AFFAN KURNIAWAN, POTRET BURAM SISTEM YANG SURAM


                           Ummu Aqeela

Tragedi mewarnai kericuhan yang terjadi saat aksi demonstrasi di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, pada Kamis (28/8/2025) malam.

Seorang pengemudi ojek online (ojol) bernama Affan Kurniawan (20) meninggal dunia secara tragis setelah terlindas mobil rantis Brimob Polri.

Insiden ini terjadi saat mobil taktis tersebut sedang berusaha membubarkan kerumunan massa. Meskipun sempat dilarikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), nyawa Affan tidak dapat diselamatkan.


Kematian Affan Kurniawan meninggalkan duka mendalam dan menyoroti beberapa fakta penting mengenai sosoknya dan detik-detik kejadian. Affan, yang berusia 21 tahun, dikenal sebagai tulang punggung bagi keluarganya. Ia tinggal di sebuah kontrakan kecil berukuran 3x11 meter di Jatipulo, Jakarta Barat, bersama kedua orang tua, abang, dan adik perempuannya.


Affan kurniawan, driver ojol sekaligus tulang punggung keluarga, meregang nyawa ditengah demo DPR yang ricuh, ini adalah sebuah potret nyata rakyat kecil yang seringkali menjadi korban, dan ujungnya mengatasnamakan oknum sebagai pelakunya.


Sudah sepatutnya kita bermuhasabah, merenungi apa yang ada dibalik semua peristiwa, namun jika kita cermat ini bukan hanya sebuah peristiwa, tapi penampakan kebobrokan sistem yang ada, sistem yang hanya berfokus pada mereka-mereka yang berjuang demi memuaskan hawa nafsu dunianya, sistem yang menjadikan materi diatas segala-galanya, sistem yang menjauhkan agama dari setiap aktifitas kehidupannya.

Lalu, bagaimana rakyat? Rakyat menjadi objek pemerasan, penindasan, pelindasan, secara sistemik tidak hanya raganya, hartanya, mentalnya, juga kebutuhannya.


Demo ini bukan yang pertama kali terjadi, sudah berapa kali rakyat berteriak meminta keadilan, meminta diperhatikan setelah banyaknya kebijakan yang menyengsarakan, belum tuntas dengan fenomena kenaikan pajak yang memanas, belum selesai dengan harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi ditambah lagi dengan ulah para pemangku kuasa yang tak paham empati.


Namun demo demi demo tak kunjung memberikan perubahan, ujungnya rakyat lagi yang menjadi korban, baik secara kebijakan juga secara kondisi sosial yang terabaikan. Mereka para penguasa, lebih sibuk menjaga kursi dan kepentingan politik daripada berempati untuk menyelesaikan masalah yang terjadi, bahkan sampai berakibat hilangnya nyawa rakyatnya sendiri.


Padahal dalam islam, jiwa manusia begitu mulia. Darah seorang muslim lebih berharga daripada hancurnya Ka’bah. Tidak boleh ditumpahkan kecuali dengan haq atas tujuan menjaga akidah.

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.

(QS. Al Maidah: 32).


Tidak bisa dibiarkan, tidak bisa dibenarkan !

Dalam islam kekuasaan adalah amanah besar, bukan ruang untuk meraup keuntungan, bukan alat untuk menyalurkan kepentingan. Islam menempatkan pemimpin sebagai ra’in (pengurus rakyat) yang kelak dimintai pertanggungjawaban langsung oleh Allah SWT atas rakyat yang dipimpinnya dan atas amanah kepemimpinannya, dan ini tegas sebagaimana  Rasulullah SAW menyampaikan,

“Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).

”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).


Kekuasaan juga harus dibangun di atas pondasi agama, yakni Islam, dan ditujukan untuk menjaga Islam dan syariatnya serta memelihara urusan umat seluruhnya. Imam al-Ghazali menyatakan,

 “Agama adalah pondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap.”

 (Al-Ghazali, Al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd, hlm. 199).


Dengan demikian, kekuasaan harus diorientasikan untuk melayani Islam dan kaum muslim. Hal ini hanya akan terwujud jika kekuasaan itu menerapkan syariat Islam secara total, memelihara urusan dan kemaslahatan umat, menjaga Islam dan melindungi umat. Kekuasaan semacam inilah yang harus diwujudkan oleh kaum muslim semuanya. Dengan itu kekuasaan akan menjadi kebaikan dan mendatangkan keberkahan bagi semua.


Oleh karena itu, kepada siapa pun yang saat ini berkuasa, apalah artinya kekuasaan jika tidak ditujukan untuk menegakkan hukum-hukum Allah Swt? Karena kekuasaan seperti itu tidak ada gunanya, bahkan akan berbuah penyesalan dan kehinaan kelak pada hari kiamat dan hari pertanggungjawaban.


Dan untuk kita semua saat ini yang menginginkan perubahan, yang berharap keadilan ditegakkan dan berharap Rahmat dan Rahim Allah diturunkan. Sudah saatnya kita memilih penguasa yang mau menegakkan syariat Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Yakinlah, hanya dengan tegaknya syariat Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah untuk seluruh aspek kehidupan, maka perubahan yang diinginkan akan benar-benar terwujud sesuai harapan. (Biidznillahi Ta'ala)

Wallahu'alam bish-showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak