Penistaan Agama Kembali Terjadi di Ruang Hidup Sekularisme



Oleh : Parida 
(Aktivis Muslimah Kota Lubuklinggau)



Sungguh miris, kita lihat bagaimana penistaan terhadap agama berulang kali  terjadi, kasus yang tengah dilaporkan oleh seorang istri terhadap suaminya bernama Asep Kosasih (yang merupakan Seorang Pejabat Kementerian Perhubungan) berawal dari perihal KDRT. Pada April 2024 dan pada bulan mei 2024, Sang Istri Kembali melaporkan suami lantaran Saat melakukan “Sumpah Tidak Berselingkuh”, Sang suami menginjak Al-Qur’an. Lantaran untuk meyakinkan istrinya dengan cara bersumpah dengan cara yang salah. Polda Metro Jaya Menyebut Bakal Memproses Laporan kasus Dugaan Penistaan Agama Yang Dilakukan Oleh Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah X Merauke tersebut. ( metrotempo.co., Jum'at, 17/5) 

Hal ini seringkali terjadi bahkan pelaku yang melakukan justru seorang muslim bahkan sekelas pejabat berarti orang yang berpendidikan yang justru krisis moral dan adab dalam memahami islam. Ironisnya lagi justru terjadi di negeri yang mayoritas kaum muslim. Ini membuktikan bagaimana abainya negara dalam memberikan pemahaman islam secara menyeluruh dan berkelanjutan terhadap rakyat nya. Tapi justru saat ini di dunia pendidikan dijauhkan dari pendidikan islam itu sendiri. Dengan mengurangi pembelajaran terhadap agama. Membuat  para generasi muslim bertingkah laku yang tidak menggambarkan keberadaan nya sebagai seorang muslim. Sehingga wajar terjadi, jika tumbuh subur kasus penistaan agama diruang hidup sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. 

Bagaimana tidak jika sekularisme itu sendiri ditopang oleh empat pilar kebebasan dalam sistem pemerintahan demokrasi, yakni kebebasan beragama, bertingkah laku, berekspresi, dan berpendapat. Kehidupan sekuler telah menjadikan agama sebatas ritual semata. Kemuliaannya makin terkikis oleh gaya hidup liberal dan hedonistik yang dijajakan Barat. Agama tidak lagi menjadi prinsip hidup yang sakral yang harus dijaga dan dihargai.

Kehidupan sekuler menjadikan seseorang  jauh dari agama. Tidak lagi menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Bahkan ada yang berpandangan bahwa orang yang taat beragama itu kolot, primitif, dan tidak maju. Sudut pandang semacam inilah yang memunculkan anggapan bahwa agama tidak lagi penting dan bukan lagi sesuatu yang suci dan harus dihormati. Akibatnya, agama kerap menjadi bahan bercanda, sindiran, olok-olokan, narasi kebencian, hingga penistaan. 

Bercermin pada kasus penistaan agama yang pernah terjadi, korban agama yang paling banyak mendapat perlakuan tersebut adalah Islam. Ini terjadi sebagai dampak paham kebebasan yang diterapkan. UU Penodaan Agama yang dijadikan dasar menjaga agama, nyatanya masih tumpul dalam menangkal penistaan terhadap agama. 

Akibatnya  kebebasan berekspresi dan berpendapat selalu menjadi pembenar bagi mereka yang menista. Kalaulah ada unsur khilaf atau tidak sengaja, ini menandakan bahwa masyarakat kita masih belum memahami cara beragama yang benar dan seharusnya. Andaikan yang dilakukan pejabat Asep itu adalah ketidaktahuannya bahwa bersumpah tidak boleh dilakukan dengan cara menginjak Al-Qur’an, artinya ia tidak paham tentang Islam dan cara memperlakukan kitab suci umat Islam dengan benar dan tepat.

Keadilan Hukum

Negara yang berperan justru tidak bersikap tegas dengan menjadikan perangkat hukum yang ada tidak berefek jera bagi pelaku. Berkaca dari kasus penistaan agama yang sudah pernah terjadi, negara cenderung pasif. Terkadang, pihak aparat baru menindak jika kasus tersebut viral dan menjadi perbincangan publik.

Apalagi posisi umat Islam serba salah. Jika ada muslim yang melaporkan penistaan agama, sebagian pihak menangkisnya dengan dalih umat Islam tidak boleh terprovokasi dan terpancing. Jika penistaan agama dibiarkan, perbuatan tersebut berpotensi kembali berulang dengan pelaku yang berbeda-beda. Jika Islam dihina dan menjadi bahan olok-olokan, umat Islam yang kerap diminta sabar dan tidak tersulut amarah. Melapor dipersalahkan, tidak melapor juga salah.

Terkadang, para penista yang menebar kebencian terhadap Islam hanya cukup meminta maaf secara tertulis atau melalui media elektronik. Sudah banyak kasus penistaan yang mengandung ujaran kebencian hanya berakhir dengan permintaan maaf. 

Dalam KUHP ayat 156 a, seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan penistaan agama di Indonesia dapat dikenakan hukum pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun jika perbuatan dilakukan di muka umum atau selama-lamanya 6 (enam) tahun jika penghinaan dilakukan secara tertulis atau melalui media elektronik. Apakah hukum seperti ini mampu memberi keadilan hukum dan melindungi agama dari penistaan?

Islam adalah Solusi

Dalam Islam, agama adalah sesuatu yang wajib dijaga dan dimuliakan. Salah satu tujuan diterapkannya syariat Islam adalah memelihara dan melindungi agama. Di dalam sistem Islam, negara tidak akan membiarkan para penista menyubur di sistem Islam. Sebaliknya, negara akan menerapkan sanksi tegas terhadap para pelaku agar bisa berefek jera bagi yang lainnya.

Ketegasan Islam terhadap penista agama bisa kita lihat dari sikap Khalifah Abdul Hamid saat merespons pelecehan kepada Rasulullah SAW. Saat itu, beliau memanggil duta besar Prancis meminta penjelasan atas niat mereka yang akan menggelar teater yang melecehkan Nabi SAW. Beliau pun berkata kepada duta Prancis, “Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut!”

Itulah sikap pemimpin kaum muslim, yakni tegas dan berwibawa. Umat akan terus terhina karena tidak ada yang menjaga agama ini dengan lantang dan berani. Hanya dengan tegaknya syariat Islam secara kafah, agama ini terlindungi. 

Oleh karena itu, seruan penegakan syariat Islam harus terus disuarakan agar umat memahami bahwa satu-satunya pilihan hidup terbaik saat ini dan seterusnya adalah diterapkannya syariat Islam di segala aspek kehidupan. Hal yang tidak kalah penting ialah keberadaan Khilafah yang menerapkan syariat Islam kafah sehingga kaum muslim dapat terlindungi dari kesalahan beribadah, penyimpangan, serta penistaan agama.

Wallahu 'alam bish shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak