Oleh : Kartika Septiani
Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh mengalami musibah banjir bandang, luapan sungai, dan longsor yang parah pada akhir bulan November 2025. Air bah datang meluluhlantakkan bangunan, jalan-jalan, jembatan, kendaraan, dengan membawa kayu-kayu sebesar tiang listrik.
Menurut Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB korban Jiwa mencapai 604 orang, korban hilang mencapai 464 orang, korban luka mencapai 2.600 orang.
Warga yang terdampak hingga 1,5 juta orang dan jumlah pengungsi 570 ribu orang. Data terbaru hingga tanggal 1 Desember yang lalu yang sepertinya akan terus bertambah. (cnnindonesia.com, 01/12/2025)
Rumah warga habis, ribuan warga mengungsi, ratusan nyawa meninggal dan hilang. Hujan mengguyur dalam waktu kurang lebih satu pekan dengan intensitas rendah hingga tinggi. Banjir hingga ke atap rumah dan memaksa warga terjebak dan bertahan diatas atap dengan kondisi yang memprihatinkan. Kedinginan, tanpa makan dan minum berhari-hari.
Banjir ini membawa gelondongan kayu yang benar-benar terpotong dengan rapi. Seperti sengaja di tebang, diberi nomor pula. Bisa masyarakat lihat bahwa penyebabnya adalah penggundulan hutan dan alih fungsinya hutan. Hutan dihulu sudah porak poranda, habis tak bersisa. Sehingga tanah tidak mampu menahan air hujan yang turun dengan intensitas yang tinggi. Memaksa air turun langsung kedataran lebih rendah, dan membanjiri daerah padat penduduk.
Musibah yang saat ini terjadi, bukanlah sebab kesalahan dari curah hujan yang ekstrem. Tapi karena kerusakan yang dibuat oleh segelintir orang, manusia-manusia serakah, dan tamak akan keuntungan. Tidak lain dan tidak bukan adalah ulah mereka para pengusaha yang jelas bersekongkol dengan pemangku kepentingan, karena izin mengalih fungsikan lahan tidak mungkin tanpa seizin penguasa.
Ini adalah potret nyata dari buruk nya sistem yang berasaskan manfaat bagi rakyat yakni kapitalisme. Sistem buruk ini yang melahirkan para penguasa yang zalim. Hutan dibabat habis untuk digantikan dengan perkebunan sawit, digantikan dengan tambang. Tanaman sawit tidak mempunyai fungsi yang sama dengan pohon di hutan, apalagi tambang yang jelas mengeruk hasil bumi dan membuat tanah menjadi rapuh. Alam dieksploitasi, keuntungan hanya masuk kantong pribadi, dan rakyat yang menanggung akibatnya.
Hutan adalah komponen penting dari bagian di bumi Allah ini. Allah menciptakannya dengan tujuan, yakni sebagai penjaga alam yang juga menjadi penjaga dari keberlangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup yang lain. Merusaknya adalah mendatangkan musibah bagi manusia itu sendiri.
Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur'an:
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (TQS. Ar-Rum : 41)
Islam sudah mengingatkan untuk tidak merusak alam dan menjaga kelestarian lingkungan. Potensi sumber daya alam yang ada tidak bisa sembarangan dikeruk dan diambil, negara yang berasaskan aturan Al-Quran dan As-Sunnah akan menata tata ruang lingkungan agar keseimbangan alam tetap terjaga. Ada yang potensi sumber daya alamnya dikelola lalu hasilnya dikembalikan kepada rakyat, ada yang tetap dijaga untuk penjagaan bumi itu sendiri.
Hanya dengan hukum Allah saja negara mampu meminimalisir terjadinya bencana alam, yang menyengsarakan rakyat. Khalifah sebagai pemegang kekuasaan dan pemegang amanah dari Allah akan berfokus pada keselamatan rakyat, pencegahan dan antisipasi akan dilakukan dengan menyertakan para ahli dalam bidang terkait. Rakyat akan aman, karena negara menjamin keselamatannya. Tidak ada eksploitasi alam yang keuntungannya dinikmati sebagian orang dan rakyat yang terkena dampaknya. Karena jelas hal ini tidak boleh didalam aturan islam. Wallahualam
Tags
opini
