Oleh : Mutri Yeni, S.Pd
Pemerhati Kebijakan Publik
Kehilangan orang yang kita sayangi, harta benda dan tempat tinggal adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Itulah yang dialami oleh saudara-saudara kita yang menjadi korban bencana banjir di Sumatera. Mereka harus berjuang untuk menyelamatkan hidup mereka di tengah bencana banjir yang sangat dahsyat. Saat itu tak ada pertolongan yang bisa diharapkan kecuali hanya berasal dari Allah semata, pencipta alam semesta ini.
Dilansir IDM times.com, jumlah korban jiwa akibat banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera terus mengalami peningkatan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan hingga Selasa (2/12) sore, total 708 orang meninggal dini dan 499 lainnya masih hilang.
Besarnya dampak dan korban dari bencana di sebagian besar wilayah Sumatera ini ternyata belum ditetapkan pemerintah pusat sebagai bencana nasional, masih masuk kategori bencana daerah tingkat provinsi.
Akar Masalah Bencana
Menurut Ferdy Irwandi, seorang aktor dan content creator kondang yang peduli lingkungan, bencana besar ini disebabkan oleh kombinasi tiga faktor utama. Pertama, cuaca ekstrem: Kondisi cuaca yang sangat ekstrem diakibatkan oleh munculnya dua siklon tropis (siklon tropis yarr dan siklon tropis koto) yang menyebabkan curah hujan tinggi, bahkan mencapai 800 mm/jam.
Kedua, kerusakan ekosistem: Dampak destruktif yang masif terjadi karena hilangnya fungsi hutan dan pepohonan akibat deforestrisasi, pembukaan lahan, dan ilegal loging yang marak.
Sejak 1985,56 persen hutan alam Sumatera telah lenyap. Dari 25 juta hektare tinggal 11 juta hektare, 19 juta hektare hutan primer mati, digantikan sawit, tambang dan HTI yang rakus.
Tesso Nilo, benteng gaja sumatera yang dulu seluas seratus dua puluh ribu hektare , kini tinggal 38 ribu hektare utuh. Sisanya sawit ilegal yang ditanam perusahaan dengan pemilik berseliweran di kursi DPR.
Tahun ini, Sumut kehilangan 8.090 hektare hutan alam, setara 5,91 juta ton CO2 yang kini menjadi lonsor dan banjir.
Sembilan puluh tujuh persen deforestasi 2004-2005 terjadi di konsesi ilegal, 4.643 IUP tambang (9,1 juta hektare), 326.417 hektare HGU sawit, 5,67 juta hektare HTI, bukan perambahan liar, tapi pembantaian berizin.
Menurut data GFW ( global forest watch) mengungkap sebanyak 10,5 juta hektare hutan di Indonesia hilang sepanjang 2002-2003.
Ketiga, masalah tata ruang: Pemerintah daerah di beberapa wilayah diduga tidak mengindahkan kajian akademis yang telah memperingatkan risiko bahaya di lokasi-lokasi pemukiman tertentu.
Bencana banjir dan longsor yang terjadi saat ini jelas bukan hanya disebabkan oleh faktor alam semata, tapi lebih banyak disebabkan oleh ulah tangan manusia. Ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, surat ar-rum aya 41.
Artinya: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Manusia yang diwakili oleh penguasa dan pejabat negeri ini telah memberikan akses dan izin kepada oknum dan perusahaan tertentu untuk merubah hutan dan ekosistem untuk kepentingan segelintir orang.
Kebijakan tersebut muncul dari cara pandang sistem yang dipakai di negara ini, yaitu sistem kapitalisme. Sistem yang menilai sesuatu berdasarkan materi semata, termasuk dalam memandang hutan. Hutan dianggap sebagai komunitas yang bisa mendatangkan materi, bukan sebagaimana fungsinya. Akibatnya hutan tidak lagi bisa menjalankan tugasnya untuk mencegah banjir dan longsor ketika hujan lebat datang.
Solusi Islam dalam Mengatasi Bencana
Islam memerintahkan kita untuk menerima qadha, dan bersikap sabar dalam menghadapinya. Musibah adalah qadho atau takdir dari Allah SWT yang harus disikapi dengan sabar dan ikhlas.
Namun kita tidak hanya dituntut untuk sabar, Islam mengajak kita untuk senantiasa melakukan muhasabah ketika ditimpa musibah.
Bencana yang hari ini menimpa Sumatera bukan semata karena fenomena alam, tetapi disebabkan oleh ulah manusia yang melanggar syariat Islam. Negara memberikan hutan kepada perusahaan swasta dan asing untuk dibabat secara brutal, untuk dijadikan perkebunan sawit dan tambang-tambang. kebijakan ini semata-mata demi kepentingan segelintir orang dan mengabaikan dampak kerusakan alam dan bencana yang menimpa masyarakat.
Dalam Islam, hutan dan tambang adalah milik umum yang harus dikelola untuk kepentingan umum dan haram diberikan kepada individu atau swasta.
Islam membolehkan negara untuk memagari hutan demi kemaslahatan masyarakat, tapi tetap memperhatikan dampaknya bagi kelestarian lingkungan. Islam tidak akan membiarkan tindakan yang bisa mengantarkan dharar seperti terjadinya bencana alam.
Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah, pengelolaan ruang hidup akan tertata dengan rapi dan alam akan menjalankan fungsinya dengan baik.
Tags
opini
