Oleh: Salis F Rohmah
Akhir-akhir ini perceraian menjadi topik pembicaraan hangat di kalangan netizen Indonesia. Pasalnya banyak kasus perceraian para publik figur terkemuka muncul hingga menjadi bahan perbincangan utama akun gosip. Beberapa dari kalangan artis yang dinilai masyarakat bahwa pernikahannya baik-baik saja. Akhirnya muncul dengan kabar perceraian yang membuat netizen pun bertanya-tanya ada apa.
Di tingkat nasional, angka perceraian pun tinggi. Sementara angka pernikahan mengalami penurunan. Tren perceraian pun terjadi pada pernikahan di berbagai macam usia, bahkan usia pernikahan yang sudah tua pun banyak yang mengalami keretakan. Belum lagi data BPS juga mengungkapkan bahwa cerai gugat mendominasi kasus perceraian yang ada. Itu artinya banyak kasus yang meminta cerai adalah pihak wanita.
Sebab perceraian pun beragam. Ada karena masalah ekonomi, KDRT, perselingkuhan, mabok, judol dan masih banyak lagi. Namun ternyata yang paling banyak adalah sebab pertengkaran antara suami istri. Pertikaian kecil yang hampir setiap hari di dalam dunia rumah tangga hingga kemudian membesar akibat tak pernah menemukan titik temu solusi.
Sejatinya rumah tangga memang menyatukan perbedaan antara suami dan istri. Justru perbedaan yang seharusnya saling menguatkan dalam tujuan pernikahan yang mulia. Hal ini ternyata tak banyak pasangan yang paham. Malah ternyata tak jarang perbedaan itu menjadikan sebab pertikaian di antara kedua belah pihak. Bahkan narasi yang banyak bermunculan di jagat maya adalah narasi seolah-olah dirinya yang paling berkorban untuk keluarga. Hingga akhirnya banyak menyalahkan pasangannya yang memang Allah ciptakan tak sempurna. Inilah narasi yang tercipta di kalangan masyarakat membuat pemahaman yang lemah akan makna pernikahan yang diikat janji agung itu.
Perceraian menjadikan ketahanan keluarga runtuh dan pasti berdampak pada generasi yang semakin rapuh. Generasi semakin melihat pernikahan bukan lagi aqad suci yang menjadi ibadah panjang yang harus diperjuangkan. Bahkan muncul ketakutan pada pernikahan hingga ide untuk tidak mau menikah. Bukankah hal ini bisa menjadi ancaman bagi bangsa jika mental generasinya serapuh itu?
Paradigma sekuler adalah ancaman yang nyata-nyata menjadikan ketahanan keluarga rapuh serta mental generasi yang melemah. Bagaimana tidak? Pendidikan sekuler kapitalis hari ini tidak pernah mengajarkan bagaimana keagungan pernikahan yang dilandasi aqidah Islam. Pernikahan yang tergambar di masyarakat adalah perayaan bersatunya dua jiwa ala film dan sinetron yang dibangun rasa cinta yang mudah pudar. Berkat media dan didikan masyarakat sekuler akhirnya pemahaman pernikahan yang ada pada generasi pun melemah. Hal ini tidak bisa dipisahkan dari paradigma sistem politik dan ekonomi sekuler yang dianut oleh negara dalam mengatur rakyatnya.
Tentu negara adalah pihak utama yang harusnya bertanggung jawab atas kasus perceraian yang banyak terjadi. Karena kasusnya menjamur dan terjadi di berbagai daerah. Hal ini berarti dapat dimaknai bahwa ekosistem yang ada belum dapat mengakomodir solusi.
Maka negara perlu mengambil alternatif solusi di luar paradigma sekuler. Tidak lain yaitu mengambil paradigma Islam diterapkan secara kaffah dalam bernegara. Dengan pondasi aqidah Islam maka pendidikan Islam akan mencetak generasi yang berkepribadian Islam yang kokoh dan dan siap akan membangun rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah. Mental kokoh karena iman inilah yang harus terus menerus dibangun secara individu, keluarga, maupun masyarakat. Sehingga lingkungan yang tercipta pun menghasilkan generasi yang tangguh.
Tidak hanya itu, tatanan sosial di dalam Islam secara detail mengatur kehidupan laki-laki dan perempuan di lingkungan publik. Semisal adanya ketentuan menjaga pandangan, menutup aurat, hingga larangan khalwat (berdua-duaan) dan ikhtilat (bercampur baur). Kehidupan laki-laki dan perempuan yang terpisah sesuai ajaran Islam akan meminimalisir interaksi dengan lawan jenis yang bukan mahram yang efisien menekan angka perselingkuhan. Ekosistem Islam inilah yang mensuasanakan masyarakat dalam ketakwaan.
Sistem ekonomi Islam juga akan bertanggung jawab menyejahterakan rakyat. Sehingga keluarga tidak perlu rapuh dan risau dalam hal ekonomi. Negara akan mendorong para suami yang berkewajiban mencari nafkah dengan menyediakan lowongan pekerjaan yang luas untuk para lelaki. Hingga kemudahan masyarakat untuk mengakses pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang menjadi kebutuhan komunal akan dijamin oleh negara. Ini pula yang harus diwujudkan agar tidak hanya segelintir orang saja yang memiliki akses. Hanya dengan Islam yang diterapkan secara utuhlah keadilan hukum akan terjadi, masyarakat dan generasi yang kokoh pun akan terwujud.
Wallahu a'lam bishawab.
Tags
opini