Saat Algoritma Menguasai Jiwa: Kapitalisme Digital dan Hancurnya Generasi Indonesia



Oleh Butsainah, S.Pd.
 (Guru dan Aktivis Dakwah)



Fenomena kecanduan digital yang terjadi di masyarakat Indonesia kini bukan hanya sekadar perubahan gaya hidup akibat kemajuan teknologi. Hal ini telah berkembang menjadi krisis mental yang serius dan memprihatinkan. Indonesia bahkan masuk dalam daftar negara dengan tingkat kecanduan gadget tertinggi di dunia. Fakta ini menunjukkan bahwa penggunaan layar digital sudah melebihi batas yang normal dan memengaruhi area paling pribadi dalam kehidupan generasi muda. Waktu layar yang berlebihan tidak hanya menyebabkan kelelahan mental, tetapi juga berdampak pada kondisi seperti digital dementia, kurangnya kemampuan berpikir, kesepian, serta hilangnya rasa sosial. Ironisnya, di tengah kerusakan yang jelas terlihat, Indonesia belum menerapkan pembatasan usia dalam penggunaan media sosial, padahal banyak negara lain telah mengambil langkah tegas untuk melindungi masa depan anak-anak mereka.

Realitas ini tidak terlepas dari sistem yang mendasari semua interaksi digital, yaitu kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme digital, algoritma tidak dirancang untuk membantu memperkembangkan atau membentuk generasi muda. Algoritma justru dibuat untuk membuat pengguna menjadi kecanduan, mempertahankannya sepanjang mungkin di platform, dan memperoleh keuntungan maksimal bagi perusahaan. Perusahaan-perusahaan digital besar mengumpulkan miliaran rupiah dari klik, tontonan, dan data pengguna, sementara kerusakan mental yang dialami remaja dianggap sebagai “biaya tambahan” yang tidak perlu diperhatikan. Itulah sifat asli kapitalisme: keuntungan selalu menjadi prioritas pertama, sementara manusia—termasuk anak-anak dan remaja—dianggap hanya sebagai konsumen pasif yang terus-menerus dicari perhatiannya.

Lebih menyedihkan lagi, negara tidak mampu menghadapi tekanan dari perusahaan digital besar di luar negeri. Kebijakan yang seharusnya melindungi anak muda justru tidak ada. Tidak ada batasan usia yang jelas, tidak ada aturan yang tegas, tidak ada pengawasan terhadap konten yang cukup, dan tidak ada penanganan terhadap bahaya kecerdasan buatan yang semakin memengaruhi cara berpikir remaja. Ketika negara hanya berperan sebagai pihak yang memudahkan pasar, bukan sebagai pelindung rakyat, maka generasi muda Indonesia hanyalah target pasar yang mudah dimanfaatkan tanpa batas. Inilah wajah sebenarnya dari kapitalisme: ia tidak hanya merusak struktur ekonomi dan sosial, tetapi juga merusak pikiran dan mental generasi muda bangsa.

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam menawarkan cara penyelamatan generasi yang sangat mendasar. Dalam sistem Islam, generasi muda tidak dilihat sebagai bahan produksi industri digital, melainkan sebagai bagian dari peradaban yang harus dijaga, dibina, dan dibimbing. Negara dalam sistem Islam bertanggung jawab untuk memastikan segala aspek kehidupan, termasuk penggunaan teknologi dan media digital, tetap berada dalam lingkungan yang menjaga akal, moral, dan kesehatan mental masyarakat. Dalam kerangka ini, pemerintah memiliki kewajiban langsung untuk mengawasi isi media, membatasi keberadaan platform yang merusak nilai-nilai kebaikan, serta menetapkan batasan usia yang ketat dalam penggunaan media sosial. Penggunaan kecerdasan buatan juga harus digunakan secara bijak agar memberi manfaat dan tidak merusak pembentukan karakter generasi muda.

Sistem Islam semakin penting terlihat dari cara sistem kapitalis gagal melindungi anak muda dari masalah mental. Sistem Islam tidak hanya memberikan aturan teknis, tetapi juga membangun dasar moral, pendidikan, keluarga, dan masyarakat yang saling terkait untuk membentuk perlindungan kuat bagi masa depan generasi. Dalam Islam, pendidikan bertujuan membentuk perilaku baik dan pemikiran yang cerdas, orang tua dianggap sebagai pengajar utama, serta masyarakat bersama-sama berupaya mendorong kebaikan dan melarang kejahatan agar lingkungan sosial tetap sehat.

Krisis mental yang terjadi saat ini di kalangan generasi muda Indonesia adalah tanda jelas dari kerusakan sistem kapitalisme digital. Selama sistem ini terus diterapkan dan dijadikan dasar kebijakan, masalah kehancuran mental akan terus berlanjut, bahkan semakin parah. Waktu sudah tepat bagi Indonesia untuk kembali meninjau arah sistem yang menjadi dasar peradaban negara. Sistem Islam memberikan alternatif yang menjadikan manusia sebagai amanah, bukan komoditas semata. Hanya dengan kembali mengikuti aturan Allah, generasi muda dapat diselamatkan dari mesin raksasa yang perlahan merusak pikiran, jiwa, dan masa depan mereka.

Wallahu'alam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak