Oleh : Ummu Aqeela
Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023, yang merugikan negara hingga Rp285 triliun. Total sudah ada 18 tersangka, dengan sembilan lainnya bersiap menjalani persidangan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan dalam proses pengusutan kasus tersebut, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 273 saksi dan 16 ahli dari berbagai latar belakang keahlian.
"Dalam riksa dari 273 saksi, bahwa penyidik menemukan fakta-fakta terkait dengan adanya keterlibatan berbagai pihak lain," ujar Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis malam (10/7/2025). (Liputan 6.com, 11 Juli 2025)
Kita mengetahui bersama bahwa Indonesia adalah lahan subur untuk para koruptor yang meraja, berjaya, tanpa ada rasa takut dengan hukuman penjara. Korupsi bukan hal baru di negeri ini, berita rakyat sudah muak disuguhkan dengan banyaknya berita yang tiada henti setiap hari. Pantas saya negeri yang kaya raya ini banyak dihuni masyarakat garis bawah, karena kalangan atas hanya menumpuk harta buat mereka. Kemana uang itu digunakan jika bukan untuk memenuhi hawa nafsu dunia yang tentu tidak akan ada habisnya.
Berharap pada sistem saat inipun hanya ilusi, itu menunjukkan bahwa sistem demokrasi yang saat ini bukanlah jalan keluar dan solusi tuntas untuk memberantas korupsi. Demokrasi yang notabene lahir dari sekularisme-kapitalisme justru menjadi biang (akar masalah) terjadinya peningkatan kasus korupsi, bukannya hilang malah makin bertambah dari hari ke hari.
Mahalnya sistem demokrasi telah menyebabkan para calon penguasa harus memiliki dana besar untuk memenangkan kontestasi. Selain itu, sistem demokrasi juga melahirkan para pemimpin yang rakus terhadap harta, tidak amanah dan qana’ah atas pemberian Allah dan tidak adanya efek jera terhadap para pelaku korupsi. Badan khusus yang dibentuk untuk menyelesaikan dan menuntaskan kasus-kasus korupsi belum mampu mencegah dan menghentikan kasus korupsi. Undang-undang yang berlaku berikut sangsi bagi pelaku korupsi pun nampak belum memberi efek jera terhadap pelaku apalagi mencegah pihak lain melakukan perbuatan yang sama.
Ahhh sungguh jadi yakin bahwa istilah Indonesia sebagai “surga para koruptor” memang benar adanya. Korupsi sebesar apa pun, ujungnya bebas jua. Buktinya banyak koruptor yang melenggang dengan bebas karena bisa membeli hukum dengan uang mereka. Para koruptor yang tertangkap dan dipenjara mereka juga leluasa beraktivitas di dalam lapas karena mendapatkan fasilitas mewah. Yang lebih menggelikan lagi ada tersangka yang tidak diketahui ujung rimbanya alias melarikan diri entah kemana. Miris dan teriris....
Berbeda dengan sistem Islam, Islam memberikan solusi secara sistemis dan ideologis terkait pemberantasan korupsi. Dalam Islam kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah. Tanggung jawabnya tidak hanya di hadapan manusia di dunia, tetapi juga di hadapan Allah Swt. Akidah Islam memberikan solusi yang tidak hanya muncul ketika ada masalah tetapi juga mencegah sedari dini manusia untuk memiliki niat korupsi di awal.
Islam memiliki perangkat aturan yang jika diterapkan secara kafah akan mampu meminimalisir munculnya kasus pelanggaran seperti korupsi, penyalahgunaan jabatan dan lain sebagainya. Namun pada saat yang sama tetap mampu menjamin kesejahteraan masyarakat sehingga tidak membuka celah kerusakan, termasuk pelanggaran hukum.
Sanksi untuk para koruptor adalah hukuman yang tergantung pada tingkat pengkhianatan yang dilakukan, bisa berupa teguran, penjara, dikenakan denda (gharamah), pengumuman di publik (tasyhir), hukuman cambuk, sampai hukuman mati, karena koruptor hakikatnya sudah berkhianat terhadap amanah yang diberikan. Pelaksanaan sanksi ini bersifat tegas, tidak ada hak istimewa.
Untuk itu perubahan menuju Islam dan solusi dalam Islam menuntaskan permasalahan tindak korupsi harus segera dilaksanakan. Tentu hal ini membutuhkan kesungguhan dan perjuangan untuk menegakan kembali institusi pemerintahan Islam. Dan hanya dengan pemerintahan Islam saja lah permasalahan tindak korupsi bisa di basmi secara tuntas yaitu dengan penerapan Islam kaffah dalam institusi negara khilafah.
Wallahu’alam Bishshowab.
