Tantangan Besar Generasi Z

Oleh : Nabila


Kita hidup di zaman yang semuanya bisa diukur, ditampilkan, dan disimpan sebagai data. Tapi justru di saat kita paling “terlihat”, kita makin sulit mengenal diri sendiri. Identitas yang dulunya terbentuk lewat pengalaman, nilai, dan relasi mendalam hari ini dibentuk dari validasi digital. 

Banyak orang sekarang lebih kenal versi diri mereka di media sosial dibanding versi diri di cermin. Kita jadi ahli membangun “personal”, tapi bingung saat diminta menjawab pertanyaan paling dasar: “Siapa kamu sebenarnya?”.

Generasi Z mereka yang lahir antara pertengahan 1990an hingga awal 2010an tumbuh dalam lingkungan digital yang kompleks, di mana internet, media sosial, dan teknologi komunikasi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka. Akibatnya, proses pencarian jati diri yang dahulu dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya, namun kini turut dibentuk oleh algoritma, tren global, dan validasi digital.

Fenomena ini menimbulkan kondisi yang disebut sebagai krisis identitas yaitu suatu keadaan ketika individu merasa bingung, terpecah, atau tidak yakin dengan siapa dirinya sebenarnya. Generasi Z atau biasa disebut Gen Z, yang sebagian besar masih berada dalam tahap perkembangan psikososial, menjadi kelompok yang rentan terhadap tekanan sosial dari dunia maya, ekspektasi yang tidak realistis, dan paparan terhadap informasi yang berlebihan serta kontradiktif. 

Hal ini diperparah oleh munculnya istilah populer seperti FOMO (Fear of Missing Out), comparison culture, hingga fenomena #KaburAjaDulu, yang mencerminkan keresahan mendalam terhadap lingkungan sosial dan keinginan untuk "melarikan diri" dari tekanan identitas lokal. 

Generasi Z menghadapi tantangan besar dalam proses pencarian jati diri akibat derasnya arus informasi dan dominasi media sosial. Eksistensi mereka kerap dikonstruksi melalui representasi digital, yang sering kali tidak mencerminkan kondisi diri yang sesungguhnya.

Dengan demikian, kita harus berupaya keras menyelamatkan generasi muda muslim dari gempuran di era kapitalis ini. Hal ini agar kelak anak-anak kita menjadi generasi yang berkualitas, Generasi pelanjut estafet perjuangan tegaknya Islam. Bukan dengan mencekoki mereka melalui pemikiran yang haus akan validasi digital ala kapitalis, tetapi dengan menanamkan akidah dan syariat Islam sehingga mereka menjadikan akidah Islam sebagai pijakan dalam berpikir dan bertingkah laku. 

Hal ini akan bisa terwujud jika generasi muslim ini belajar Islam. Di tangan generasi muda inilah tergenggam tanggung jawab untuk mengantarkan umat Islam kelak pada kebangkitan hakiki dan mampu menyelesaikan krisis generasi dan memberikan keleluasaan kepada umat dan generasi muslim untuk belajar dan melaksanakan hukum-hukum Islam secara sempurna.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak