Oleh ; Arsyila Putri
Wajo (Kemenag) — Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengajak seluruh komponen pondok pesantren di Indonesia untuk menjadikan Musabaqah Qira'atil Kutub (MQK) Nasional dan Internasional sebagai “anak tangga pertama” menuju kembali “The Golden Age of Islamic Civilization" (Zaman Keemasan Peradaban Islam). Menag menegaskan bahwa kebangkitan kembali peradaban emas ini harus dimulai dari lingkungan pesantren.
“Mari kita bangun kembali masa kejayaan keilmuan Islam, seperti pada masa Baitul Hikmah di Baghdad, kebangkitan ini haruslah dimulai dari lingkungan pesantren,” ajak Menag membuka acara MQK Internasional di Pesantren As'adiyah Wajo, Kamis (02/10/25).
Menag menjelaskan bahwa zaman keemasan peradaban Islam, seperti yang pernah terjadi di Baghdad pada masa kepemimpinan Harun Al-Rasyid itu bisa tercapai karena adanya integrasi ilmu. Ulama pada masa itu tidak hanya mahir dalam kitab kuning (Ilmu Agama) saja, tetapi juga mahir dalam kitab putih (Ilmu Umum).
"Pondok pesantren tidak bisa hanya menguasai Kitab Kuning (Kitab Turats), tetapi juga harus menguasai Kitab Putih, katakanlah yang berbahasa Inggris, yang menyangkut masalah sosiologi, kitab-kitab politik, dan kitab-kitab sains", tegas Menag.
Pembukaan MQKI turut dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, Bupati Wajo Andi Rosman, Wakil Gubernur Maluku Utara H Sarbin Sehe, jajaran pejabat Kemenag, ulama lintas negara, serta dewan hakim dan peserta dari dalam maupun luar negeri.
Runtuhnya peradaban Islam pada masa itu dikarenakan adanya dualisme Ilmu, pemisahan antara Ilmu Agama dengan Ilmu Umum, sehingga menjadi pembatas keilmuan cendekiawan hingga masa kini. Menurut Menag, perpaduan dua jenis keilmuan ini adalah kunci, ia meminta pondok pesantren untuk cerdas dan tidak membatasi diri pada satu jenis keilmuan.
"Perkawinan antara 'Iqra’ [Kitab Putih] dan 'Bismirabbik' [Kitab Kuning] itulah yang akan melahirkan insan kamil", tuturnya.
Menag menambahkan, pondok pesantren adalah "benteng paling kuatnya Indonesia". Oleh karena itu, pondok pesantren harus menjadi pelopor kebangkitan, sebab Islam di Nusantara sejak awal dibawa melalui "soft diplomacy" oleh ulama besar seperti Wali Songo, yang berdakwah dengan damai tanpa memusuhi pemerintah lokal.
“Selama pondok pesantren mempertahankan lima unsur sejatinya: Masjid, Kiai, Santri, termasuk kuat membaca Kitab Turats dan memelihara habitnya sebagai pesantren,maka The Golden Age of Islamic Civilization dapat kembali dimulai dari Indonesia”, pungkasnya. (Kompas.com).
Pengokohan Sekularisme di dalam Pesantren
Peringatan hari santri yang dipandu oleh kemenag untuk mempersiapkan The Golden Age of Islamic Civilization dimulai dari pesantren yang teguh mempertahankan 5 unsur yakni masjid, kiai, santri, serta kuat membaca kitab Turats dan memelihara habitsnya sebagai pesantren. Karena dari pesantren lah lahirnya cikal bakal generasi penerus para ulama. Sudah seharusnya pemikiran ini di gaungkan dan diterapkan ditengah masyarakat terutama dalam sistem pendidikan untuk mendidik para generasi agar mempersiapkan datangnya kebangkitan islam, mengingat mayoritas penduduk negeri ini adalah muslim.
Adanya seruan tersebut seolah membangkitkan kembali semangat kaum muslim yang telah lama hilang terkikis oleh sistem demokrasi kapitalis. Namun seruan tersebut jika dilihat secara kacamata syariat sangatlah bertentangan dengan islam. Pemisahan ilmu agama dengan umum sudah ada semenjak negeri ini menganut sistem demokrasi kapitalis yang berdasarkan asa sekuler yakni pemisahan agama dari kehidupan. Ilmu agama tak hanya di pisahkan namun disingkirkan, hukum syari'at nya dicampakkan. Maka tidak heran jika hari ini umat Islam tertinggal jauh tak seperti umat pada zaman keemasan peradaban Islam, itu karena umat hari ini tidak menjadikan agama sebagai ideologi.
Pengokohan sekularisme dalam lingkungan pesantren merupakan bentuk penjajahan pemikiran yang sengaja disisipkan untuk membentuk santri menjadi Islam yang modern. Ditanamkan dalam benak para santri ide-ide barat Kapitalisme dalam pendidikan di pesantren yang hari ini tujuannya bukan kepada arah perjuangan dan kebangkitan Islam melainkan mensukseskan keberhasilan sistem kapitalisme yang tujuan dan orientasi pendidikan hanya untuk meraih materi.
