Oleh : Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan primer setiap warga negara. Beasiswa sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, demi mendukung sempurnanya sektor pendidikan menuju Indonesia Emas 2045.
Pendidikan dalam Kacamata Sistem Sekularisme.
Pemerintah mewacanakan pemberhentian dana abadi pendidikan. Alasannya, dana yang ada dalam LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) sudah terlalu menumpuk. Tentu saja, kabar ini membuat gusar para penerima beasiswa yang tengah mengenyam studi. Bagaimana tidak? Dana pendidikan yang dirasa membantu akan tiba-tiba berhenti (radarbogor.com, 20/1/2024).
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, menanggapi hal tersebut dan mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan kajian ulang mengenai penghentian ini (detiknews.com, 18/1/2023).
Seperti telah diketahui, pemerintah telah menetapkan anggaran sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan. Besarannya sekitar Rp 20 triliun digelontorkan untuk LPDP. Muhadjir Effendy mengatakan dana abadi yang dikelola LPDP Kementerian Keuangan itu telah mencapai angka Rp 139 triliun (detiknews.com, 17/1/2024). Dan jumlah dana tersebut dirasa masih cukup dan aman. Sehingga beasiswa LPDP akan diberhentikan dulu. Dan dialihkan untuk pengembangan sektor pendidikan.
Menurut Muhadjir, seluruh anggaran pendidikan di APBN bakal fokus digunakan untuk membenahi sektor pendidikan, mulai dari riset hingga pengembangan perguruan tinggi.
Namun, rencana pemberhentian beasiswa tersebut dinilai tidak tepat oleh sejumlah pihak. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat tidak perlu menyetop penambahan dana abadi LPDP. Walaupun bunga hasil investasi LPDP cukup besar, justru yang harus dilakukan pemerintah terkait dengan alokasi 20 persen anggaran pendidikan adalah menelusuri kembali anggaran belanja rapat dan perjalanan dinas yang bisa dikurangi agar pengeluaran mampu efektif dan efisien. Bukan dengan menghentikan dana beasiswa (Radar Bogor, 20/1/2024).
Dana pendidikan merupakan salah satu anggaran wajib yang disiapkan negara agar mampu melahirkan generasi yang berpendidikan tinggi demi mencapai peradaban yang gemilang. Namun sayang, penerapan sistem kapitalisme yang sekuleristik justru membuat konsep yang melenceng dari tujuan. Pendidikan rakyat tidak lagi jadi tujuan utama. Karena menganggap bahwa rakyat bukanlah amanah. Maka jadilah setiap kebijakan yang ada didesain sesuai dengan pesanan pemilik kuasa alias pemilik modal. Dana pendidikan yang semestinya digunakan untuk meringankan biaya pendidikan rakyat, justru sering dibelanjakan untuk riset atau perjalanan dinas yang tidak memiliki tujuan jelas. Bahkan konsep yang dijalankan adalah strategi yang bias. Yang pasti bertujuan untuk keuntungan para kapitalis oligarki.
Parahnya lagi, beasiswa yang kini ada pun belum mampu dioptimalkan. Wajar saja terjadi penumpukan dana LPDP. Berdasarkan data statistik LPDP per 31 Desember 2023, mencatat data yang cukup mencengangkan. Trend pendaftar dan penerima beasiswa masih dalam kategori "jomplang". Tahun 2021 hingga tahun 2023 memperlihatkan kenaikan jumlah pendaftar beasiswa di kisaran 14.061- 27.534 pendaftar, namun yang diterima hanya sekitar 4.266 - 9.964 pendaftar. Pendaftar yang memperoleh beasiswa hanya berkisar 30% dari total pendaftar. Betul sekali, syarat prestasi menjadi prasyarat utama. Namun, semestinya syarat ekonomi menjadi hal utama yang diprioritaskan. Karena keadaan ekonomi masyarakat saat ini dalam batas yang mengkhawatirkan.
Konsep pendidikan dalam sistem sekularisme kapitalistik menciptakan kebijakan yang tidak berpihak kepada keadaan rakyat. Generasi yang terdidik hanya dijadikan pihak yang dibidik untuk mendongkrak ekonomi para korporat kapitalistik. Generasi terdidik tidak dibina untuk menerapkan konsep yang shahih untuk kebangkitan pemikiran umat. Sehingga dana-dana pendidikan pun bersifat diskriminatif. Dana yang ada tidak mampu digunakan untuk seluruh generasi yang membutuhkan. Karena tujuan utama pendidikan dalam konsep kapitalisme adalah pencapaian kedudukan dan kekuasaan secara materialistik saja. Tanpa mengkombinasikannya dengan fakta keadaan umat dan strategi memperbaikinya.
Strategi beasiswa yang kini diterapkan tidak mampu memberikan layanan pendidikan yang menyeluruh. Syarat-syarat yang diajukan dalam proses perolehan beasiswa pun berbelit dan butuh "effort" yang tidak mudah. Alhasil, yang lolos hanya segelintir orang saja. Padahal seluruh rakyat membutuhkan dana pendidikan.
Islam dan Strategi Pendidikan
Masalah pendidikan merupakan masalah sistematis yang butuh solusi komprehensif. Mulai dari tujuan pendidikan yang shahih dan program pendidikan yang ditujukan untuk mencerdaskan seluruh rakyat. Program pendidikan dengan basis akidah Islam menjadi tumpuan dasar dibangunnya pendidikan yang mampu mencerdaskan seluruh rakyat. Mulai dari usia dini hingga pendidikan tinggi.
Kebijakan-kebijakan cerdas pun sangat dibutuhkan untuk memfasilitasi terselenggaranya program pendidikan yang sempurna. Negara wajib menyiapkan layanan pendidikan untuk seluruh rakyat. Baik kalangan orang-orang kaya ataupun miskin. Generasi berprestasi ataupun kurang berprestasi yang tinggal di seluruh pelosok negeri, baik desa ataupun kota. Karena tujuan pendidikan yang utama adalah mencetak generasi unggul yang mampu membawa perubahan hakiki menuju kebangkitan shahih.
Semua konsep ini hanya mampu diterapkan dalam sistem Islam dalam wadah institusi khilafah. Sistem yang mengintegarasikan konsep akidah Islam dan kebijakan pendidikan dalam satu konsep yang utuh. Konsep pendidikan yang sempurna hanya mampu tercipta dalam kebijakan khalifah yang amanah mengurusi rakyat.
Rasulullah SAW. bersabda
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya"
(HR. Al Bukhori). Sempurnanya pengaturan konsep pendidikan dalam sistem Islam. Semua diarahkan demi kebangkitan dan cemerlangnya pemikiran.
Wallahu a'lam bisshowwab