Bahaya Generasi akibat Konten Merusak di Ruang Digital


Oleh: Yayat Rohayati



Kecanggihan teknologi telah mengubah cara  hidup, cara bekerja, dan cara berpikir manusia. Dunia telah berlalu menuju era baru. Bisa kita saksikan berbagai inovasi hadir dengan kecepatan yang luar biasa. Mulai dari media sosial, sistem pembayaran, sampai perangkat yang bisa bekerja tanpa campur tangan manusia.

Banyak manfaat yang bisa dirasakan dari kecanggihan teknologi, misalnya media sosial. Hadirnya media sosial memudahkan komunikasi dengan siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Kita bisa mengakses informasi lebih cepat dan luas. Media sosial bisa juga menjadi peluang bisnis, dan ruang untuk berekspresi serta berkreatifitas. Bahkan dengan media sosial, ruang dakwah pun terbuka lebar, para dai, ulama, dan pendidik dalam menyampaikan ilmu. 

Ruang digital hari ini telah menjadi dunia kedua bagi generasi muda. Dengan kecanggihan teknologi mereka tumbuh dalam arus informasi yang deras, cepat, dan tanpa batas. Namun sayang, tidak semua konten membawa informasi yang baik. Banyak sekali konten yang justru merusak, dan mengikis karakter mereka. 

Konten negatif seperti pornografi, judi online (judol), pinjaman online (pinjol), cyberbullying, penjualan manusia (traficking), moderasi,dan lainnya, dengan mudah diakses dan akhirnya memengaruhi cara berpikir mereka. 

Seperti kasus di Kokap, Kulonprogo, DI Yogyakarta, siswa SMP tidak masuk sekolah karena malu dirinya terjerat pinjol dan judoljudol (detiknews.com, 27/11).

Miris sekali, siswa SMP sudah terjerat pinjol dan judol. Inilah akibat dari masifnya penggunaan gawai dalam kehidupan, yang melahirkan generasi rapuh dan sekuler. Sementara disatu sisi, orang tua kehilangan kendali atas apa yang mereka dapatkan. Akhirnya, generasi muda tumbuh dengan layar sebagai sahabat. Ketika gawai lebih banyak dipegang daripada Al-Qur'an, di situlah teknologi bukan lagi alat, tetapi akan menjadi tuan yang menguasai manusia. 

Negara dalam sistem kapitalisme sekuler, telah gagal memberikan perlindungan pada generasi. Karena sistem ini memiliki tujuan hidup pencapaian materi dan kepuasan jasadiyah, dan ada pemisahan antara agama dan kehidupan bermasyarakat serta bernegara. Maka, konten yang merusak diberi ruang untuk eksis. Tak lagi memikirkan halal haram. Negara abai dalam pengawasan, sehingga ruang digital jauh dari kata aman. 

Bahaya generasi akibat konten merusak akan tereliminasi, jika negara hadir sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya. Negara sebagai raa'in adalah negara yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar rakyat. Tidak seperti sekarang, rakyat dipaksa berjuang dan bertahan hidup di tengah kebijakan yang banyak berpihak pada para korporat. 

Negara sebagai junnah adalah negara yang mampu melindungi rakyatnya. Dalam visinya guna menyelamatkan generasi, negara akan membuat kebijakan yang melindungi rakyat baik di dunia nyata, maupun di ruang digital. 

Kemudian, negara menyaring masifnya konten-konten yang masuk ke ruang digital. Sehingga ruang digital aman bagi generasi muda, sekaligus bisa digunakan sebagai sarana pendidikan dan dakwah. 

Kondisi seperti di atas hanya ada dalam negara yang menerapkan syari'at IsIam secara kaffah (keseluruhan), dan mustahil hadir dalam negara yang mengesampingkan aturan Allah dalam kehidupan. 

Oleh karena itu penting sekali upaya penegakkan syariat IsIam segera terwujud, dengan aktivitas dakwah mengikuti metode Rosulullah saw. ke tengah-tengah umat. 

Wallahu a'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak