Mencium Anak Kecil dalam Pandangan Islam




Oleh Yuli Ummu Raihan 
Muslimah Peduli Umat




Gus Elham alias Mohammad Elham Yahya Luqman dikecam publik lantaran beredar videonya yang mencium anak kecil di panggung saat dakwah. Gus Elham sudah melakukan klarifikasi dan meminta maaf  atas kegaduhan yang ia timbulkan, begitupun pihak keluarganya. (DetikJatim, 15/11/2025).

Keluarga menyayangkan video lama terkait adiknya yang mencium anak kecil itu bisa beredar luas. Pihak keluarga menyayangkan para penyebar video tersebut sehingga akhirnya viral di dunia maya. Menurut keluarganya Gus Elham sudah mulai berubah, dan beredarnya video lama ini membuat kondisi adiknya menurun  karena mendapat banyak kecaman.

Menanggapi viralnya video ini, Wakil Menteri Agama Muhammad Syafii menegaskan pentingnya pengawasan serta keteladanan dalam kegiatan keagamaan agar tidak menimbulkan kontroversi di masyarakat. (Radar Surabaya, 11/11/2025).

Gus adalah panggilan kehormatan untuk putra seorang kyai atau ulama di lingkungan pesantren. Sebutan Gus memiliki makna lebih karena merupakan simbol penghormatan dan menuntut tanggung jawab moral serta keilmuan. Secara etimologi kata Gus berasal dari bahasa Jawa "bagus" yang berarti tampan atau pandai. Generasi "Gus" saat ini sering menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas untuk menyampaikan nilai-nilai keagamaan secara lebih relevan kepada generasi muda. Namun sayang saat ini muncul sebuah fenomena di mana seseorang mudah sekali digelari "Gus" tanpa memiliki latar belakang keturunan Kyai atau kapasitas ilmu agama yang memadai, bahkan mirisnya beberapa oknum Gus justru menimbulkan kontroversi di masyarakat baik dari  perkataan maupun perbuatannya.

Ketua PBNU, Gus Yahya menyampaikan istilah "Gus" tidak memiliki  standar formal layaknya ijazah akademik, sehingga sulit untuk menentukan secara resmi siapa  yang asli dan yang palsu. Gelar Gus seharusnya menjadi pengingat akan tanggung jawab besar, bukan sekadar kehormatan, atau justru jadi alat komersial. 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur juga memberikan kritik bahwa tindakan Gus Elham ini tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah. Apa yang dilakukan Gus Elham ini sudah di luar batas kelaziman dan kewajaran. (CNN Indonesia.com, 12/11/2025).

Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Alissa Wahid menyesalkan tindakan Gus Elham, Ia menyebut perbuatan ini sama saja merendahkan martabat manusia dan prinsip dakwah bil hikmah yang mencirikan dakwah Islam yang rahmatan lil 'alamin.

Maman Imanulhaq, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKB meminta PBNU untuk menegur dan melakukan pembinaan terhadap Gus Elham.

Sementara itu Menteri PPPA menyinggung soal child grooming dalam kejadian ini. Yaitu perilaku yang membuat anak sulit memiliki, melawan, atau melapor ketika mendapatkan perilaku yang tidak pantas. Pelaku biasanya berusaha menormalisasi perbuatannya dengan dalih kasih sayang atau kedekatan.

Pandangan Islam

Rasulullah saw sering mencium anak-anak dan cucunya sebagai bentuk kasih sayangnya sebagai orang tua terhadap anak keturunannya dan cinta kasih di hadapan para sahabat.

Abu Hurairah ra dan Ibunda Sayyidina Aisyah ra meriwayatkan hadits yang artinya :"Dari Sahabat Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah saw mencium cucunya Hasan, di dekatnya ada Aqra' bin Habis At-Tamimi. Aqra' mengatakan bahwa Ia memiliki 10 anak tetapi tidak pernah mencium anak-anaknya seorang pun. Kemudian Rasulullah saw berkata:" Siapa yang tidak menyayangi, tidak akan diberi kasih sayang." (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi).

Ciuman orang tua terhadap anak keturunannya sebagai bentuk kasih sayang telah menjadi tradisi di kalangan Rasulullah saw dan sahabatnya. Sementara masyarakat Badui pada saat itu merasa asing dengan tradisi ini.

Dalam hadits lain Rasulullah saw juga bersabda: "Perbanyaklah kamu mencium anak cucumu karena imbalan dari setiap ciuman adalah surga." (HR. Bukhari).

Masih banyak lagi hadist yang menceritakan perbuatan Nabi dalam memperlihatkan kasih sayang beliau kepada anak keturunannya.

