Oleh. Nasywa Adzkiya
(Aktivis Muslimah Kalsel)
Kehidupan dunia saat ini yang begitu kental dengan kehidupan sekuler kapitalistik dan arus modernisasi global membuat kita memusut dada. Bagaimana tidak, jika kita mencermati kehidupan masyarakat saat ini sudah semakin kacau. Kekacauan ini disinyalir dikarenakan jauhnya umat dari kehidupan islam. Di tengah kerusakan saat ini tentu kita perlu solusi yang dapat membawa perubahan untuk umat.
Menteri Agama RI Nasarudin Umar membuat sebuah ajakan yang menggugah untuk mengembalikan kejayaan Islam. ajakan yang menggugah dari Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, untuk mengembalikan kejayaan peradaban Islam. Ia menyampaikan bahwa Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Nasional dan Internasional dapat menjadi anak tangga pertama menuju kembalinya The Golden Age of Islamic Civilization atau Zaman Keemasan Peradaban Islam. Namun, menurutnya, kebangkitan ini harus dimulai dari pesantren sebagai benteng paling kuat yang dimiliki bangsa Indonesia (kemenag, 02-10-2025).
MQK sebagai Anak Tangga Menuju Kebangkitan Islam
Menag berharap Musabaqah Qiraatil Kutub Nasional dan Internasional dapat menjadi anak tangga pertama menuju kembalinya The Golden Age of Islamic Civilization, dan ini harus dimulai dari pesantren sebagai benteng paling kuatnya Indonesia.
Menurut Menteri Agama RI MQK bukan sekadar ajang lomba untuk membaca kitab Al-Quran, melainkan harus dijadikan sebagai momentum untuk menanamkan kembali semangat mengkaji islam yang menjadi pondasi peradaban Islam di masa lampau.
Tradisi MQK yang melatih santri membaca kitab klasik dapat dijadikan sarana untuk membangun sarana untuk membangun kembali budaya keilmuan islam yang melahirkan ilmuan-ilmuan islam. Melalui MQK, generasi santri dapat menghidupkan kembali semangat ilmiah umat Islam yang pernah menjadikan Baghdad, Kordoba, dan Damaskus sebagai pusat peradaban dunia. Bila semangat MQK digelorakan, maka pesantren bisa menjadi pionir dalam membangkitkan kembali kejayaan peradaban Islam yang tidak hanya unggul secara religius, tetapi juga intelektual dan sosial. Sehingga untuk mewujudkan kebangkitan islam harus dimulai dari pesantren.
Untuk mewujudkan cita-cita kebangkitan peradaban Islam, Nasaruddin Umar menegaskan bahwa pesantren harus mempertahankan lima unsur sejatinya:
1. Masjid sebagai pusat ibadah dan ilmu,
2. Kiai sebagai figur moral dan pemimpin spiritual,
3. Santri sebagai pewaris ilmu dan pejuang dakwah,
4. Kemampuan membaca kitab turats, dan
5. Habit pesantren yang menumbuhkan adab, ukhuwah, dan keikhlasan.
Di tengah arus modernisasi dan globalisasi saat ini perlu diwaspadai adanya fenomena yang berupaya untuk menggeser orientasi pesantren dari pusat pembentukan ulama menjadi pusat pelatihan ekonomi dan budaya. Slogan-slogan seperti ‘santri mandiri secara ekonomi’ atau ‘santri duta budaya’ acapkali dijadikan alat untuk menggeser peran strategi pesantren sebagai pencetak ulama dan pemimpin peradaban Islam. Padahal, tugas utama santri adalah mendalami agama dan menegakkan nilai Islam di tengah masyarakat.
Ada pula yang menjadikan santri sebagai agen perdamaian dan duta Islam moderat, yang juga dapat mengaburkan makna Islam yang sebenarnya. Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian, namun harus tetap berada dalam koridor syariat Islam, bukan sekedar simbol atau alat politik identitas.
Mewujudkan kebangkitan Islam sejatinya adalah kewajiban bagi setiap Muslim, dan kebangkitan Islam adalah hal yang harus diwujudkan untuk kembali menegakan syariat Islam di muka bumi. Oleh karena itu kebangkitan Islam bukan sekadar slogan, tetapi adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Islam tidak hanya terkait tentang ibadah ritual, melainkan juga memiliki sistem sosial, politik, ekonomi dan hukum yang membentuk peradaban menyeluruh.
Pesantren adalah salah satu komponen penting dalam membangun peradaban Islam, namun ia tidak bisa berdiri sendiri. Diperlukan sinergi dengan dakwah politik Islam yang berorientasi pada penerapan syariat di seluruh aspek kehidupan.
Pesantren harus melahirkan ulama, pemikir, dan pemimpin umat yang mampu menuntun masyarakat menuju tatanan Islam yang utuh.
Berbicara tentang kebangkitan Islam, maka kita tentu akan berbicara institusi yang menaunginya yaitu khilafah islamiyah. Kebangkitan pemuda Islam tidak akan sempurna jika tidak ada sistem yang menerapkan seluruh aspek kehidupan umat. Dalam sistem khilafah, pesantren akan berperan besar sebagai pusat pendidikan, dakwah, dan riset keilmuan Islam. Di sanalah lahir generasi pemimpin yang tidak hanya berilmu, tetapi juga siap menegakkan keadilan dan kemuliaan Islam di dunia.
Oleh karena itu, pesantren adalah benteng terakhir Islam di Indonesia. Dari pesantren bisa dimulai kebangkitan peradaban Islam sebagaimana yang diimpikan oleh Nasaruddin Umar. Melalu Musabaqah Qiraatil Qutub, yang mengintegrasi kitab putih dan kitab kuning, pesantren dapat menjadi pelopor perubahan besar.
Namun, semua itu harus diiringi kesadaran bahwa kebangkitan Islam bukan sekadar narasi, melainkan perjuangan nyata untuk menegakkan sistem kehidupan Islam secara menyeluruh. Jika pesantren mampu memegang peran strategisnya dan tidak terjebak arus sekularisme, maka kebangkitan Islam bukanlah kenangan masa lalu, tetapi kenyataan masa depan.
Wallahu a'lam bishawab
.jpg)