyat yang tidak bisa mencukupi kebutuhan keluargnya. Kondisi makin parah ketika harus berhadapan dengan biaya kesehatan, pendidikan serta pajak. Uang pesangon tidak lagi bisa diharapkan untuk menopang semua kebutuhan. Demi menghemat pengeluaran, mereka akhirnya meminimalkan belanja. Perputaran ekonomi akhirnya melemah. Rakyat tidak mampu memenuhi kebutuhan dan terpaksa mencari kerja seadanya, yang penting dapat bertahan hidup. Masalah pendidikan dan kesehatan nomor sekian.
Kekhawatiran yang paling mendominasi masyarakat apabila banyak pekerja PHK yang belum juga mendapatkan pekerjaan. Mereka akan menambah deretan pengangguran di negeri sendiri. Ini sangat ironis. Di tengah gencarnya investasi yang masuk ke dalam negeri, anak bangsa justru menjadi tunakarya di negaranya. Kondisi macam ini tentu juga menjadi beban negara.
Kondisi seperti ini tentu segera dibutuhkan penanganan yang serius dan cepat, karena terkait dengan kebutuhan sehari - hari yang merupakan kebutuhan mendasar rakyat yang terus berjalan pemenuhannya. Namun solusi penguasa masih setengah-setengah. Misalnya, memberikan bantuan seperti BLT, PKH, sembako, dan yang lainnya untuk menjaga roda perekonomian terus berputar.
Pemerintah melalui perbankan juga memberi bantuan modal usaha, terutama UMKM. Sayangnya, modal yang diberikan terikat dengan riba. Riba adalah nyawa perekonomian kapitalisme hari ini.
Penyelesaian masalah pengangguran ini, ternyata malah melahirkan masalah baru. Bantuan yang diberikan selama ini hanya mampu menutupi kebutuhan sebagian masyarakat di waktu tertentu, ada pula bantuan yang salah sasaran. Selama masalah pengangguran tidak terselesaikan, masyarakat tetap akan kesulitan memenuhi kebutuhan. Artinya, penyelesaian itu tidak bisa secara tuntas membantu masyarakat.
Inilah buah busuk penerapan sistem kapitalisme negeri ini, dimana aturan dari Allah Sang Khalik tak perlu digunakan. Aturan manusia lah sebagai standartnya, maka tak ayal orientasi materi atau mendapat untung sebanyak -banyaknya lah yang akan diburu oleh para pengusaha maupun penguasa. Pengusaha akan mati - matian bagaimana supaya tidak bangkrut, hingga akhirnya buruh menjadi tumbal segala kebijakannya.
Sungguh hal ini sangat jauh jika Islam diterapkan, Negara yang menerapkan sistem Islam, yakni Khilafah Islamiah, akan menjalankan politik ekonomi Islam ini dengan mekanisme langsung dan tidak langsung. Melalui mekanisme langsung, Khilafah akan menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara cuma-cuma sehingga rakyat (termasuk pekerja) tidak terbebani biaya besar untuk tiga kebutuhan tersebut. Penggratisan ini niscaya terjadi karena dibiayai dari baitulmal yang memiliki pemasukan yang besar, utamanya dari pengelolaan harta milik umum seperti pertambangan, hutan, laut, dan sebagainya.
Negara Khilafah melakukan industrialisasi sehingga membuka lapangan kerja dalam skala massal. Khilafah juga memajukan pertanian, peternakan, dan perdagangan sehingga menyerap banyak tenaga kerja. Khilafah juga mewujudkan iklim usaha yang kondusif dengan pemberian modal usaha, bimbingan usaha, dan meniadakan berbagai pungutan sehingga muncul banyak wirausahawan di berbagai bidang. Hal ini juga berujung pembukaan lapangan kerja. Dengan serangkaian kebijakan ini, rakyat akan terjamin mendapatkan pekerjaan. Tidak ada rakyat (laki-laki dewasa) yang menganggur.
Dengan optimalisasi industri dalam negeri, kebutuhan produk untuk pasar lokal akan tercukupi sehingga tidak diperlukan impor, utamanya kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, serta alat untuk pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian, Khilafah tidak akan tergantung pada impor produk asing.
Khalifah juga memastikan seluruh akad - akad antara pekerja dan pengusaha adalah akad syar'i, sehingga para pekerja ataupun buruh bekerja dengan tenang dan setulus hati, tanpa dihantui rasa cemas dan takut di PHK.
Keseluruhan kebijakan ini hanya dapat terwujud jika sistem Islam telah terlaksana dalam sebuah negara yang dipimpin oleh Khalifah yang bertakwa dan menjalankan seluruh syariat Allah SWT. Mari istikomah menyampaikan kebenaran ini.
Wallahu a'lam.