Girah dan kepemimpinan Islam perlahan hilang dari benak kaum muslim ketika ideologi kapitalisme yang dibangun atas dasar akidah sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) menjajah kehidupan dan aturan kaum muslim dalam berbagai bidang termasuk pendidikan. Pemikiran sekuler ini lahir dari pemikiran manusia yang terbatas dan bertentangan dengan akidah Islam. Alhasil agama hanya dijadikan sebagai ibadah ritual bukan sebagai ideologi atau aturan kehidupan.
Akibatnya santri jauh dari pemahaman Islam yang sesungguhnya. Pesantren yang merupakan benteng kekuatan pendidikan Islam kian hari semakin melemah dengan adanya perubahan pada kurikulum pendidikan yang baru-baru ini kemenag menjalin kerjasama dengan Amerika untuk meningkatkan kualitas pendidikan dilansir dari kemenag.co.id Menteri Agama Nasaruddin Umar menerima kunjungan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Dominic Jermey, di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (23/7/2025). Pertemuan ini membahas penguatan kerja sama di bidang pendidikan, khususnya membuka akses internasional bagi para santri pondok pesantren.
Kerja sama antara Kementerian Agama (Kemenag) dan Amerika Serikat yang membahas pesantren berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan melalui program beasiswa, seperti Fulbright, dan pengiriman native speaker untuk mengajar bahasa Inggris di pesantren. Tujuan utamanya adalah untuk membuka peluang studi dan pertukaran pelajar bagi santri dan dosen di universitas Amerika, serta memperkuat pemahaman budaya antar kedua negara.
Dengan adanya kerjasama kemenag dengan AS yang menyasar pesantren akan membuat generasi muda semakin dikendalikan , berbelok dari arah perjuangan yang seharusnya menjadi pelindung Din (Islam), nyatanya menjadi roda gigi perputaran ekonomi Kapitalis. Menjadikan santri sebagai agen perdamaian dan perubahan ala Sekularisme dan mengarahkan santri sebagai duta Islam moderat.
Agama dan Kekuasaan dalam Islam Tidak Bisa Dipisahkan
Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur kehidupan termasuk pendidikan, karena pendidikan merupakan dasar dari bangkitnya sebuah peradaban. Menuntut ilmu dalam islam hukum nya wajib bagi setiap muslim, terutama ilmu agama.
Sistem pendidikan dalam islam berlandaskan akidah Islam dan bertujuan membentuk kepribadian Muslim yang utuh, dengan kurikulum yang komprehensif dan seragam. Negara memegang tanggung jawab penuh untuk menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah secara gratis kepada seluruh warga negara, serta melengkapinya dengan fasilitas yang memadai, didanai melalui sumber daya alam dan wakaf.
Berlandaskan akidah Islam, yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, dengan tujuan mengembangkan potensi manusia (fitrah) agar menjadi manusia yang berakhlak mulia dan cerdas, yang berkontribusi pada kehidupan di dunia dan akhirat.
Kurikulum dan Pembelajaran dalam sistem Islam yakni mengintegrasikan ilmu agama (Al-Qur'an, fikih, hadis, tafsir, akidah) dengan ilmu umum (matematika, astronomi, filsafat, kedokteran). Tidak ada pemisahan dalam ilmu agama. Tsaqafah Islam ajarkan di seluruh jenjang pendidikan.
Pembelajaran dilakukan dengan memisahkan siswa laki-laki dan perempuan untuk mencegah interaksi yang tidak sesuai syariat. Kurikulum harus seragam dan ditetapkan oleh negara, meskipun sekolah swasta dapat didirikan selama mengikuti kurikulum tersebut. Penyelenggaraan dan pembiayaan menjadi tanggung jawab negara, Negara wajib menyelenggarakan pendidikan secara gratis dan merata di semua jenjang. Didanai oleh sumber pemasukan negara (seperti dari pos fa'i, kharaj, dan malikiyyah 'ammah).
Dilengkapi dengan bantuan dari wakaf oleh individu yang kaya untuk membiayai pendidikan tinggi, riset, dan sebagainya.
Menciptakan pendidikan yang gratis dan bermutu karena didukung oleh sumber pendapatan negara yang besar dan pengelolaan kekayaan milik negara dan umum.
Dengan dasar pendidikan Islam yang bersumber dari kurikulum Al Qur'an dan hadits, serta peran negara yang memfasilitasi pendidikan dan menjamin kesejahteraan masyarakatnya,maka akan lahir para generasi yang berpola fikir Islam (aqliyah) dan pola sikap Islam (nafsiyah), maka akan terbentuklah masyarakat yang berkepribadian islam yang memancarkan aturan islam. Disempurnakan dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah, untuk menjaga harta, nyawa, dan kehormatan setiap kaum muslim.
Islam tidak akan sempurna tanpa kekuasaan dan kekuasaan tidak akan adil tanpa Islam, jadi untuk mewujudkan peradaban Islam butuh individu yang bertaqwa, masyarakat yang islami dan negara yang menerapkan hukum-hukum Islam.
Wallahu a'lam bisshawab
Tags
Opini
