Darurat! Judol di Lembaga Pendidikan Banyak Pelajar Terjerat



Oleh : Wahyuni Mulya
 (Aliansi Penulis Rindu Islam)



Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan ada 14.823 konten judi online menyusup ke lembaga pemerintahan dan 17.001 temuan konten phishing ke situs pemerintahan dan lembaga pendidikan. Phising adalah kejahatan digital atau penipuan yang menargetkan informasi atau data sensitif korban. Secara spesifik, dia menyebut beberapa platform seperti X, Telegram, hingga TikTok terancam terkena denda jika ditemukan memfasilitasi konten judi online.

Sejak 7 November 2023 hingga 22 Mei 2024, di Google ditemukenali sebanyak 20.241 kata kunci judi online. Sementara itu, di Meta terdapat sebanyak 2.702 keyword serupa sejak 15 Desember 2022 hingga 22 Mei 2024. Sebagai gambaran, 10 besar keyword terkait judi online dalam seminggu terakhir adalah live slot, rtp slot, no limit, situs slot, slot gacor, pragmatic slot, casino online, togel, bonus slot, dan cq9.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menutup lebih dari 5 ribu nomor rekening. Pemerintah akan memberi denda kepada penyelenggara platform digital sebesar Rp 500 juta jika masih membiarkan konten judi online tersebar di platform digital berdasarkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 172 Tahun 2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan PNPB yang berasal dari Pengenaan Sanksi Denda Administratif Atas Pelanggaran Pemenuhan Kewajiban PSE Lingkup Privat UGC untuk Melakukan Pemutusan Akses.

Minim Literasi diera Kapitalisasi

Makin tingginya pelaku judol di Indonesia setidaknya disebabkan oleh dua faktor, yaitu literasi dan ekonomi. Banyak pelajar yang terjerat judol mengaku tidak bisa membedakan mana game online dan judol hingga akhirnya mereka terjebak di dalamnya. Literasi mereka akan mudaratnya judol pun sangat minim, padahal bahaya judol bukan sebatas menghabiskan harta kekayaan, tetapi juga merusak mental dan meningkatkan angkat kriminalitas.

Konten judol sudah beredar di situs-situs pendidikan banyak diakses oleh pelajar dan mahasiswa. Sebelum masuk ke situs-situs pendidikan saja sudah banyak pelajar dan mahasiswa terjerat judol lewat game online. Situs-situs game online sengaja memasukkan konten judol hingga banyak pelajar yang tidak bisa membedakan mana judol dan mana game online. Selanjutnya dapat dipastikan makin banyak yang terjerat.

Kemenkominfo menyebutkan bahwa mayoritas korban peredaran judol adalah anak muda di bawah 17 tahun. Tercatat empat orang bunuh diri akibat terjerat judol. Seorang mahasiswa Cianjur, misalnya, tertangkap mengedarkan ganja dengan motif untuk membayar pinjol dan judol. Berdasarkan data Kominfo, pemain judol di Indonesia sudah mencapai 2,7 juta. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mencatat perputaran uang judol pada 2023 mencapai Rp327 triliun, meningkat tiga kali lipat dari 2022 (Rp104,4 triliun). Pada 2024 diprediksi jauh lebih besar lagi.

Sekularisme Sumber Masalah

Pangkal pendorong maraknya masyarakat terjerat judol adalah sistem sekularisme liberalisme yang tumbuh kian subur di tengah kehidupan saat ini. Sekularisme yang menjadikan masyarakat jauh dari agama, nyatanya telah makin mengikis ketakwaan mereka yang sebelumnya sudah tipis. Liberalisme pun menjadikan masyarakat merasa bebas menentukan perilakunya. Jangankan haram halal tolok ukur perbuatannya, mereka bahkan bisa melakukan apa saja yang disuka walaupun konsekuensinya berbahaya.

Lihatlah judol yang sudah jelas keburukan dan kerugiannya, tetapi pelakunya malah kian bertambah. Semua itu karena kesenangan yang didapat dari permainan tersebut. Mereka berharap mendapatkan uang banyak, walau harus mengeluarkan uang yang juga banyak. Persis narkoba, kesenangan sesaat menjadikan pecandunya melakukan segala cara agar bisa mendapatkannya walau harus merampok hingga menghilangkan nyawa.

Ini adalah wujud kebebasan perilaku dalam paham kapitalisme sekuler. Siapa pun bebas menggunakan fasilitas milikinya dan mengakses konten apa pun, termasuk judi. Begitu pula para pemilik usaha judi, mereka mendapatkan kebebasan mempromosikan usaha judinya kepada siapa pun, termasuk anak dan remaja muslim.

Bagaimana pun, negara berperan sangat besar dalam menyelamatkan generasi muda dari judi. Negara berkuasa membatasi dan mengontrol setiap konten internet yang bisa diakses oleh warga negaranya, termasuk konten haram yang tidak boleh tayang. Negara juga bertanggung jawab tingginya angka kemiskinan yang membuat orang melirik judol. Lemahnya iman bahwa rejeki dari Allah makin memudahkan jeratan pinjol. Namun, ketakwaan tidak mungkin bisa tumbuh jika negara justru menghalang-halangi.

Judi telah jelas haram, baik online ataupun offline sama saja. Firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).

Harus dipahami, selama paham kapitalisme sekuler masih dianut negara, akan sulit membasmi kemaksiatan, termasuk aktivitas judi. Hanya negara yang berlandaskan akidah Islam dan menerapkan hukum Allah secara kafah, yakni menyeluruh di seluruh lini kehidupan, yang akan mampu menghilangkan kemaksiatan ini. Negara seperti ini sangat peduli terhadap masa depan bangsanya yang didukung ketakwaan generasi mudanya.

Perihal kesejahteraan, negara bertanggung jawab mengurusi umatnya seluruh kehidupan mereka bisa terpenuhi. Negara akan berada di garda terdepan dalam melindungi rakyatnya dari penjajahan fisik maupun pemikiran. Negara akan memberi sanksi tegas bagi siapa pun yang terlibat bisnis haram. Inilah jaminan terselesaikannya persoalan semacam judol.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak