Oleh: Annisa Fauziah
Salah satu fenomena yang cukup menarik di kalangan anak muda saat ini, yaitu semakin banyaknya anak muda yang menunda pernikahan. Bahkan angka pernikahan di Indonesia turun drastis sejak 2023 (Kompas.com, 22/11/2025). Kestabilan ekonomi dianggap lebih penting daripada segera menikah. Hal ini juga diperbincangkan dan menjadi viral di media sosial Threads pada akhir Oktober 2025, yaitu terkait anak-anak zaman sekarang yang lebih takut miskin daripada takut tidak menikah.
Pendapat ini tentu bukan tanpa alasan. Banyak anak muda yang melihat realitas bahwa semakin hari harga kebutuhan hidup dan biaya hunian semakin tinggi. Selain itu, persaingan kerja juga semakin ketat sehingga menjadi tantangan yang harus dialami anak muda. Di sisi lain, narasi “marriage is scary” semakin didengung-dengungkan. Wajar jika banyak anak muda yang akhirnya semakin ketakutan untuk melangkah ke jenjang pernikahan.
Berbagai isu konflik pernikahan dijajakan dalam berita-berita viral di media sosial. Mulai dari isu perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga fenomena fatherless. Selain itu, tuntutan ekonomi yang semakin besar menjadi salah satu faktor yang ditakutkan setelah pernikahan. Wajar jika pernikahan menjadi dinarasikan sebagai momok yang menakutkan.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa generasi muda kita saat ini mengalami perubahan orientasi. Fakta ini sebenarnya menunjukkan buah dari masifnya cengkeraman yang dilakukan oleh ideologi kapitalisme sekuler yang sudah merasuki berbagai sendi kehidupan kita. Tidak hanya terkait dengan pemahaman, standar-standar kehidupan, dan kepercayaan masyarakat. Akan tetapi, kapitalisme telah membuat anak muda kehilangan arah.
Sistem kapitalisme berhasil menciptakan ketakutan akan kemiskinan di tengah masyarakat. Sebab, biaya hidup semakin tinggi, sulitnya mencari pekerjaan, hingga upah yang didapatkan sangat rendah. Jangankan mendapatkan standar hidup yang layak, untuk bisa menyambung hidup pun masih harus berjuang mati-matian.
Sistem kapitalisme sudah berhasil menciptakan ilusi tentang standar kebahagiaan di tengah masyarakat. Gaya hidup mewah dan properti yang megah seolah menjadi jaminan seseorang bisa hidup nyaman dan tenang. Wajar jika akhirnya banyak anak muda yang terbius dengan slogan-slogannya untuk bisa mencari kebahagian pada semua hal yang bersifat materi. Banyak anak muda yang saling berkompetisi untuk bisa cepat kaya. Mereka tergiur mencoba berbagai perangkat investasi yang bahkan tak tahu kehalalannya. Yang penting bagaimana supaya uang bisa diduplikasi secara cepat dengan usaha yang minim.
Negara tentu tidak bisa berlepas tangan terhadap kondisi ini. Namun, faktanya saat ini negara hanya berperan sebagai regulator saja. Hal ini mengakibatkan individu harus memikul berbagai beban hidup yang seharusnya dipenuhi oleh negara. Berbagai kebijakan yang dihasilkan baik dalam bidang politik, ekonomi, dan pendidikan semakin menyengsarakan rakyat.
Sistem pendidikan sekuler memberikan peran yang signifikan untuk mencipatakan gaya hidup matrealis, permisif, dan hedon di kalangan anak muda. Mereka diperas tenaganya oleh para kapital. Mereka rela menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan cuan. Wajar jika akhinya banyak anak muda yang terjerat investasi bodong, pinjaman online (pinjol), dan sebagainya.
Pernikahan memang bisa menjadi momok yang menakutkan juga dianggap sebagai beban jika dijalankan dalam sistem kapitalisme sekuler. Ditambah lagi stigma negatif yang berhasil dihembuskan oleh media liberal berhasil menciptakan banyak ketakutan. Padahal, sejatinya pernikahan adalah ladang kebaikan dan untuk melanjutkan keturunan.
Di dalam Islam, pernikahan disebutkan menggenapkan separuh iman. Sebab, dalam menjalankan pernikahan tak terlepas dari tujuan untuk beribadah kepada-Nya. Maka jika kehidupan pernikahan diwujudkan di dalam sistem Islam maka akan menghasilkan keberkahan dan ketentraman. Sebab, orientasinya bukan sekadar mendapatkan kebahagiaan duniawi.
Negara di dalam sistem Islam bertanggung jawab untuk mengurusi berbagai urusan masyarakat. Bukan justru menjadi pihak yang menyengsarakan dan menzalimi masyarakat. Oleh karena itu, negara harus menjamin kebutuhan dasar masyarakat mulai dari pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara harus memastikan bahwa tidak ada rakyatnya yang kelaparan, tidak ada suami yang tak punya pekerjaan, tidak ada anak yang putus sekolah karena tak ada biaya. Lapangan pekerjaan harus diciptakan secara luas dan gaji yang diberikan memenuhi standar kelayakan.
Kepemilikan umum (milkiyyah ammah) yang notabene adalah milik masyarakat tidak boleh lagi dikelola oleh swasta ataupun asing. Negara harus mengambil alih pengelolaannya dan memastikan hasilnya didistribusikan secara adil di tengah masyarakat. Dengan demikian, kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan bukan hanya sekadar janji manis yang tak tak pernah ditunaikan.
Sistem pendidikan Islam akan melahirkan generasi-generasi muda yang beriman, bertakwa, dan memiliki kepribadian Islam yang kokoh. Dengan demikian, anak muda yang dibentuk oleh ideologi Islam adalah generasi yang tangguh, berkarakter, memiliki tsaqafah Islam mumpuni dan menguasasi ilmu pengetahuan umum secara berkesinambungan. Maka, tidak ada lagi anak muda yang bermental “strawberry”. Sebab, mereka akan tumbuh di lingkungan yang mampu membentuk anak muda menjadi mutiara umat.
Anak muda tidak akan terjebak lagi oleh matrealisme dan hedonisme yang menipu dan menghancurkan. Sebab, generasi muda yang berideologi Islam akan penjadi penyelamat umat bukan beban masyatakat. Mereka akan memberikan kontribusi terbaiknya untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslimin bukan untuk memperkaya diri.
Penjagaan institusi keluarga harus senantiasa dilakukan. Hal ini dilakukan agar anak muda memahami tujuan untuk melangsungkan pernikahan dan membangun keluarga. Mereka tidak akan menjadikan pernikahan sebagai ajang gengsi dan perlombaan, Bukan pula untuk sekadar mengubah status. Sebab, pernikahan yang dilandasi dengan iman dan dijaga dengan ideologi Islam akan menciptakan kebahagiaan. Bukan hanya kebahagiaan dan ketenangan di dunia, tetapi juga di akhirat. Tentu semua ini adalah hal yang kita impikan.
Tags
Opini