Oleh: Febrinda Setyo
Aktivis Mahasiswa
Kekejaman yang dilakukan oleh Zionis Israel terhadap saudara-saudara kita di Palestina belum juga menemukan titik akhir. Hingga hari ini, rentetan serangan masih terus mengguncang wilayah Palestina, menyasar tanpa pandang bulu—termasuk anak-anak kecil dan bayi-bayi yang tak berdosa. Kebencian Zionis terhadap penduduk Palestina serta keinginan untuk merebut tanah Palestina telah menghilangkan rasa kemanusiaan mereka, hingga menjadikan identitas sebagai Muslim Palestina seolah-olah cukup menjadi alasan untuk menghapus keberadaan mereka, bahkan seorang bayi yang belum memahami arti kehidupan.
Mirisnya, kekerasan dan penindasan ini terus berlangsung tanpa henti, bahkan ketika jutaan kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia tengah bersuka cita merayakan Hari Raya Idul Adha, hari yang seharusnya menjadi momen suka cita yang penuh kebahagiaan. Namun bagi saudara-saudara kita di Palestina, hari raya itu justru diwarnai dentuman bom, tangisan anak-anak, dan duka yang tak berkesudahan.
Tak cukup serangan fisik, keadaan penduduk Palestina diperparah dengan aksi blokade total yang diberlakukan oleh pihak Zionis. Aksi ini bertujuan untuk menutup seluruh jalur distribusi bantuan kemanusiaan. Akses terhadap makanan, obat-obatan, air bersih, dan kebutuhan dasar lainnya benar-benar dibatasi bahkan mandek, menjadikan kelaparan sebagai senjata mematikan yang digunakan untuk melumpuhkan secara perlahan kehidupan warga sipil, khususnya anak-anak dan lansia. Dilansir dari beritasatu.com, media Pemerintah Gaza menyatakan bahwa sejak 27 Mei, serangan-serangan yang dilancarkan oleh pasukan Zionis Israel di area distribusi bantuan telah menyebabkan setidaknya 102 warga tewas dan 490 warga lainnya luka-luka (beritasatu.com, 4/6/2025). Dengan ditutupnya bantuan untuk warga Gaza, Palestina, ribuan orang kini hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Banyak dari mereka, terutama anak-anak, mengalami gizi buruk yang parah. Tubuh mereka mengering, melemah, dan bahkan tidak lagi mampu berdiri atau berjalan.
Di sisi lain, banyak negara-negara, termasuk negara muslim yang masih tutup mata dengan keadaan Palestina. Adapun solusi yang ditawarkan hanyalah berupa solusi yang tidak mampu menyelesaikan permasalahan dari akar. Justru solusi yang ditawarkan, seperti two state solution, justru malah mendukung adanya penjajahan atas negara lain. Para pemimpin muslim pun hanya sibuk beretorika bahkan dengan terang-terangan menjalin kerja sama dengan para Zionis. Padahal sudah terbukti jelas saudara-saudara kita di Palestina sedang berjuang mempertahankan tanah air dari penjajahan. Kondisi ini bukan lagi sebagai krisis kemanusiaan, melainkan sebuah tragedi besar yang mencerminkan kebungkaman dunia terhadap penderitaan suatu bangsa yang terus menerus dizalimi di tanah kelahirannya sendiri.
Matinya rasa kemanusiaan dalam diri manusia sejatinya mencerminkan bahwa manusia kini sudah terlepas dari fitrahnya. Manusia seharusnya memiliki rasa kasih sayang dan kepedulian kepada manusia lain, bukan rasa ingin memusnahkan satu sama lain. Hal ini merupakan dampak dari diberlakukannya paham kapitalisme sebagai cara pandang dan cara hidup manusia. Ideologi kapitalis yang mengedepankan materi dan keuntungan, mencetak manusia yang bersedia melakukan berbagai cara untuk meraih keuntungan pribadi, meskipun itu harus mengorbankan rasa kemanusiaannya. Kezaliman yang terjadi merupakan bentuk superioritas yang dibudidayakan dalam sistem hidup kapitalis, di mana mereka yang kuat dapat dengan mudah dan seenaknya menindas yang lemah serta dapat mengambil apa-apa yang bisa diambil, tanpa ada pihak lain yang berani menghentikan. Di sisi lain, paham nasionalisme warisan Barat justru menjadi tembok penghalang yang membungkam keberpihakan kepada Muslim Palestina karena adanya sekat-sekat nasionalisme. Hingga kini, belum ada satu pun penguasa negara Muslim yang benar-benar mengupayakan pembebasan Palestina melalui kekuatan militer.
Seruan jihad untuk membela Palestina hanya dapat dilakukan di bawah sistem Islam. Islam telah menetapkan sebuah sistem kepemimpinan yang disebut Khilafah. Khilafah memiliki fungsi sebagai pelindung dan perisai (ra'in wa junnah), yang tidak akan membiarkan sedikit pun ruang terbuka bagi kezaliman menimpa umat. Sistem ini bertanggung jawab penuh atas keselamatan, kesejahteraan, dan keamanan rakyatnya dari segala bentuk ancaman, baik dari dalam maupun luar. Dalam khilafah, anak-anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman, terdidik, dan mendapat perhatian serius dari negara. Hasilnya adalah lahirnya generasi gemilang.
Keberadaan Khilafah menjadi harapan dan sandaran bagi umat Islam, karena hanya melalui kepemimpinan ini umat dapat bersatu dan dilindungi. Setiap Muslim juga akan memiliki landasan dan pembelaan di hadapan Allah bahwa ia telah berupaya membela kehormatan dan nyawa saudaranya, termasuk mereka yang kini tengah dibantai di Palestina. Selama Khilafah belum tegak, penderitaan di Gaza dan tempat-tempat lain akan terus berlanjut. Sebab hanya Khilafah dan jihad yang mampu menyelesaikan akar persoalan ini secara tuntas.
Tags
Opini