Rasulullah saw memperlihatkan kasih sayangnya dengan mencium pipi, mengusap kepala dan pipinya, mengendong dan memangku.
Jadi mencium anak adalah sunah Nabi Muhammad saw. Tapi bukan ciuman seperti yang dilakukan oknum Gus yang viral saat ini. 

Menurut beberapa literasi dan psikolog muslim ada empat tempat yang boleh dicium yang diyakini memiliki makna tersendiri. Pertama, di ubun-ubun kepala sembari melafazkan doa-doa terbaik untuk si anak. Kedua, di dahi. Hal ini sebagai isyarat keridhaan orang tua atas keberadaan anak-anaknya. Nabi pun pernah mencium Fatimah di dahinya.
Ketiga, di kedua pipi sebagai bukti rasa sayang dan rindu orang tua pada anaknya. Keempat, di tangan anak. 

Psikolog dari Biro Psikologi Metafora Purwokerto, Ketty Murtini mengingatkan orang tua untuk sering mencium dan memeluk anak sang anak dapat merasakan kasih sayang orang tuanya dan tumbuh menjadi pribadi yang penyayang. Cinta kasih yang diperlihatkan orang tua akan terekam di otak anak dan ditiru anak hingga mereka dewasa. Mencium juga dapat menciptakan rasa aman dan nyaman pada anak. Mengurangi rasa cemas dan stres. Memberikan dampak positif juga pada kesejahteraan emosional anak. Mereka akan tumbuh dengan keyakinan bahwa mereka diterima dan dihargai. Hal ini akan memperkuat hubungan antara orang tua dan anak.

Tapi perlu diingat bahwa aktivitas ini dilakukan di kalangan keluarga dekat (mahram), bukan pada orang lain, tanpa izin, dan didepan umum, apalagi dalam momen pengajian dan dilakukan oleh seseorang yang dijadikan panutan. Serta tidak ada unsur sensual dan tindakan pelecehan.

Seharusnya kita mengambil pelajaran dari kejadian ini, bahwa adab itu lebih utama dari pada ilmu. Seseorang yang diberi gelar "Gus" seharusnya bisa bersikap selayaknya Gus. Mereka harus menjadi teladan bagi masyarakat yang sudah memberikan kehormatan padanya. 
Sebagai bentuk tanggung jawab dan kesadaran penuh pada setiap amal perbuatan kita harus terikat dengan hukum syara dan norma kesopanan.

Sebagai orang tua kita juga harus mengajarkan pada anak terkait aturan pergaulan dalam Islam. Mulai dari batasan aurat, dan interaksi antara laki-laki dan perempuan. Tentang mahram, dan penjagaan diri. Anak harus diajarkan siapa dan bagian apa yang boleh disentuh dari tubuhnya. 

Masyarakat juga perlu melakukan amal makruf nahi mungkar untuk tidak menormalisasi hal-hal semacam ini. Harus berani mengatakan yang hak dan yang batil, serta tidak mencampur adukkan keduanya.

Terakhir harus ada peran negara, agar konten semacam ini tidak dapat beredar luas , memberikan sanksi tegas terhadap pelaku agar menimbulkan efek jera dan mencegah hal serupa terjadi kembali.

Kita juga harus mengembalikan martabat Islam dan Pengemban dakwah Islam kepada jalan yang benar. Dakwah itu adalah menyampaikan apa yang seharusnya didengar masyarakat, bukan apa yang ingin didengar masyarakat. Saat ini semangat untuk kajian sangat besar, sayangnya masyarakat nyaman dan hanya ingin mendatangi kajian sebatas pembahasan akhlak, fiqh, akidah, dan ibadah saja. Kajian diminati karena melihat sosok pengisinya, apakah good looking, asyik, menghibur, atau karena terkenal. Sementara kajian yang mengajak masyarakat berpikir tentang hakikat kehidupan, kebangkitan, dan meneruskan kembali kehidupan Islam  dianggap ekstrim bahkan radikal. Sehingga masyarakat terus dininabobokan dan tidak sadar bahwa mereka semakin dijauhkan dari pemahaman Islam yang benar. 

Banyak kajian hari ini hanya sekadar transfer ilmu, tidak merubah pemahaman, sehingga meskipun rutin ikut kajian, tidak memberikan pengaruh dalam kehidupannya. 

Mirisnya banyak pendakwah hari ini juga tidak bisa memberikan teladan. Dakwah dijadikan ladang penghasilan, mengemas  isi kajian sesuai permintaan masyarakat. Bahkan  tidak sedikit pendakwah yang terjebak dengan opini dan rencana busuk penjajah, mereka justru jadi tangan kanan musuh Islam dengan mencoba mencocokkan Islam dengan keinginan mereka. Menafsirkan Islam sesuai kepentingan. 
Wallahua'lam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak