Bencana Sumatra: Bukti Bahaya Perusakan Alam dalam Sistem Kapitalisme



Oleh: Hanifah Afriani



Banjir dan tanah longsor semakin sering terjadi akibat deforestasi besar-besaran untuk perkebunan dan industri. Seperti yang terjadi baru-baru ini di beberapa provinsi Sumatra. 

Banjir dahsyat menimpa beberapa provinsi Sumatra, bukan banjir biasa, banjir itu membawa gelondongan kayu-kayu besar, hingga rumah-rumah warga banyak rusak parah, bahkan banyak warga yang menjadi korban. 

Korban bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat terus bertambah. Jumlah korban meninggal kini tercatat 969 jiwa, Rabu pagi (10/12/2025). (cnbcindonesia.com, 10/12/2025) 

Penyebabnya tidak hanya karena faktor curah hujan yang sampai pada puncaknya, banjir bandang terlihat sangat parah karena diiringi oleh menurunnya daya tampung wilayah. Hal itu karena pembabatan hutan habis-habisan untuk perkebunan industri sawit. 

Padahal hutan sangat berpengaruh besar terhadap kehidupan, pohon-pohon besar yang mampu menyerap air banyak dan mencegah dari longsor dan banjir. Namun sayang, itu semua dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab demi kepentingan pribadi. Imbasnya, rakyat yang menjadi korbannya. 

Krisis ekologi seperti hilangnya habitat satwa, kerusakan tanah, dan penurunan kualitas udara makin parah. Bencana ini bukan sekadar fenomena alam, tetapi akibat langsung dari aktivitas manusia yang merusak lingkungan.

Dalam kapitalisme, alam dianggap komoditas yang bisa dikuasai demi keuntungan. Perusahaan besar diberi konsesi hutan dan izin eksploitasi yang luas, sehingga pembakaran lahan dan penebangan terjadi tanpa kontrol ketat. 

Regulasi longgar dan sanksi ringan membuat pelaku tidak jera. Negara cenderung bertindak sebagai pelayan kepentingan korporasi, bukan penjaga lingkungan dan rakyat. Hasilnya yaitu eksploitasi berlebih, kerusakan masif, dan bencana yang terus berulang.

Begitulah akibat dari penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Sistem kapitalisme rusak, merusak, dan menyengsarakan. Menyebabkan kerusakan jiwa-jiwa manusia juga alam. Jelaslah sistem tersebut batil. Sangat berbeda jauh dengan sistem Islam. 

Sistem Islam adalah sistem peraturan hidup dari sang Pencipta yakni Allah SWT. Jelas sistem Islam adalah sistem shahih, ketika diterapkan maka akan membawa rahmat bagi seluruh alam. 

Begitu pula dengan bencana yang terjadi, Islam punya solusi dan memiliki sistem yang mengatur relasi manusia dengan alam secara seimbang diantaranya yaitu:

Pertama, SDA sebagai milik umum. Hutan, air, dan sumber daya alam adalah milik umat, bukan boleh dikuasai korporasi. Negara hanya mengelola, bukan menjual atau memberi konsesi.

Kedua, larangan merusak alam. Islam mengharamkan perbuatan fasad fil-ardh (kerusakan di bumi). Pembakaran lahan atau eksploitasi yang merusak dikenai sanksi tegas dan menimbulkan efek jera.

Ketiga, negara Islam wajib menjaga lingkungan. Pemimpin bertanggung jawab penuh: mencegah deforestasi, menjaga kawasan lindung, melakukan rehabilitasi hutan, mengatur pembangunan sesuai daya dukung alam.

Keempat, ekonomi anti-monopoli. Islam menutup pintu monopoli milik segelintir korporasi, sehingga tidak ada perusahaan yang bisa menguasai jutaan hektar lahan seperti dalam kapitalisme.

Kerusakan dan bencana di Sumatra adalah bukti nyata bahwa eksploitasi kapitalistik merusak keseimbangan alam. Islam menawarkan solusi komprehensif yang menempatkan alam sebagai amanah, bukan komoditas. Dengan penerapan syariah secara menyeluruh, eksploitasi berlebih akan berhenti dan bumi kembali terjaga.

Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak