Bullying di Kalangan Remaja: Buah Pahit dari Pendidikan Sekuler

Oleh : Putri Andika


Kasus bullying di kalangan remaja kian hari makin mengkhawatirkan. Fenomena ini bukan sekadar persoalan moral individu, tetapi cerminan rusaknya sistem pendidikan yang gagal membentuk kepribadian Islam. Baru-baru ini publik digemparkan oleh peristiwa seorang santri yang membakar asrama pesantren karena sakit hati menjadi korban bullying. Tindakan ekstrem ini menunjukkan betapa dalam luka psikologis yang ditimbulkan oleh perundungan dan lemahnya sistem pembinaan karakter di lembaga pendidikan.

Dalam Islam, tujuan pendidikan bukan sekadar mencetak manusia berilmu, tetapi membentuk kepribadian Islam. Proses pendidikan harus melahirkan pola pikir dan pola sikap islami, dengan menanamkan nilai-nilai maknawi dan ruhiyah, bukan sekadar mengejar nilai materi. Kurikulum seharusnya berbasis aqidah Islam dan menjadikan adab sebagai fondasi utama agar peserta didik tumbuh menjadi pribadi yang beriman, berakhlak, dan menjauhi segala bentuk kezaliman, termasuk bullying.

Namun realitas hari ini, sistem pendidikan yang diterapkan justru berakar pada paradigma sekuler — memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, nilai-nilai Islam tidak menjadi dasar dalam membentuk perilaku generasi. Mereka tumbuh cerdas secara intelektual, tetapi miskin empati dan lemah kendali diri.

Padahal negara (khilafah) memiliki kewajiban sebagai penjamin utama pendidikan dan pelindung generasi dari kezaliman sosial. Tanpa peran negara yang berlandaskan syariat, pendidikan akan terus gagal melahirkan manusia berkepribadian Islam.
Peristiwa santri yang membakar asrama seharusnya menjadi alarm keras bagi umat. Selama pendidikan masih berlandaskan sistem sekuler, krisis akhlak akan terus berulang. Hanya dengan penerapan pendidikan Islam dalam naungan khilafah, generasi muda dapat dibina menjadi pribadi yang berilmu, beriman, dan beradab — bukan pelaku atau korban dari kezaliman sosial.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak