Pesta Demokrasi, Rawan Gangguan Mental.



 
Oleh: Nuraisyah Novianti



Indonesia akan melaksanakan Pesta Besar yaitu Pesta Demokrasi Pemilihan Umum yang dilaksanakan lima tahun sekali. Para Calon Presiden termasuk para Calon Legislatif (caleg) terus berkampanye demi memperoleh suara rakyat. Sayangnya, jumlah kursi caleg  yang diperebutkan lebih sedikit dibanding jumlah caleg yang terdaftar. Sehingga para caleg berpotensi besar mengalami kekalahan dan kegagalan untuk mendapatkan kursi jabatan Legislatif yang akhirnya mengalami gangguan mental.

Dinas Kesehatan DKI Jakarta diminta menyiapkan layanan konseling maupun fasilitas kesehatan jiwa oleh Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz. Layanan tersebut diperuntukkan bagi calon legislatif (caleg) yang stres akibat gagal terpilih dalam Pemilu 2024 nanti. Menurut Abdul Aziz, belajar dari kondisi pemilu sebelumnya, kecenderungan orang stres meningkat pasca-pemilu (Detiknews,26-1-2024).

Psikiater sekaligus Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional DR Dr Nova Riyanti Yusuf, SpKJ mengatakan calon legislatif (caleg) yang mencalonkan diri namun tanpa tujuan yang jelas rentan mengalami gangguan mental.
Nova mengatakan, banyak pasien yang pernah gagal saat mencalonkan diri sebagai caleg kemudian terlilit hutang atau kecewa berat hingga depresi dan mengakhiri hidupnya.(Antaranews,11-12-2023)

"Untuk persiapan Pemilu 2024, rencananya ada 10 ruangan VIP kata Irfan Agusta, Wadir Pelayanan RSUD Oto Iskandar Dinata. Dan kita sebenarnya sudah memiliki dokter spesialis penyakit jiwa, jadi untuk kegiatan pasien-pasien yang kasus ringan itu bisa dilakukan dengan rawat jalan. (Kompas Petang 24/11/2023).

Rawannya gangguan mental yang dialami caleg disebabkan rapuhnya mental individu serta mahalnya biaya untuk mendapatkan kursi jabatan. Rapuhnya mental caleg berpotensi mengalami depresi ketika hasil pemilu tak sesuai harapan. Di sisi lain, jabatan sebagai anggota legislatif hari ini dianggap dapat menaikkan harga diri dan jalan untuk mendapatkan materi. Oleh karena itu, tidak heran, para caleg mengerahkan segala cara dan rela mengeluarkan biaya mahal.

Kekuatan mental seseorang menentukan sikapnya terhadap hasil pemilihan. Hal ini tidak lepas dari pendidikan dan pola pikir yang memengaruhi kekuatan mental seseorang. Pendidikan dan pola pikir yang berlandaskan asas sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan), dipastikan akan gagal membentuk individu yang berkepribadian kuat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya kasus gangguan mental pasca-pemilu lima tahun lalu. 

Berbeda dengan pendidikan dan pola pikir yang diterapkan dalam sistem Islam, yang berasaskan akidah Islam. Sistem pendidikan yang menitikberatkan pada pendidikan karakter menghasilkan individu yang memiliki akidah dan kekuatan mental yang kokoh. Akidah ini melahirkan pemahaman individu tentang qada dan qadar Allah. Pemahaman tersebut menjadikan individu memiliki mental yang kuat ketika harapan tidak sejalan dengan realita. Selain itu, individu memiliki pemahaman bahwa kekuasaan adalah amanah yang besar. Hal ini sebagaimana terdapat dalam sebuah hadis Rasulullah Saw.. "Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR Muslim).

Dengan demikian, sudah saatnya menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (kaffah) agar pendidikan dan pola pikir yang dimiliki mampu menghasilkan individu yang berkarakter dan berakidah kuat. Alhasil, rawannya gangguan mental pada caleg bisa dihindari. Wallahu a’lam bisshawwab.

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak