Pemanfaatan AI untuk Pengentasan Kemiskinan dalam Perspektif Islam



Oleh : Nahra Arhan



Presiden Prabowo Subianto dalam APEC Economic Leaders’ Meeting sesi ke-2 di Hwabaek International Convention Centre (HICO), Gyeongju, Republik Korea, pada 1 November 2025, menyampaikan bahwa pemanfaatan akal imitasi atau artificial intelligence (AI) dan teknologi tinggi menjadi kunci bagi Indonesia untuk mempercepat pengentasan kemiskinan serta memperkuat ketahanan pangan. Dalam forum ekonomi dunia tersebut, Prabowo menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kemiskinan dan kelaparan dengan langkah cepat, terukur, dan berorientasi pada pemanfaatan teknologi mutakhir. Pemerintah Indonesia berupaya menggunakan AI untuk meningkatkan efisiensi sektor pertanian, mengoptimalkan produktivitas petani, serta memperbaiki sistem distribusi pangan nasional menuju target swasembada.

Kebijakan ini menunjukkan arah pembangunan Indonesia yang semakin menitikberatkan pada transformasi digital dan inovasi teknologi sebagai motor penggerak ekonomi. Namun, jika dicermati lebih dalam, gagasan ini masih bersandar pada paradigma ekonomi kapitalistik yang menempatkan teknologi dan pertumbuhan ekonomi sebagai solusi utama masalah kemiskinan. Padahal, realitas sosial menunjukkan bahwa kemiskinan di Indonesia bukan semata disebabkan oleh kurangnya inovasi atau produktivitas, melainkan oleh ketimpangan distribusi kekayaan dan lemahnya peran negara dalam menjamin kebutuhan dasar rakyatnya.

Dalam pandangan Islam, pengentasan kemiskinan merupakan tanggung jawab negara yang harus dilakukan secara menyeluruh dan berkeadilan. Islam tidak menolak kemajuan teknologi, termasuk penggunaan AI, selama hal itu memberi kemaslahatan bagi umat dan tidak melanggar prinsip syariat. Namun, Islam menegaskan bahwa akar kemiskinan tidak dapat diatasi hanya dengan inovasi teknologis, sebab kemiskinan sejatinya muncul dari sistem ekonomi yang tidak adil, dimana kekayaan terpusat di tangan segelintir orang sementara mayoritas rakyat hanya menjadi objek pasar.

Islam memandang bahwa solusi tuntas atas kemiskinan hanya dapat diwujudkan melalui penerapan sistem ekonomi Islam di bawah kepemimpinan yang berlandaskan syariat, yakni Daulah Islam. Dalam sistem ini, negara memiliki peran aktif dalam menjamin kebutuhan dasar setiap individu, baik berupa pangan, sandang, maupun papan. Negara juga bertanggung jawab memastikan akses rakyat terhadap pendidikan, kesehatan, dan keamanan sosial. Prinsip kepemilikan dalam Islam membagi harta menjadi kepemilikan individu, umum, dan negara, sehingga sumber daya strategis seperti energi, tambang, dan pertanian tidak boleh dikuasai korporasi atau individu, melainkan dikelola negara untuk kemaslahatan bersama.

Melalui mekanisme zakat, kharaj, jizyah, dan pengelolaan harta publik yang adil, distribusi kekayaan dapat berlangsung merata dan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi tanpa eksploitasi. Teknologi seperti AI boleh saja digunakan untuk membantu produktivitas, namun dalam sistem Islam, teknologi hanyalah sarana, bukan penentu arah kebijakan. Arah kebijakan harus berpijak pada keadilan, keberkahan, dan ketaatan kepada Allah.

Dengan demikian, upaya pengentasan kemiskinan melalui AI seperti yang disampaikan Presiden Prabowo memang mencerminkan semangat pembangunan modern, tetapi belum menyentuh akar permasalahan struktural yang menimbulkan ketimpangan sosial-ekonomi. Islam menawarkan jalan keluar yang lebih fundamental dan berkeadilan, yaitu dengan tegaknya sistem pemerintahan Islam yang akan mengatur ekonomi, politik, dan sosial secara menyeluruh berdasarkan hukum Allah. Hanya dengan sistem inilah kemiskinan dapat diberantas secara total, bukan sekadar dikurangi, dan kesejahteraan sejati dapat dirasakan oleh seluruh umat manusia.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak