Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Achmad Yusuf Afandi (32) akhirnya memiliki rumah setelah bertahun-tahun tinggal di kolong jembatan kawasan Gedangan, Sidoarjo. Rumah permanen untuk Yusuf ini dibangun oleh asosiasi pengembang properti Real Estate Indonesia (REI) Jatim.
REI Jatim bersama pengurusnya di Jombang membelikan tanah seluas 6x10 meter di Dusun/Desa Seketi, Mojoagung, Jombang. Lokasinya masih satu kampung dengan kakak kandung Yusuf yang kini jadi tempatnya tinggal untuk sementara waktu bersama bayi perempuannya yang berusia 11 bulan.
Membaca berita ini sungguh mengenaskan, nasib rakyat begitu sengsara, untuk bisa menikmati rumah yang nyaman dan aman saja harus menunggu viral diberitakan media sosial. Pertanyaannya, mengapa harus lebih dulu viral kemudian urusan rakyat didahulukan?
Namun inilah bukti jika kita tinggal di dalam sistem Kapitalisme sekular, sebuah aturan yang meminimalisir peran negara dalam mengurusi rakyatnya, sebagai gantinya swasta diberi kesempatan seluas mungkin untuk mengelolanya. Alasannya selain lebih profesional juga menguntungkan sebab mendatangkan devisa.
Peran swasta diberi keleluasaan mengakses seluruh kekayaan alam Indonesia ini tanpa halangan berarti, mulai lahan untuk membuat perumahan, tata letak kota yang seringkali terabaikan sehingga tak jarang lahan subur menjadi industri, hutan lindung jadi pemukiman, bahkan ada yang sengaja diekplorasi dan dieksploitasi atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN).
Sudah bisa dibayangkan, jika swasta yang bermodal besar bisa memengaruhi berbagai kebijakan negara, maka tak ada lagi akses untuk rakyat. Padahal swasta selalu berorientasi profit, rakyat sebagai konsumen yang digiring dalam transaksi zalim berbasis riba. Padahal, di sisi lain, rakyat sudah tertekan dengan berbagai kebutuhan pokok yang melambung tinggi harganya, akses kepada kebutuhan publik juga susah, semisal BBM mahal, sekolah mahal, dan lainnya, masih ditarik pajak pula.
Baik miskin atau kaya diwajibkan menjadi pembayar pajak yang disiplin, padahal, pajak membuat kurang antara miskin dan kaya semakin melebar, bagaimana keputusan Menteri Ekonomi Sri Mulyani, yang memutuskan ASN mendapat uang makan Rp 171.000 sedang program Makan Bergizi Gratis (MBG) hanya Rp 10 ribu perporsi.
Semakin bagus desain dan kelengkapan rumah maka harga sudah pasti semakin tinggi. Negara hanya berinisiatif mengambil pajak, tanpa pernah memikirkan bagaimana rakyat mewujudkan kesejahteraan, salah satunya terhadap kebutuhan perumahan. Yang beredar malah berita bahwa menteri PUPR akan mengubah luas perumahan subsidi. Lebih sempit dari sebelumnya.
Islam Wujudkan Kesejahteraan Hakiki
Pengurusan urusan rakyat dalam Islam disebut politik ( Yasa yasusu siyasi), dan syariat menetapkan penerap kebijakan itu hanya pemimpin sebuah negara. Pengurusannya meliputi enam kebutuhan pokok rakyat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Ketika negara berlepas tangan dari mengurusi urusan rakyatnya, maka sebenarnya rakyatlah yang paling menderita. Ibarat pepatah mengatkan bak anak ayam mati dalam lumbung. Indonesia dengan berbagai kekayaannya nyatanya tak mampu menghidupi berbagai kebutuhannya. Sementara Islam akan mewajibkan negara membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin sesuai profesi dan kemampuannya. Sehingga para ayah bisa menafkahi keluarganya secara makruf.
Negara juga menjamin 6 kebutuhan pokok di atas terpenuhi dengan kualitas dan kuantitas terbaik, darimana dananya? Tentu dari Baitulmal, yang terdapat pos pendapatan berisikan hasil pengelolaan harta kepemilikan umum ( tambang dan energi, hutan dan lainnya) dan harta kepemilikan negara (fa'i, jizyah, kharaj dan lainnya).
Dari sinilah negara mampu secara optimal memenuhi kebutuhan rakyatnya tanpa menunggu viral, negara akan senantiasa mendata rakyatnya agar apa yang dibutuhkan juga terupdate. Maka, pertanyaannya, mengapa kita sebagai muslim belum memahami arah perjuangan sebenarnya yaitu membuang Kapitalisme dan kembali menerapkan syariat Islam yang tak hanya sebagai bentuk ketaatan tertinggi seorang hamba, tapi juga hany Islam yang mampu memberi solusi hakiki. Wallahualam bissawab.