By : Ummu Aqsha
Penggunaan ponsel pintar di Indonesia semakin masif dari hari ke hari. Melansir data statisik dari data.goodstats.id, jumlah pengguna ponsel pintar di Indonesia cenderung naik dari tahun ke tahun.
Jika pada tahun 2015 jumlahnya tidak sampai 60 juta pengguna, di tahun 2023, sewindu kemudian, jumlahnya melonjak drastis hingga mencapai lebih dari 180 juta pengguna.
Melansir prioridata.com, jumlah pengguna ponsel pintar di Indonesia saat ini mencapai 187 juta, berada di urutan keempat sebagai negara dengan pengguna ponsel pintar terbanyak di dunia setelah China, India, dan Amerika yang berada di urutan pertama, kedua, dan ketiga.
Namun jika dilihat dari persentase penetrasi ponsel pintar, Indonesia memiliki persentase penetrasi yang sama dengan China. Jika dilihat dari kategori usia, di seluruh dunia, pengguna internet yang paling lama aktif di dunia maya adalah Gen Z yang berusia 16-24 tahun yang rata-rata menghabiskan sekitar 7 jam setiap hari untuk eksis di dunia maya.
Melalui berbagai tes seperti uji daya ingat, tes ketajaman fokus, tes kecemasan, dan indeks prestasi, para peneliti menemukan beberapa efek negatif dari penggunaan ponsel pintar dan internet yang ekstensif.
Dampak negatif ini meliputi adiksi gawai, kecemasan jika tidak memegang gawai, fear of missing out (FOMO), penurunan indeks prestasi, dan yang terbaru adalah risiko gangguan Digital Dementia yang merujuk pada fenomena menurunnya fungsi kognitif karena terlalu sering bergantung pada teknologi seperti ponsel pintar dan internet. Penggunaan teman Medsos dan AI bisa berdampak buruk bagi remaja yang kesepian dan rentan.(newsnesia.id 8/12/2025).
Sistem Sekuler Liberal Perusak Generasi Muslim.
Paparan masif media sosial di kalangan generasi muda bukan hanya membentuk cara berpikir, bersikap, dan gaya hidup mereka, tetapi juga memengaruhi cara mereka memahami agama. Pola belajar agama yang dulu bertumpu pada guru dan majelis ilmu, kini bergeser pada algoritma media sosial yang tentunya tidak bebas nilai.
Hari ini kita hidup dalam sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, sistem yang mencabut potensi generasi muda dari fitrahnya. Nilai sekuler mengajarkan agama itu urusan pribadi. Di medsos berseliweran konten yang menyatakan bahwa kebenaran itu relatif. Pernyataan tersebut sejalan dengan pandangan pemikir barat. Sebagai ciri pertama dari agama jahat (evil). Padahal dalam Islam, kebenaran itu bersifat tetap, tidak relatif, sebagaimana yang diyakini oleh orang Barat, sebagai akibat dari penggunaan metode ilmiah.
Medsos juga memberikan standar rusak: yang penting viral, bukan benar. Generasi muda dijejali beragam konten tiap hari. mulai dari gaya hidup hedonistik, membandingkan dengan orang lain. Akibatnya generasi muda mudah overthinking; haus validasi, tapi minim refleksi diri; banyak berpikir, tapi salah arah; dan sebagainya.
Data menunjukkan bahwa generasi muda rentan terhadap stres dari perbandingan sosial di platform seperti Instagram dan TikTok, serta mengalami FOMO (fear of missing out) atau takut tertinggal dari lingkungannya. Dari survei I‑NAMHS (2022), 1 dari 3 remaja Indonesia (sekitar 34,9% atau 15,5 juta remaja usia 10–17 tahun) mengalami masalah kesehatan mental dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Dari kelompok tersebut, sekitar 5,5% remaja dilaporkan mengalami gangguan mental (diagnosis klinis).
Survei Jakpat (2022) menunjukkan bahwa lebih dari 59% Gen Z menyatakan mengalami permasalahan kesehatan mental. Aplikasi seluler yang paling banyak diunduh di Indonesia pada 2023 adalah aplikasi pinjaman pribadi atau pinjol. Jumlah unduhannya mencapai sebesar 222 juta, angka yang hampir menyaingi jumlah penduduk Indonesia saat ini.
Yang memprihatinkan, berdasarkan Data Statistik Fintech Lending Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2023, mayoritas nasabah pinjol adalah generasi muda, terutama dari kelompok usia 19–34 tahun. Mereka tercatat sebagai kelompok usia penerima terbesar kredit pinjol, yakni 54,06% atau mencapai Rp27,1 triliun. Menurut survei, 58% generasi muda lebih sering menggunakan pinjol untuk gaya hidup dan hiburan.
Sistem sekuler kapitalisme mempromosikan budaya konsumerisme melalui medsos, menjadikan generasi muda muslim membuang standar syariat. Mereka terjerat riba pinjol demi mengejar kesenangan dan merusak karakter kepribadiannya sebagai muslim.
Para kapitalis pun membidik generasi muda sebagai pasar strategis untuk menumpuk kekayaan. Barat (AS) sebagai pengusung ideologi rusak—kapitalisme dengan sistem sekuler liberal sebagai asasnya—berusaha untuk mengekspor nilai-nilai rusak (liberalisme, hedonisme, permisif, dll.) ke negeri-negeri muslim. Sarana yang tepat untuk menancapkan ke dalam tubuh generasi muda melalui medsos.
Apa tujuannya? Tentu untuk menancapkan nilai-nilai yang bertolak belakang dengan standar syariat. Alhasil, generasi muda muslim akan jauh dari Islam, bahkan meninggalkan Islam. Potensi besar generasi muda sebagai pelopor perubahan akan mati. Geliat kontribusi untuk kebangkitan umat berganti menjadi mangsa pasar empuk bagi cuan kapitalis. Generasi muslim akan dibajak sebagai pengokoh sistem rusak sekuler kapitalisme dengan dijadikan budak digitalisasi.
Visi Khilafah Mewijudkan
Generasi Berkualitas Pada
Era Digital.
Keberadaan generasi muda semestinya menjadi aset masa depan bagi sebuah peradaban. Itulah rekam jejak mulia yang ditunjukkan oleh peradaban Islam. Islam memiliki sejumlah tata aturan syariat tentang penjagaan generasi agar menjadi generasi berkualitas, bahkan sejak mereka belum dilahirkan.
Ini tentu berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme yang menghalalkan cara pandang serba bebas dan boleh. Bagi kapitalisme, generasi muda tidak dipandang sebagai masa depan peradaban, melainkan sebagai pasar bagi produk-produk kapitalis. Na’ūżu billāh.
Islam memiliki seperangkat aturan yang berfungsi menjaga generasi dan keluarga muslim agar terhindar dari kebinasaan, baik di dunia maupun di akhirat. Allah Taala berfirman di dalam ayat,
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An-Nisa’ [4]: 9).
Allah Taala memberi peringatan kepada kaum muslim agar jangan sampai meninggalkan keturunan yang lemah, baik dalam hal akidah, ibadah, intelektual/keilmuan, maupun ekonomi. Islam telah mengatur visi misi pendidikan anak/generasi muda, mulai dari pendidikan di tengah keluarga, masyarakat, hingga negara agar mereka tidak terjerumus dalam kebinasaan.
Dalam rangka mewujudkan generasi yang kuat perlu upaya sistemis dan solusi tuntas oleh sistem Islam (Khilafah). Pengelolaan hak anak membutuhkan penerapan aturan Islam secara kafah. Kondisi sosial masyarakat juga akan sangat terjaga dalam sistem Islam. Khilafah berperan sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi warganya sebagaimana di dalam sabda Rasulullah saw.,
الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari).
Perihal media atau informasi, Khilafah berperan sentral untuk melakukan tata kelola media beserta konten dan produksi perangkatnya. Media dan gawai termasuk golongan madaniyah (benda-benda hasil kemajuan teknologi) yang hukum asal bendanya mubah (boleh).
Khilafah wajib menyediakan berbagai sarana, prasarana, serta media yang berfungsi integral dengan konsep penjagaan generasi. Integrasi instrumen digital dengan pendidikan generasi harus disesuaikan dengan kebutuhan usianya, jangan sampai kebablasan.
Kebijakan penggunaan gawai menurut Islam bukan untuk kepentingan liberal dan hedonistik sebagaimana dalam kapitalisme, tapi dikembalikan pada hukum asal penggunaan gawai, yakni mubah. Khilafah akan mengatur transaksi jual beli maupun ekspor impor perangkat gawai, agar masyarakat tidak menjadi target imperialisme pasar sebagaimana di dalam kapitalisme.
Gawai beserta konten digital di dalamnya adalah instrumen yang harus diarahkan untuk ketakwaan, dakwah, dan amal saleh, bukan untuk melenakan, apalagi membinasakan generasi. Untuk itu, Khilafah tidak akan membiarkan peredaran konten-konten yang merusak generasi, seperti pornografi, judol, pinjol, gim online, serta media sosial tanpa batas di dalam gawai milik warganya.
Terkait dengan potensi munculnya kejahatan siber, Khilafah akan mengaturnya di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri, sebagai departemen yang mengurusi segala bentuk gangguan keamanan melalui satuan kepolisian. Khilafah akan memutus semua bentuk kerja sama atau perjanjian dengan semua platform media sosial dari luar Khilafah, terlebih jika muncul indikasi yang membahayakan generasi muda maupun warga Khilafah pada umumnya. Jika terjadi pelanggaran, Khilafah tidak segan untuk menerapkan sanksi yang tegas dan menjerakan pelakunya.
Selanjutnya, Khilafah akan meneguhkan diri sebagai negara adidaya melalui strategi ekonomi, politik luar negeri, pendidikan, pertahanan dan keamanan termasuk cyber security, serta sistem sanksi yang adil dan tegas bagi setiap tindakan penyalahgunaan teknologi digital.
Demikianlah visi Khilafah untuk mewujudkan generasi berkualitas agar tidak mudah dirusak oleh invasi digital kapitalisme.
Wallahualam bisawabb.
Tags
opini