Ummu Aqeela
Masyarakat Indonesia kini semakin tak bisa lepas dari dunia media sosial.
Laporan terbaru Digital 2026: Top Digital and Social Media Trends in Indonesia dari We Are Social mengungkapkan, masyarakat Indonesia rata-rata menghabiskan 21 jam 50 menit per minggu di depan layar media sosial, termasuk untuk menonton video online.
Jika dihitung, itu berarti lebih dari tiga jam setiap hari orang Indonesia menghabiskan waktu di media sosial.
Dari semua platform yang digunakan, WhatsApp masih mendominasi sebagai aplikasi paling sering digunakan sekaligus paling disukai masyarakat Indonesia. Sembilan dari sepuluh pengguna internet di Indonesia aktif menggunakan WhatsApp setiap bulan.
Namun untuk durasi penggunaan harian, TikTok dan WhatsApp bersaing ketat. Rata-rata pengguna Indonesia menghabiskan waktu 1 jam 53 menit per hari di TikTok dan 1 jam 52 menit di WhatsApp.
Sementara itu, untuk kategori durasi sesi terlama, YouTube menjadi juara dengan rata-rata 16 menit 49 detik per sesi. Posisi kedua ditempati SnackVideo dengan 15 menit 4 detik per sesi. (CNBC Indonesia, 13 November 2025).
Kita sadar, hari ini adalah era keberlimpahan informasi. Digitalisasi media dan informasi sebagai bagian dari globalisasi kapitalisme telah memengaruhi tatanan geopolitik dunia, termasuk Dunia Islam. Keberadaan industri media saat ini, pada era informasi, memiliki pengaruh yang begitu kuat pada mental dan pikiran manusia di seluruh dunia, bahkan telah melampaui pengaruh tentara dan senjata dalam pergolakan pikiran dan budaya di tanah kaum muslim.
Demikian strategisnya media, memanipulasi media disamakan dengan efek kerusakan yang timbul akibat meracuni suplai air bersih di suatu wilayah. “Manipulating the media is akin to poisoning a nation’s water supply – it affects all of our lives in unimaginable ways.” (Lance Morcan).
Kekuatan media dan informasi yang luar biasa ini telah menimbulkan ancaman bagi semua ideologi, budaya, dan peradaban, termasuk Islam. Dapat dibayangkan jika kekuatan kebijakan media yang mengikuti perkembangan teknologi terkini berada di bawah naungan Negara Khilafah Rasyidah. Bayangkan seberapa efektif dan berpengaruhnya hal itu ketika itu berasal dari akidah Islam dan keagungan syariat Islam yang bersumber dari Tuhan semesta alam. Tentu Islam akan mengatur strategi informasi menjadi kebijakan media yang kuat, efektif, dan disiplin. Kekuatannya berasal dari kekuatan ideologi yang menjadi landasannya dan kekuatan negara yang menganutnya. Ini terutama karena media merupakan salah satu institusi dan pilar Khilafah.
Ironisnya, meski sempat menjadi oposisi media konvensional, keberadaan media baru ini juga dibentuk oleh pola-pola kapitalistik untuk melakukan manipulasi opini. Perbedaannya adalah kekuatan teknologi yang dimanfaatkan oleh para kapitalis dengan algoritma yang mampu menyetel pikiran, perasaan, dan perilaku pengguna internet dan media sosial, termasuk melakukan pengintaian digital secara massal.
Berbeda dalam Islam, Negara Islam tidak dapat membiarkan perusahaan media swasta (apalagi asing) bebas membentuk opini publik di tengah masyarakat muslim untuk kepentingan ideologi asing. Informasi merupakan hal yang penting untuk dakwah Islam dan negara. Dengan demikian, media terhubung secara langsung dengan Khalifah sebagai lembaga yang independen, sama seperti lembaga negara Khilafah lainnya, seperti peradilan atau majelis umat. Khilafah akan secara aktif mendukung media dalam memainkan perannya untuk membantu mengelola urusan warganya dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh umat manusia.
Dalam perspektif politik media Islam, negara berperan sentral sebagai (1) junnah (perisai) yang akan melindungi ideologi dan ajaran Islam dari bahan olok-olok dan hinaan; (2) filter informasi dari yang informasi yang tidak penting, sampah, bahkan merusak; dan (3) corong informasi Islam bagi dunia dalam negeri maupun luar negeri. Ini karena Khilafah akan memosisikan media massanya untuk melayani ideologi Islam.
Dalil akan sentralnya peran negara, dipandu langsung dari Al-Qur’an. Allah Swt. berfirman, Jika sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya. (Padahal) jika mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ululamri di antara mereka, tentu orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ululamri). (QS An-Nisa’ [4]: 83).
Syariat Islam mengharuskan negara agar mengadopsi strategi informasi yang spesifik dalam memaparkan Islam dengan pemaparan kuat dan membekas. Hal ini diharapkan akan mampu menggerakkan akal manusia agar mengarahkan pandangannya pada Islam, serta mempelajari dan memikirkan muatan-muatan Islam. Negara Islam akan membersihkan berbagai pemikiran yang buruk dan sesat serta akan senantiasa menjelaskan kebaikan Islam dan senantiasa mengagungkan Allah, rabb semesta alam.
Dalam negara Islam, negara memiliki kewajiban untuk selalu menjaga suasana keimanan masyarakatnya. Sehingga aktivitas masyarakat diarahkan dalam rangka beribadah kepada Allah Swt. Tehnologi informasi akan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat bukan untuk merusak dan menjerumuskan masyarakat ke jurang kehancuran dan kebinasaan. Demikianlah Islam mengatur media informasi ditengah-tengah masyarakat. Agar kehidupan masyarakat senantiasa berada dalam suasana ketaqwaan kepada Allah Swt.
Wallahu’alam bishowab.
