Oligarki dan Penjajahan Masa Kini



Oleh Mirna



Istilah tanah surga mungkin hanya akan menjadi “Istilah”.  Sebuah sebutan yang sebenarnya sangat mengagumkan bagi Negara yang sejak dulu dikenal gemah ripah loh jinawi, dengan kekayaan alam yang bahkan membuat banyak negara lain iri. Dijajah sampai ratusan tahun lamanya oleh bangsa Eropa, di perlakukan layaknya babu ditanah sendiri hanya karena “tanah yng surgawi”. Bahkan jika berbicara perkara penjajahan, meski saat ini tidak ada lagi aktivitas  angkat senjata atau bambu runcing. Namun penjajahan laten terus terjadi. Mirisnya dilakukan oleh bangsa sendiri, oleh kaum paderi  oligarki.  Tersistem layaknya gurita dengan berbagai cabang tentakel berbalut korupsi, kolosi dan nepotisme. Sayangnya seperti saat penjajahan zaman dulu, masih ada kaum-kaum pengkhianat dan penjilat yang utamakan uang diatas moralitas dan solidaritas. Sebuah semboyan tentang bangsa yang katanya menjunjung tinggi nilai persatuan dan Nasionalisme, yang lantas hanya muncul saat berada dilapangan hijau dan terlupakan jika berhadapan dengan kertas bernama uang.
Kapitalisme yang menjadi acuan pemerintah Indonesia, telah membantu menyuburkan tanam oligarki, satu keluarga bahkan mungkin satu batalyon memiliki pemahaman yang sama “nyolong” hak rakyat dengan dalil pertumbuhan ekonomi dan kelola oleh orang yang berjasa bagi negara ini. Entah bagaimana cara berpikir pemimpin bangsa ini. Padahal dulu para pejuang dengan modal teriakan takbir berusaha keras mengusir penjajah. Namun dengan tidak tau malunya malah mereka si “wakil rakyat” yang sekarang memperbudak rakyat sendiri. Alam Indonesia yang dikenal indah bahkan menjadi salah satu lahan paru-paru dunia sejak era penjajah eropa sampai sekarang menjadi bulan-bulanan oligarki, di obral sana sini pada para pengusaha yang dikepalanya hanya memikirkan untung semata, di lelang pada pengusaha asing sebagai jaminan hutang negara. Yang bahkan hutangnya pun dikorupsi juga oleh mereka. Dengan kata lain kekayaan alam Indonesia ini tidak bisa dikatakan milik rakyat apalagi dikelola untuk kepentingan rakyat sebaliknya malah untuk memerpkaya diri pribadi dengan mengorbankan banyak hal terutama kerusakan alam, yang dampak buruknya malah lebih banyak dirasakan oleh rakyat dibandingkan pembuat kerusakan.

Raja ampat, Papua adalah salah satu contoh betapa mengerikannya system kapitalisme menjerat pola pikir para pemimpin bangsa. Papua berdasarkan data UNESCO adalah salah satu paru-paru dunia, menyumbang kadar oksigen terbesar setelah amazon. Lautnya yang bersih dan kaya akan kekayaan alam serta hutannya yang menghijau dan luas layaknya padang zambrut menjadi salah satu potensi yang luar biasa. Sayangnya pemimpin negara ini tidak amanah, munafik  dan bahkan tak sedikit dari mereka yang menjadi antek pengusaha. Maka benar firman Allah jika engkau serahkan suatu urusan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. Manusia memang ciptaan Allah yang paling sempurna, kesempurnaan ini ditandai dengan akal dan pikiran yang pintar. Mampu mendesain banyak hal, bahkan diserahi sebagai khalifah dimuka bumi agar apa-apa yang diciptakan oleh  Allah bisa dijaga dengan baik sesuai perintahnya dan dimanfaatkan secara tanggung jawab untuk kesejahteraan bersama dengan tidak merusak ataupunmendzolimi makhluk ciptaanNya yang  lain. Namun seperti yang sudah disebutkan sebelumnya apa yang Allah perintakan tidak akan pernah bisa di wujudkan di Negeri ini. Jika system yang diterapkan bukan system berlandaskan agama namun nafsu semata. Maka jangan heran jika ujian dan cobaan selalu Allah titipkan pada negeri ini, bencana alam yang tiap tahun pastu terjadi. Bukankan telah nyata FirmanNya “"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Ar-Rum ayat 41). Wallahu’alam bissawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak