Perceraian Meningkat, Rapuhnya Ketahanan Keluarga.



Oleh Zahrul Hayati




Apabila kita dalami penyebab maraknya gugat cerai di Indonesia, semua bermuara pada satu jawaban, yaitu penerapan sistem kapitalistik beserta turunannya, yakni sekularisme, liberalisme, feminisme.

Dari data Kementerian Agama, perceraian menunjukkan angka yang cukup tinggi.  Pada 2024 angka perceraian mencapai 466.359 kasus, naik dari 463.654 kasus pada 2023. Sedangkan pernikahan mencapai 1.478.424 kejadian, turun dari 1.577.255 kejadian pada 2023.

Rusaknya ketahanan keluarga begitu nyata didepan mata. Ini tidak berjalan fungsi keluarga secara baik dan efektif. Ditambah lagi banyaknya persoalan yang membelit keluarga hari ini. Harus diakui semua ini merupakan tanda-tanda dan fakta kerusakan keluarga.

Sungguh, faktor terbesar krisis ketahanan keluarga adalah nihilnya peran agama mengatur seluruh kehidupan manusia dari nilai-nilai takwa. Mereka tidak memahami terkait hukum syari'at. Alhasil banyak terjadinya kasus penyebab perceraian, suami menelantarkan keluarga, KDRT, perselingkuhan, hadirnya orang ketiga, dan kezaliman lainnya.

Berbagai upaya sudah dilakukan, perangkat undang -undang pun dikeluarkan. Ada UU perkawinan, UU P-KDRT, UU T-PKS, hingga berbagai program, alih-alih menyolusi persoalan keluarga, jauh panggang dari api, yang terjadi malah angka pengajuan perceraian makin terus meningkat setiap tahunnya.

Tingginya angka perceraian saat ini tidak terlepas dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme yang mengatur kehidupan manusia. Tuntutan kebutuhan yang sangat tinggi menyebabkan munculnya persoalan ekonomi, gizi buruk, gaya hidup hedonis, yang mendorong terjadinya perceraian. Dan tidak berjalannya fungsi suami dan isteri seperti yang diinginkan oleh Islam, pun dapat memicu terjadinya perceraian. Akibatnya masyarakat rawan depresi (stres) yang berujung kekerasan dalam rumah tangga atau melarikan diri pada judi, minuman beralkohol, narkoba, hingga seks bebas.

Jika dilihat faktor utama gugat cerai adalah faktor kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan disebabkan aktivitas di media sosial (medsos) yang mengarah hadirnya orang ketiga, dan narkoba, ini semua akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang kekayaan hanya berputar pada para pemilik modal dan penguasa / pejabat sehingga  rakyat sulit mengakses ekonomi untuk diri dan keluarga. PHK massal dimana-mana dan terjadilah banyaknya pengangguran yang berdampak ekonomi rakyat sekarat. Jadi bila ditarik benang merahnya masalah perceraian adalah didominasi masalah ekonomi yang dipicu pertengkaran berujung kekerasan dalam rumah tangga.

Sungguh, faktor terbesar terjadinya perceraian nihilnya peran agama mengatur seluruh kehidupan manusia. Individu hari ini jauh dari nilai-nilai takwa. Mereka tidak memahami terkait hukum syara'. Alhasil, banyak terjadinya kasus penyebab perceraian, suami menelantarkan anak istrinya, KDRT, perselingkuhan hadirnya orang ketiga dan kezaliman lainnya.

Ungkapan keluarga adalah benteng terakhir pertahanan, penyelamatan generasi dari gempuran-gempuran sekularisme dan liberalisme, sudah tidak relevan lagi.

Apabila kita dalami penyebab maraknya gugat cerai di Indonesia, semua bermuara pada satu jawaban, yaitu penerapan sistem kapitalistik beserta turunannya, yakni liberalisme, sekularisme, dan feminisme.

-
Islam Menjamin Ketahanan Keluarga.
-

Pondasi keluarga hendaknya di bangun berdasarkan asas terbaik dari Yang Maha Menciptakan, yakni Allah Swt. Aturan Islam ada sebagai hukum yang mengatur manusia agar jauh dari kerusakan, sebagaimana sistem yang dibangun hari ini. Islam memandang ketakwaan adalah kunci penting setiap individu. Dengan beriman dan bertakwa manusia memiliki panduan dalam berbuat, beraktivitas.

Rasulullah Saw. selalu mengingatkan kita bahwa kehidupan rumah tangga akan selalu berhias ketika pasutri menjadikan Islam sebagai pegangan hidup. Ini resep paling penting yang harus dipahami pasutri. Kebahagiaan pernikahan bukan sekedar tercukupi kebutuhan fisik dan materi, seperti sandang, pangan dan tempat tinggal. Perkara ini memang diperlukan, tetapi ada hal penting lainnya yang sering kali dilupakan para pasutri yaitu ketentraman hati, kedekatan emosional dan aspek ruhiyah. Ketiga hal ini sejatinya menjadi nutrisi utama untuk menghadirkan romantisme terindah yang dibutuhkan pasutri dalam rumah tangga. 

Islam melarang seorang suami memberikan perlakuan buruk kepada istrinya sekalipun dalam rangka ta'dib atau mendidik istri, semisal istri yang nusyuz, maka seluruhnya harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan syara'. Ulama menjelaskan dengan pukulan ringan yang tidak meninggalkan bekas, dengan menggunakan siwak.

Oleh karena itu secara individual dan keluarga sudah saatnya memahami Islam secara Kaffah agar pondasi keluarga kuat. Dan negara menata kehidupan, politik, pendidikan, sentral budayanya dan yang lainnya berdasarkan syari'at Islam yang kaffah.

Islam adalah agama yang sempurna, di dalamnya bukan hanya mengatur perkara ibadah, tetapi juga perkara lainnya. Dalam membentuk ketahanan keluarga, Islam juga memiliki mekanismenya. Sungguh, kerapuhan keluarga bukanlah bertumpu pada satu masalah, melainkan masalah sistemis yang berasal dari penerapan asas kehidupan yang salah.

Sebagaimana masalah ekonomi, Islam memandang permasalahan ekonomi adalah tercukupi kebutuhan pokok setiap individu. Bukan hanya sandang, tetapi juga pangan, dan papan. Termasuk juga kebutuhan lain, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Kewajiban negara adalah memenuhi beragam kebutuhan ini untuk seluruh warga negara. Oleh karena itu, haram hukumnya didalam Islam pengelolaan kekayaan alam untuk dikelola dan dinikmati oleh segelintir orang, yakni para oligarki aseng dan asing.

Selain itu, aturan Islam juga menerapkan kewajiban nafkah bagi para suami kepada keluarganya. Mekanismenya tentu dimudahkan oleh negara, seperti penyediaan lapangan kerja untuk para suami dan juga memberikan pelatihan skill agar memudahkan para ayah untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarga.

Ini bukanlah ilusi atau utopia. Karena bangunan keluarga yang sakinah mawadah warahmah pada masyarakat akan mudah diwujudkan ketika syariah Islam diterapkan dalam naungan Khilafah yang sudah terbukti dengan nyata penerapannya selama kurang lebih 13 abad Islam menguasai peradaban dunia.
Wallahu a'lam bish showaab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak