Perlindungan Gagal, Kekerasan Seksual Merajalela




By: Hasna Hanan 

Gresik - Sebanyak 19 kasus kekerasan seksual tercatat terjadi di Kabupaten Gresik sepanjang Januari hingga Mei 2025. Mayoritas korban merupakan anak perempuan berusia antara 11 hingga 16 tahun.

Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas KBPPPA Gresik Ratna Faizah memaparkan, dari total 19 kasus kekerasan seksual, rinciannya terdiri dari 1 kasus pemerkosaan terhadap perempuan dewasa, 7 kasus pelecehan seksual (6 anak dan 1 dewasa), serta 11 kasus persetubuhan yang melibatkan sembilan anak dan dua perempuan dewasa.

"Jika terjadi persetubuhan antara anak dan orang dewasa, itu tetap masuk ranah pidana, meskipun ada persetujuan. Anak secara hukum belum dianggap cakap memberi persetujuan dalam konteks seksual," papar Ratna, Rabu (4/6/2025).

Tindak kriminalitas kekerasan seksual mencuat secara signifikan, temuan demi temuan fisik dari kasus-kasus kekerasan seksual ini seakan tidak pernah berhenti bak jamur yang selalu tumbuh subur di musim hujan, upaya preventif yang dilakukan oleh lembaga dan pemerintahan Daerah faktanya belum mampu meredakan banyaknya kasus kekerasan seksual ini.

Beberapa langkah preventif yang dilakukan Pemda Gresik diantaranya:
Dinas KBPPPA Gresik menjalankan sejumlah program seperti Sekolah Ramah Anak, Pesantren Ramah Anak, Sekolah Orang Tua Hebat, serta layanan pengaduan dan pendampingan melalui UPTD PPA.

Apakah cukup upaya-upaya tersebut ditengah kehidupan sekuler yang mendewakan kebebasan berperilaku jauh dari aturan syariat Islam, pergaulan bebas, hedonistik, pornografi dan pornoaksi yang diumbar terlihat dimana-mana, ditambah kemudahan akses media digital melayani para pemuja nafsu birahi melampiaskan pada siapa saja yang ditemui, rusaknya individu tidak lepas dari peran negara yang abai untuk mengurusi rakyatnya, selain itu
Masyarakat juga menormalisasi kemaksiatan, pergaulan bebas, tayangan-tayangan porno, tanpa disertai budaya saling mengingatkan maka lengkaplah kerusakan tersebar di muka bumi. 

Berbagai regulasi sebagai payung perlindungan terhadap kekerasan seksual ternyata gagal dalam fungsinya. Itu semua terjadi karena sekularisme liberalisme membuat hilangnya rasa takut kepada Allah. Kalau kepada Allah saja tidak takut, aturan buatan manusia pun tidak akan mampu menumbuhkan rasa takut. Apalagi hari ini regulasi pun dapat disiasati, hukum bahkan bisa dibeli. Inilah penyebab gagalnya aturan yang ada dalam menyelesaikan masalah kekerasan seksual anak. Jadi menyolusi kejahatan seksual terhadap anak mustahil lahir dari paradigma sekuler liberal yang justru menumbuhsuburkan kebejatan.
Apakah sistem aturan seperti ini yang masih mau kita pertahankan dan apakah tidak ada sistem kehidupan lain yang menjaga dan memelihara kehidupan masyarakat dari kriminalitas yang tidak terkendali pada kehidupan yang adil dan sejahtera.

Islam Solusi Kekerasan Seksual 

Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki seperangkat aturan yang mampu menyelesaikan seluruh persoalan hidup manusia, termasuk menanggulangi kekerasan seksual, dalam Islam, generasi adalah aset pembangun peradaban sehingga harus dibina, dijaga, dan dioptimalkan pemberdayaannya dengan baik. Islam mengingatkan agar tidak meninggalkan generasi yang lemah, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 9 yang artinya, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”

Perintah takwa untuk menjaga agar generasi tidak lemah diwujudkan dalam tiga pilar, yaitu individu/keluarga yang bertakwa, masyarakat yang bertakwa, dan negara yang bertakwa. Takwa dalam keluarga diwujudkan dengan kesadaran untuk menguasai ilmu-ilmu (tsaqafah) yang terkait dengan kehidupan sebagai panduan mengarungi hidup. Baik ilmu terkait dengan hubungan dirinya dengan Allah, hubungan dengan dirinya sendiri, maupun hubungan dengan sesama manusia. Tsaqafah ini akan menjadi bekal dalam pembentukan syakhshiyah Islam bagi anggota keluarga. 

Tidak hanya keluarga, Islam juga memberikan panduan bahwa masyarakat yang bertakwa adalah masyarakat yang disatukan dengan pemikiran, perasaan, dan aturan Islam. Masyarakat seperti ini akan menumbuhkan budaya amar makruf nahi mungkar.

Kemudian negara yang bertakwa adalah negara yang menerapkan syariat Islam kafah. Tanggung jawab negara dalam penerapan Islam tergambar dalam mekanisme berikut.

Negara menjamin hak-hak rakyat, yaitu mendapat pendidikan yang layak, nafkah yang cukup, makanan bergizi seimbang, tersedianya rumah yang layak dan sehat, lingkungan yang baik bagi tumbuh kembang anak, dan keluarga yang harmonis serta penuh kasih sayang.

Negara melaksanakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dalam rangka mewujudkan generasi berkepribadian Islam yang bertakwa serta unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Layanan pendidikan ini diberikan secara gratis bagi seluruh rakyat. Sistem pendidikan Islam mencetak generasi beriman dan berakhlak mulia sehingga tidak ada tindakan eksploitatif, semisal kekerasan, pelecehan seksual, perundungan, dan sebagainya.

Negara akan mengeluarkan undang-undang yang mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariat. Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah, dalam kitab Ajhizah Daulah al-Khilafah halaman 246 menjelaskan, dalam masyarakat islami tidak ada tempat bagi pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak, juga tidak ada tempat bagi berbagai pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Masyarakat islami akan membersihkan keburukan berbagai pemikiran atau pengetahuan itu, memurnikan dan menjelaskan kebaikannya, serta senantiasa memuji Allah Taala. 

Pengawasan ini dilakukan negara di bawah kepemimpinan khalifah melalui departemen yang bertanggung jawab atas penerangan dan informasi.

ketika upaya pencegahan sudah dilakukan, tetapi masih ada manusia yang melakukan kemaksiatan, negara akan menerapkan sanksi yang tegas. Sistem sanksi Islam bertujuan tidak hanya untuk memberikan hukuman yang adil, tetapi juga untuk mencegah orang lain melakukan kesalahan serupa. Sanksi ini berfungsi sebagai penebus dosa (jawabir) dan memberi efek jera (zawajir).

Sistem sanksi Islam yang tegas dan menjerakan akan mengukuhkan peran negara sebagai pengurus (raa’in) dan perisai (junnah) rakyat dari kejahatan dan kemaksiatan. Negara Khilafah akan menjalankan aturan Islam kafah dalam rangka memenuhi tanggung jawabnya dalam menjamin serta menjaga generasi dari apa pun yang membahayakan keberlangsungan hidup mereka. 

Wallahu'alam bisshowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak