Bencana Alam Bukti Konsekuensi Keserakahan Manusia

Oleh Anggi (Pegiat literasi) 



Bencana Alam seperti banjir dan tanah longsor tengah melanda diberbagai wilayah Indonesia. Musibah banjir bandang dan longsor tidak hanya terjadi di Aceh dan Sumatera namun juga terjadi di Kabupaten Subang dan Karawang, yang banyak merusak pemukiman dan fasilitas-fasilitas penting masyarakat.

Berdasarkan data BPBD Karawang, banjir yang terjadi sejak beberapa hari terakhir di Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat itu merendam 316 rumah yang dihuni 1.224 jiwa atau 413 kepala keluarga. Ketinggian air bervariasi, mulai 20 sentimeter hingga 1 meter. Informasi BPBD Karawang, banjir di Desa Karangligar terjadi akibat tingginya curah hujan yang memicu meluapnya dua sungai besar, yakni Sungai Citarum dan Cibeet (Jabarantaranews.com  5/12/2025). 

Persoalan banjir dan longsor yang setiap tahun tidak dapat dihindari di berbagai wilayah Indonesia ini bukanlah semata-mata karena datangnya musim penghujan. Namun karena kacaunya tata kelola khususnya dalam hal pembangunan dan penjagaan lingkungan dalam sistem kapitalisme.

Pemerintah daerah maupun pusat harus menerapkan tata ruang yang memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Pembangunan infrastruktur, permukiman, dan industri harus mempertimbangkan risiko bencana, terutama di daerah aliran sungai (DAS) dan lereng perbukitan.

BPBD dan instansi terkait juga perlu meningkatkan sistem pemantauan cuaca, curah hujan, dan potensi longsor secara real-time. Masyarakat juga harus diberi edukasi dan pelatihan kesiapsiagaan bencana sejak dini. Agar saat terjadi bencana sudah siap dan ada perbekalan dalam menghadapi bencana tersebut.

Dalam sistem kapitalisme, pertumbuhan ekonomi dan akumulasi kekayaan menjadi tujuan utama. Alam dipandang bukan sebagai amanah dari Allah yang harus dijaga, melainkan sebagai sumber daya yang bisa dieksploitasi demi keuntungan perorangan atau kelompok semata. Akibatnya, hutan ditebangi tanpa mempertimbangkan dampak ekologis, lahan resapan air dialihfungsikan menjadi kawasan industri atau perumahan elit, dan sungai dijadikan tempat pembuangan limbah industri. Semua ini dilakukan demi memenuhi kekayaan semata.

Bencana alam yang kita saksikan hari ini bukanlah sekadar “musibah alam”melainkan juga cermin dari kegagalan sistem kapitalisme dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan. Islam menawarkan solusi : mengembalikan manusia pada perannya sebagai Khalifah yang bertanggung jawab, bukan sebagai predator bumi yang rakus. Hanya dengan kembali kepada sistem Islam, yaitu sistem yang menempatkan keadilan serta keberlanjutan sebagai poros utama, bencana seperti ini bisa dicegah—bukan hanya direspons saat terjadi.

Allah berfirman “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, (melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)

Banjir dan longsor adalah tanda bahwa keseimbangan alam telah terganggu. Maka, harapan kita adalah lahirnya kesadaran untuk tidak merusak alam—baik melalui penebangan hutan sembarangan, alih fungsi lahan tanpa pertimbangan ekologis, maupun pola konsumsi yang boros. Karena Allaah telah berfirman “janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya." (QS. Al-A’raf: 56).

Harapan kita, semoga bencana alam ini menjadi peringatan dan pelajaran bagi kita semua—baik pemerintah maupun rakyat—untuk kembali menyadari bahwa bumi ini bukan milik kita, melainkan amanah dari Allah yang harus dijaga.

Wallaahu a’lam bish-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak