Oleh : Ucu,
Muslimah peduli Umat, Ciparay Kab. Bandung.
Perceraian saat ini, bagaikan fenomena yang menggambarkan adanya krisis sosial dan komunikasi dalam rumah tangga. Bagaimana tidak, Berdasarkan data badan pusar statistik (BPS) tercatat hampir 400 ribu kasus perceraian yang terjadi tahun 2024. Angka perceraian di Indonesia melonjak drastis. Sementara angka pernikahan menurun. Perceraian yang terjadi, tidak hanya di usia pernikahan muda, tetapi menghinggapi pernikahan yang sudah senja pula. Selain itu juga, mayoritas perceraian melalui proses khuluk yakni yang diajukan pihak perempuan. Tentunya, fenomena ini bukan sekadar statistik, tetapi alarm keras bagi masa depan bangsa.
(www.kompas.id)
Perceraian yang dahulu dianggap aib kini makin dianggap sebagai hal yang "biasa", bahkan sering kali menjadi pilihan pertama saat masalah rumah tangga muncul. Penyebab perceraian itu sendiri, dipicu oleh banyak faktor, mulai dari pertengkaran, ekonomi, KDRT, perselingkuhan, judol, dan lainnya. Beginilah jika kita berada pada tatanan kehidupan sekuler, yang kita hadapi bukan hanya tingginya kasus cerai, melainkan hilangnya penjagaan nilai, iman dan moral yang seharusnya menopang keutuhan keluarga.
Sementara dalam perkara ini, negara dalam sistem sekuler tidak menjadi ra'in (penjaga) dalam urusan rakyatnya, negara hanya sebagai pencatat akad nikah bukan sebagai penjaga keberlangsungan keluarga. Sehingga, proses hidup pernikahan dipandang sebagai urusan privat, dibiarkan berjalan tanpa visi peradaban dan bukan amanah sosial yang dijaga bangsa. Negara dalam sistem sekuler, hanya hadir saat pencatatan dan kembali hadir saat perceraian. Tidak ada pembinaan ruhiyah, sosial, atau moral yang terstruktur. Melemahnya pendidikan ruhiyah dan akhlak, serta absennya peran negara dalam membina kehidupan keluarga, adalah akar rapuhnya rumah tangga di sistem sekuler hari ini.
Namun, berbeda keadaan jika kita berada dalam tatanan kehidupan Islam. Dalam Islam, pernikahan bukan sekadar hubungan sosial, melainkan mitsagan ghalizha-perjanjian agung yang ditetapkan Allah. Syariat menegaskan bahwa kehidupan rumah tangga hanya kokoh jika dibangun di atas takwa dan adab. Oleh karena itu, Islam tidak membiarkan rumah tangga dikelola ego, melainkan niat untuk memperbaiki (ishlah).
Dalam sistem Islam, keluarga dijaga oleh lapisan pelindung, mulai dari individu yang bertakwa, keluarga membina, masyarakat yang saling menguatkan, dan negara yang memastikan nilai syariat mengalir di seluruh sendi kehidupan. Selain itu, sistem Islam memberikan pendidikan islami, pola pikir dan pola sikap yang berlandaskan akidah islam. Dengan pendidikan seperti ini, laki laki disiapkan untuk menjadi qawwam (pemimpin) dan penanggung jawab keluarga. Sementara, perempuan disiapkan untuk menjadi ummu warrabattul Bayt (ibu dan pengatur rumah tangga). Dimana, keduanya memahami bahwa rumah tangga itu adalah sebuah ibadah.
Tanggung jawab keluarga bukan hanya urusan pribadi tetapi amanah ummat dan negara. Dalam sistem Islam, kesejahteraan keluarga dan masyarakat di jamin oleh sistem politik ekonomi Islam yang harus di terapkan oleh negara. Dengan penerapan Islam secara kaffah di seluruh aspek kehidupan maka ketahanan keluarga bisa di tegakkan.
Wallahu a'lam bish shawwab.
Tags
opini
